Oleh Suparlan *)
Dewan pendidikan adalah lembaga mandiri yang beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan
(PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan pendidikan)Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan
(PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan pendidikan)
Tajuk tulisan ini sengaja diangkat dari pertanyaan Amaliah Fitriah, seorang mahasiswa S2, Institute of Development Studies, Massey University, Palmerston North, New Zealand. Sebagai mahasiswa, apalagi mahasiswa dalam program studi dalam studi pembangunan, pertanyaannya sangat kritis, tidak hanya sekedar menerima apa adanya tentang eksistensi dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Pertanyaan itu memang sudah agak lama diajukan setelah Dewan Pendidikan berhasil dibentuk di hampir semua provinsi dan kabupaten/kota, dan Komite Sekolah berhasil dibentuk di semua satuan pendidikan dasar dan menengah.
Pertanyaan itu memang muncul sebelum terbitnya PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Oleh karena itu, pertanyaan itu dilontarkan ketika eksistensi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah masih labil, karena belum mempunyai payung hukum yang cukup kuat dari aspek operasional.
Pertanyaan dari Amaliah Fitriah ini memang bersifat balik arah (set back). Bahkan, pertanyaan ini mungkin dapat menimbulkan sikap pro dan kontra terhadap kelahiran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, yang pada gilirannya juga bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan lanjutan tentang eksistensi dan legitimasi sistem pemerintahan (dalam arti eksekutif dan legislatif) yang telah melahirkan kebijakan tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Walaupun bagaimana, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah berdiri dan dibentuk, meski eksistensinya belum sepenuhnya mempunyai dampak yang berarti dalam upaya meningkatkan pemerataan pendidikan, mutu dan relevansi pendidikan, serta tata kelola dan daya saing pendidikan di tanah air.
Pertanyaan tersebut dapat dijawab dari pelbagai sudut pandang dengan penjelasan singkat sebagai berikut:
Pertama, dari sudut ilmiah-akademis. Keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam sistem pendidikan nasional memang diperlukan. Buku bertajuk “In School We Trust” karya Deborah Meier, mengisyaratkan tentang hubungan sinergis antara sekolah dengan orangtua dan masyarakat. Juga dalam satu buku bertajuk How Communities Build School karya Anne Wescott Dodd dan Jean L. Konzal juga menjelaskan hal yang sama. Bahkan, kelahiran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, menurut Dr. Yadi Haryadi, dosen Institut Pertanian Bogor, merupakan hasil studi banding tentang institusi yang sama di Kanada dan Amerika Serikat. Jadi, keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah memiliki landasan yang cukup kuat dari sudut ilmiah-akademis.
Kedua, dari aspek hukum dan perundang-undangan di Indonesia. Kebijakan tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ini sebenarnya memlikiki landasan yang kuat, karena karena keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan amanat UU, yakni UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya dalam Pasal 56 (1), (2), (3), dan (4). Oleh karena itu, mempertanyakan kembali keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sebenarnya sama halnya mempertanyakan legitimasi UU tersebut, yang notabene adalah amanat rakyat (Dewan Perwakilan Rakyat) atau legislatif dan pemerintah (eksekutif) yang syah. Selian itu, eksistensi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan amanat UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Propenas (Program Pembangunan Nasional). Amanat UU ini kemudian ditindaklanjuti oleh Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Ingat, bukan peraturan menteri, sebagaimana ditulis atau dinyatakan oleh sementara pihak. Berdasarkan Kepmendiknas tersebut, Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah kemudian mengeluarkan Buku Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, sebagai penjelasan dari Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tersebut. Perlu ditegaskan di sini bahwa bahwa Kepmendiknas tersebut merupakan acuan awal pembentukan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dan Komite Sekolah/Madrasah. Disebut acuan, karena memberikan keluwesan kepada masyarkat dalam pelaksanaan pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dan bukan sebagai petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis yang sifatnya lebih mengikat.
Masih dari aspek hukum dan perundang-undangan, ada kaitan antara otonomi daerah dengan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Kelahiran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan salah satu konsekuensi dari otonomi daerah. Kita menyadari sepenuhnya bahwa otonomi daerah diramalkan akan melahirkan raja-raja kecil di daerah. Dan ini sudah terbukti saat ini. Kepala Dinas Pendidikan dimutasi oleh bupati/walikota dan digantikan secara semena-mena dengan cara yang tidak menganut kaidah ”the right man in the right place”. Kepala Dinas Pendidikan diganti orang dari Dinas Pasar, Dinas Pertanian, dan sekenanya saja. Mutasi seperti itu dikenal dengan ”tsunami” di kabupaten/kota di Provinsi NTB. Untung tidak dari Dinas Pemakaman. Heeee. Nah, kalau sudah begitu, maka keberadaan Dewan Pendidikan yang powerfull akan sangat diperlukan untuk mengawal jalannya pemerintahan, khususnya urusan pendidikan.
Setelah melalui proses yang panjang sekitar tujuh tahunan, ketentuan tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional akhirnya telah dijabarkan ke dalam Peraturan Pemerinah, yakni PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Berangkat dari pasal tentang Peran Serta Masyarakat dalam bidang pendidikan mulai dari Pasal 196, kemudian dilanjutkan dengan pasal tentang pendidikan berbasis masyarakat mulai dari Pasal 189, PP tersebut akhirnya mengatur tentang Dewan Pendidikan mulai dari Pasal 192, dan Komite Sekolah mulai dari Pasal 196, dan akhirnya ditutup dengan larangan mulai dari Pasal 198, dan pengawasan mulai dari Pasal 199.
Walhasil, menarik kembali keberadaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidaklah mungkin, kecuali harus diawali terlebih dahulu dengan mencabut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Pendek kata, eksistensi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam sistem pendidikan nasional telah didukung oleh payung hukum yang cukup kuat. Oleh karena itu, pertanyaan Amaliah Fitriah tentang perlu tidaknya Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam sistem pendidikan nasional sudah tidak relevan lagi.
Sebagai penutup dari tulisan singkat ini, apakah kita masih akan menanyakan kembali tentang perlu atau tidaknya Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam sistem pendidikan nasional? Apakah tidak sebaiknya kita akan berkonsentrasi untuk dapat memberikan dukungan bagi upaya pemberdayaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah agar eksistensinya benar-benar dapat meningkatkan mutu layanan pendidikan?
Mengingat eksistensi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dewasa ini sudah memperoleh tempat yang kuat dalam UU dan PP, maka satu hal yang paling penting adalah upaya agar Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah agar dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya secara optimal. Semua pihak yang tekait dengan pelaksanaan fungsi dan tugas Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah harus dapat memberikan dukungan dan kerja sama secara sinergis. Amin.
*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com. Curriculum and Instruction, S2 University of Houston.
Jakarta, 13 April 2011.
7 Komentar. Leave new
Harus di fahami filosofi yg melahirkan roh dari setiap prodak peru dang undNgan… jadi roh dari UU no 20 thn 2003 terutama pasal yg menjelaskan kewenangan Dewan pendidika dan komite sekolah itu sudah sangat jelas… yg jadi masalah kemudian adalah lembaga ini setelah dibentuk apakah peran dan fungsinya betul2 di jalankan, apakah pemerintah di semua jenjang memberdayakan lembaga ini atau tidak.
Saya yakin Pemerintah kurang serius dalam mengurus pendidikan negeri ini, faktanya sudah 11 tahun (UU sisdiknas 2003 ), Pemerintah ( baca Kemendikbud )merasa benar sendiri dalam menelorkan setiap kebijakan Pendidikan di Pusat walau pun implementasinya/aplikasi di daerah susah terukur.
Tugas Dewan Pendidikan Nasional antara lain mengontrol itu, … begitu pula di daerah… Bagaimana Kebijakan Bupati /Gubernur selaras dengan ekspektasi masyarakat dalam capaian pendidikan di daerahnya, selama ini mereka Omdo,,,, kadangkala Pendidikan hanya dijadikan komoditas politik dalam berkampanye saja,,
Ayo,, pada mikir bro.!!! mana Dewan Pendidikan Nasional ???
Pertanyaan yang lebih relevan saat ini: Bagaimana caranya untuk lebih memberdayakan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah?
Kita tunggu pembentukan Dewan Pendidikan nasional dan peran aktifnya dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Salam sukses.
Pertanyaan yang lebih relevan saat ini adalah: Bagaimana memberdayakan peran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah?
Mudah-mudahan Dewan Pendidikan Nasional juga segera terbentuk dan berperan aktif dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
Salam sukses selalu
Respon yang luar biasa. Kita tuggu kelahiran bayi Dewan Pendidikan agar menjadi mitra sejajar pemerintah dan pemerintah daerah penyelenggara pendidikan. Eh, ternyata Bapak juga dapat saya sebut sebagai bapak yang sukses. Buktinya putranya meneruskan pendidikan di Belanda. Luar biasa yang kedua.
Keberdaan Komite Sekolah sangat diperlukan untuk peningkatan mutu dalam penyelenggaraan pendidikan dengan catatan, dapat melakukan perannya dengan baik yaitu; sebagai mitra, penghubung, pengontrol dan pendukung. Namun bila yang terjadi hanya sebagai juru stempel atau keinginan kepala dalam pemungutan dana maka tidaklah banyak berarti. Selanjutnya yang lebih penting bagaimana komite dapat berperan dengan unsur relawan memajukan pendidikan dari berbagai aspek.
Benar sekali Pak Lukman. Jika komite sekolah hanya sebatas sebagai tukang stempel atau untuk menyetujui kehendak kepala sekolah, maka artinya komite sekolah sesungguhnya belum melaksanakan fungsinya secara optimal. Itulah sebabnya, sekarang ini kita memberikan dorongan kepada komite sekolah untuk dapat melaksanakan program kerja sama kemitraan, bukan hanya dengan institusi birokrasi yang terkait, seperti Puskesmas, Kepolisian, dan sebagainya, tetapi juga dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Terima kasih atas komentar Anda.