Oleh Suparlan *)
Berdo’alah seakan-akan kamu akan meninggal besok, dan bekerjalah seakan-akan kamu akan hidup selamanya
(Hadis)Barang siapa yang berpuasa dan menunaikan qiyam al-layl (shalat tarawih) di malam Bulan Ramadan, niscaya dosa-dosanya terampuni
(HR Bukhary)
Kuliah tertulis Ramadan hari kesebelas ini sepenuhnya mengambil kutipan dari tulisan Emha Ainun Najib dalam Sindo tanggal 21 September 2007. Bukan karena sudah kehabisan ide, tetapi mengingat pentingnya substansi yang disampaikan budayawan kita yang satu ini. Terus terang, tulisannya yang renyah dibaca, saya merasa enak untuk mengambil intisari dari tulisan itu.
Betapa saat ini kita merasa merinding dengan sebutan Islam sebagai agama teroris. Apalagi, pada hari ini kita baca di koran, 11.000 polisi telah disiapkan untuk menjaga keamaan saat Amrozi akan menjalani hukuman mati.
Betapa banyak kasus selingkuh akibat SMS. Betapa banyak rekaman video syahwat yang disebarluaskan melalui SMS. Tetapi sebalinya, saya sering menerima tahajjud call dari seorang yang konon selalu menggunakan sepertiga malamnya untuk shalat tahajjud. Bahkan ada Al Quran selluler yang dikembangkan dengan pesan-pesan dari Al Quran dan Al Hadis. Pendek kata penggunaan teknoloi akan memiliki nilai ganda. Bisa negatif dan bisa juga positif, tergantung para penggunanya.
Masih tentang SMS, saya kemarin menerima SMS berisi vedeo singkat, yang kemudian menjadi tajuk dalam tulisan singkat ini. Terlepas dari tujuan pengiriman SMS itu, apakah memang mau mengingatkan umat agar tidak berperilaku seperti itu atau memang si pengirim hanya akan melecehkan Islam, saya melihat bahwa tampaknya kita perlu mengambil pelajaran darinya secara arif dan bijak. Bukankah pelajaran dapat diambil dari mana saja?
Peristiwanya ada si sebuah musholla atau pojok masjid. Shalat wajib sedang berlangsung pada saat imam membaca Al Fatihah. Jamaah tampaknya telah penuh sesak. Seorang jamaah datang terlambat. Sehabis ambil wudhu, dia ingin mengambil dalam shaf untuk menjadi makmum dalam shalat. Tetapi tidak ada lagi tempat di shaf paling belakang itu. Dia mencari mencari tempat yang luang Tetapi tidak memperolehnya. Lalu ia menepuk pundak salah seorang jamaah. Yang ditepuk kemudian mundur, dengan maksud agar seorang jamaah yang datang terlambat tidak sendirian di belakang shaf. Ehhh apa yang terjadi. Seorang yang datang terlambat tersebut malah menempati tempat jamaah yang mundur tersebut. Tentulah jamaah yang mundur tadi menjadi marah dibuatnya. Maka terjadilah peristiwa yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Jamaah yang menempati tempat jamaah yang mundur itu ditempeleng seketika. “Plaakkkkk”, dan jatuhlah jamaah yang datang terlambat itu. Inilah akhir video yang hanya berdurasi beberapa detik itu.
Tentu semua jamaah berharap bahwa shalat yang mereka lakukan semata-mata agar mereka memperoleh tempat yang layak di surga. Tetapi apa yang akan mereka peroleh jika kejadiannya seperti itu? Itulah gambaran perilaku jamaah yang maunya sedang mencari surga, tetapi ternyata hanya akan mendapatkan neraka.
Dari peristiwa singkat tersebut kita dapat memperoleh pelajaran sebagai berikut:
Pertama, tujuan yang baik haruslah dilakukan dengan cara yang baik pula. Tujuan shalat tentulah sangat baik, karena dengan shalat kita diharapkan terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Di samping itu, shalat adalah tiang agama. Siapa yang meninggalkan shalat sama artinya dengan merobohkan tiang agama. Shalat ibarat kepala dari sebuah sosok manusia. Tanpa shalat ibarat sosok manusia itu tidak memiliki kepala. Shalat adalah mi’rojnya umat Islam. Demikian seterusnya. Namun, untuk dapat melaksanakan shalat, sudah barang tentu janganlah dilakukan seperti peristiwa yang diceritakan itu.
Kedua, perilaku orang yang shalat tentu bukanlah perilaku licik dan kejam sebagaimana yang digambarkan dalam video tersebut. Perilaku orang yang shalat adalah perilaku orang yang tunduk dan patuh terhadap semua perintah Allah semata. Bukanlah semua ibadahku, shalatku, puasaku, mati dan hidupku hanya untuk Allah.
Ketiga, shalat memberikan pelajaran bahwa kita harus dapat hidup bersama dengan kasih sayang. Takbir yang kita ucapkan ketika ta;birotul ihrom menyatakan yang maha besar, yang maha agung hanyalah Allah semata. Sementara sesama jamaah adalah mahluknya.
Masih banyak pelajaran lain yang dapat kita petik dari video singkat dalam SMS tersebut. Bagaimanapun juga, terima kasih saya ucapkan kepada pengirimnya. Ataukah kita dapat diskusi di lain waktu di kopi darat?
Mudah-mudahan amal puasa hari kesepuluh kita ini dapat menjadi bekal amal ibadah yang dapat meningkatkan rasa kasih sayang kita kepada sesama. Amin, ya robbal alamin.
*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.
Depok, 20 September 2007