Nama saya Suparlan. Saya lahir di Desa Tawing, Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek, pada tanggal 20 Mei 1949.  Bapak bernama Abdul Basir, ibu saya Siti Mailah, adalah seorang petani kecil di desa itu. Saya adalah anak pertama dari sepuluh bersaudara. Sepuluh saudara sekandung itu adalah (1) Samudji (almarhum polisi militer), (2) Sumarli, guru SD, (3) Sumardi, guru SD, mereka adalah kembar, (4) Maryani, guru SD, (5) Mursini (almarhumah), (6) Mursilah ibu rumah tangga, tinggal di Desa Tawing, (7) Suyitno, guru SMPN di Trenggalek, (8) Isminah, guru SD, dan (9) Musrifah, guru TK.

Sejak usia satu tahun, saya diasuh oleh kakek-nenek saya.  Nama kakek saya Amat Salim, nenek saya Sukijah.  Sungguh beruntung saya, karena kakek-nenek saya inilah yang telah membiayai sekolah saya sampai ke perguruan tinggi.  Masih terngiang-ngiang di telinga saya ketika nenek mengatakan kepada saya: “teruskan sekolahmu Parlan, meskipun sampai habis hartaku,” Pastilah kakek dan nenek saya ini memiliki pemikiran yang sangat jauh ke depan yang sama dengan, katakanlah tokoh pendidikan John Dewey, yang menyatakan bahwa “education is not a preparation of life, but education is life itslef.”

Sekolah Rakyat Tawing I dan SMP Trikora Munjungan

Saya mulai bersekolah di SR (Sekolah Rakyat) Tawing I, yang terletak hanya sekitar 200 meter dari rumah saya.  Kepala Sekolahnya bernama Bapak R. Iskandar, tokoh masyarakat yang terkenal.  Saya menamatkan SD pada tahun 1962. Ketika itu Presiden Sukarno menyampaikan pidato Trikora.  Itulah sebabnya saya meneruskan SMP Trikora. Itulah nama SMP yang terkenal di kecamatan Munjungan, setelah SMP Siang pernah didirikan.  Pendidikan SMP saya selesaikan pada tahun 1965. Dari 22 orang siswa kelas III, telah lulus 21 orang, dan saya menduduki peringkat kedua dalam Ujian Negara saat itu.

SPGN Negeri Pamekasan dan IKIP Malang

Para guru di SMP Trikora banyak mendorong para siswanya agar meneruskan ke Sekolah Pendidikan Guru (SPG) di kota Trenggalek. Itulah sebabnya saya meneruskan ke SPG (Sekolah Pendidikan Guru) pada tahun 1965. Kakek dan nenek, serta bapak dan ibu saya tentu saja mendukungnya, termasuk Paklik (adik Ibu saya), yang pada saat itu meneruskan sekolah di Tulungagung, bahkan meneruskan sekolah di KPG (Kursus Pendidikan Guru). Saya lulus SPGN Trenggalek pada tahun 1968 dengan menduduki peringkat pertama di kelas IIIE.  Kemudian saya meneruskan kuliah pada Jurusan Geografi, FKIS (Fakultas Keguruan dan Ilmu Sosial), pada IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) di Kota Malang.  IKIP Malang termasuk sepuluh IKIP terbesar di Indonesia. Saya masuk IKIP pada tahun 1969. Itulah sebabnya, teman-teman kuliah mendirikan Alumni Geografi 1969, yang kini memiliki kegiatan temu alumni dua kali setahun sebagai kegiatan membangun proyek kebahagiaan (the happiness project) bagi diri dan teman-teman sesama alumni. Pada tahun 1972, akhirnya saya dapat menyelesaikan program Sarjana Muda (BA), sebagai lulusan pertama yang dapat mempertahankan skripsi dalam ujian komprehensif.  Pada saat itu jujusan itu belum mempunyai program S1.  Oleh karena itu, saya kemudian mencoba menjadi guru di beberapa sekolah swasta di Kota Malang dan Kabupaten Singosari.  Saya mengajar di SMP Muhammadiyah dan STM Pertanian di Singosari, serta SMA Taman Harapan di Kota Malang, selama kurang lebih dua tahun, sebelum akhirnya diangkat menjadi guru SPG (Sekolah Pendidikan Guru) Negeri Pamekasan, Madura pada tahun 1974, setelah lulus tes pengangkatan guru di Kanwil (Kantor Wilayah) Departemen Pendidikan Nasional Provinsi Jawa Timur.  Ketika itu, Bapak R. Hidayat, putra Bapak R. Iskandar kepala SDN Tawing I, tempat saya bersekolah di SD, telah memberikan arahan kepada saya untuk melamar menjadi guru SPG. Pada tahun 1974 itulah akhirnya saya diangkat menjadi guru SPG Negeri Pamekasan. Selain mengajar di SPG Negeri Pamekasan, saya juga mengajar di SPG dan SMA Muhammadiyah Pamekasan.

Lomba Karya Tulis Korpri Tingkat Nasional

Di sela-sela melaksanakan tugas sebagai guru SPG, karena membaca pengumuman di media massa koran, saya mencoba untuk mengikuti lomba karya tulis KORPRI tingkat nasional pada tahun 1982. Menulis memang sedikit menjadi hobi saya. Menulis surat kepada Bapak dan Ibu, biasanya memang bukan singkat, tapi dengan panjang lebar, dengan harapan agar terpenuhi harapan memperoleh kiriman yang diharapkan. Saya membaca surat kabar Suara Karya, dan dengan membaca surat kabar tersebut saya memperoleh informasi tentang banyak hal. Pembinaan pegawai negeri menjadi topik yang menarik untuk ditulis. Karena itu, dalam beberapa hari saya berusaha untuk menyelesaikan tulisan tersebut sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam pengumuman di koran itu. Saya menulis dengan menggunakan mesin ketik “brother.”  Saya mengetik masih dengan menggunakan sebelas jari. Apa maksudnya? Dengan dua jari, belum sepuluh jari. Tapi saya belajar mengetik dengan sepuluh jari. Selama beberapa hari saya mengetik karya tulis tersebut. Istri saya sering bertanya tentang kegiatan saya dalam beberapa malam ini. “Kok mengetik terus?” Saya memang tidak pernah memberitahukan hal tersebut kepada istri saya. Maksudnya agar saya tidak terganggu, agar saya dapat cepat menyelesaikan karya tulis tersebut, sesuai dengan jadwal untuk mengirimkan tulisan tersebut ke Jakarta. Saya belum pernah membayangkan di mana Jakarta itu. Saya ingat bahwa karya tulis itu harus saya kirimkan ke alaman LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Jakarta. Panitia yang akan menilai karya tulis tersebut adalah Ketua LIPI.  Setelah beberapa tahun berkantor di Departemen Pendidikan Nasional (kini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) Jakarta itulah baru saya sering melihat Kantor LIPI tersebut di Jalan Gatot Subroto Jakarta.

Bahkan ketika itu, tidak ada harapan sedikit pun untuk mendapatkan juara dalam mengikuti lomba tersebut. Allah SWT jualah yang telah mengaturnya. Dengan tidak saya sangka-sangka, saya ternyata memperoleh juara pertama dengan hadiah satu juta rupiah. Kejuaraan ini baru saya ketahui ketika saya dapat memenuhi undangan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jakarta. Saya dapat memenuhi undangan LIPI ini dengan naik kereta api Mutiara Selatan.  Kereta api inilah yang telah menjadi saksi keberangkatan saya dari Surabaya ke Jakarta.  Kebetulan, saya mempunyai saudara dari istri saya, bulik atau tante, adik dari bapak mertua saya, yang telah menolong untuk mengantarkan saya ke gedung LIPI, dan akhirnya mengantarkan saya ke Hotel Wisata Internasional Jakarta, setelah saya mengetahui bahwa saya ternyata memperoleh juara pertama dalam Lomba Karya Tulis Korpri Tingkat Nasional, dari sepuluh juara yang diundang ke Jakarta.

Penyerahan hadiah juara I Lomba Karya Tulis Tingkat Nasional
oleh Mendagri, Bapak Amir Machmud

Hadiah satu juta rupiah diberikan langsung dalam acara pemberian hadiah di Gedung Departemen Dalam Negeri oleh Menteri Dalam Negeri, Bapak Amir Machmud.  Dengan baju yang kelihatan kebesaran, karena baju itu adalah baju Om saya di Jakarta, foto di bawah ini merupakan foto kenang-kenangan yang tak terlupakan ketika sedang menerima hadiah dari Menteri Dalam Negeri .

Program S1 di Universitas Darul Ulum Jombang

Dari hadiah yang cukup besar inilah kemudian saya dapat meneruskan kuliah untuk memperoleh ijazah sarjana lengkap dalam jurusan yang berbeda, yakni jurusan Pendidikan Sosial di Universitas Darul Ulum Jombang. Sistem perkuliah yang saya ikuti adalah sistem kuliah Sabtu-Minggu. Saya harus naik bus umum dengan menggelantung di bus tersebut. Setiap malam minggu, saya mengingap di masjid kompleks Universitas Darul Ulum. Masjid Darul Ulum itu sering saya sebut sebagai HI, bulan Hotel Indonesia, tetapi Hotel Islam. Dengan segala suka dan duka selama kuliah, akhirnya pada tahun 1985 gelar sarjana lengkap (S1) Pendidikan Sosial dapat saya peroleh dengan IP yang cukup lumayan, yakni 3,15. Lulus dari Universitas Darul Ulum Jombang mempunyak berkah tersendiri, terutama setelah memperoleh gelar Drs atau doktorandus. Gelar di depan nama pada saat itu memiliki nilai yang tersendiri. Kanwil Depdiknas Provinsi Jawa Timur memiliki pandangan yang tersendiri ketika memilih guru yang akan diikutkan untuk menjadi peserta penataran.

Program Master of Education University of Houston

Pada tahun 1986, saya mengikuti penataran di Balai Penataran Guru (BPG) Surabaya yang diselenggarakan oleh Kanwil Depdiknas. Penatarnya adalah seorang guru besar dari University of Georgia, Amerika Serikat, bernama Prof. Dr. Marion Jennings Rice. Kesempatan ini saya gunakan sebesar-besarnya untuk dapat berkomunikasi dalam Bahasa Inggris dengan Prof. Dr. M.J. Rice tersebut. Saya memang memiliki hasrat dalam bidang Bahasa Inggris. Tapi saya bukan lulusan S1 Bahasa Inggris. Saya hanya pernah mengikuti kursus tertulis Bahasa Inggris selama setahun di Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Tertulis (PPPG Tertulis) di Bandung. Oleh karena itu, kesempatan ini saya gunakan semaksimal mungkin untuk belajar berkomunikasi dalam Bahasa Inggris dengan Prof. Dr. MJ. Rice. Ternyata Mr. Rice sangat “welcome” terhadap saya. Kesempatan untuk dapat berkomunikasi dalam Bahasa Inggris benar-benar saya manfaatkan dalam acara itu. Setiap akhir penataran, saya sempatkan untuk bertemu dengan Mr. Rice. Mulai dengan perkenalan sampai dengan menceritakan latar belakang saya sebagai guru SPGN Pamekasan. Akhirnya saya diminta oleh beliau untuk mendampingi beliau dalam acara cultural session. Proses penataran di BPG Surabaya berjalan lancar dengan bantuan oleh penerjemah (translator) dari Kanwil Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur.  Pada akhir penataran, dalam acara budaya (cultural session) di Gresik, dengan tidak disangka saya ditunjuk oleh Mr. Rice untuk menjadi penerjemahnya. Dengan tidak saya sangka-sangka Mr. Rice akhirnya juga memberikan kesempatan kepada saya untuk menjadi penerjemah (translator) dalam kegiatan penataran berikutnya di Ujung Pandang, di Manado, dan di Sulawesi. Peserta penataran di daerah tersebut adalah guru-guru SPG di daerah tersebut.

Atas penilaian dan usulan dari Mr. Rice jugalah, jika akhirnya, saya diberi kesempatan untuk mengikuti program tugas belajar untuk mengambil proses S2 di University of Houston, Texas, Amerika Serikat pada tahun 1987 bersama 30 orang guru SPG yang telah lulus seleksi sebelumnya.  Program ini ditempuh selama dua tahun, satu setengah tahun untuk mengikuti kuliah, dan setengah tahun untuk menyusun tesis.  Akhirnya, pada tahun 1988 saya dan semua karya siswa (mahasiswa tugas belajar) dinyatakan lulus dan diwisuda di University of Houston (UH) dan kemudian diwisuda di Jakarta oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. IP yang dapat saya peroleh ketika itu juga ternyata sangat tinggi, yakni 3, 93.

Pindah ke Direktorat Jenderal Dikdasmen (Pendidikan Dasar dan Menengah)

Tidak ada yang mustahil, jika Allah SWT menghendakinya, termasuk jika kemudian saya dapat mengikuti program master dalam bidang pendidikan di University of Houston (UH) dan diwisuda bukan hanya di Unversity of Houston dan diwisuda lagi di Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, di Jalan Cipete Jakarta Selatan. Sama sekali tidak membayangkan sebelumnya jika Direktorat Jenderal Dikdasmen di Jalan Cipete Jakarta Selatan ini pada saatnya nanti akan menjadi kantor saya berikutnya, setelah lima belas tahun berkerja menjadi guru di SPG Negeri Pamekasan.

Setelah acara wisuda di Direktorat Jenderal Dikdasmen Jakarta, empat orang wisudawan diminta untuk menghadap kepada Bapak Sjafioedin DA, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, termasuk saya. Empat orang itu adalah dari jurusan Pendidikan Matematika, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Pendidikan Sains, dan saya dari Pendidikan IPS.  Keemapt orang itu diminta untuk dapat dipindahkan ke Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.  Namun, ternyata yang bersedia untuk dipindahkan ke Jakarta hanyalah saya.  Akhirnya, saya dipindahtugaskan dari guru SPG Negeri Pamekasan menjadi pegawai di Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, dan kemudian diangkat menjadi Kepala Subbag Monitoring Pelaksanaan Rencana dan Program, Bagian Perencanaan, Setditjen Dikdasmen.  Selama menjadi Kepala Subbag Monotoring Pelaksanaan Rencana dan Program (MPRP) di Bagian Perencanaan, Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, ada kegiatan yang telah memberikan kesan yang mendalam bagi saya, yakni ketika menjadi pemandu dalam acara pameran pendidikan dalam peringatan Hardiknas, yang ketika itu dihadiri oleh Bapak Presiden BJ. Habibie.  Bapak Habibie berkesempatan untuk melihat-tihat pemeran pendidikan dasar dan menengah, dengang berbagai data yang dipajang dalam pameran itu.

Menjadi Kepala Sekolah Indonesia di Kuala Lumpur

Setelah lima tahun menjadi Kasubbag, saya kemudian dipindahkan untuk menjadi Kepala Sekolah Indonesia di Kuala Lumpur. Sayang krisis moneter terjadi di Indonesia, sehingga jabatan sebagai kepala sekolah itu berlangsubag sampai hampir lima tahun. Setelah kembali ke Ditjen Dikdasmen, akhirnya saya ditugaskan menjadi Kepala Bidang Pelayanan Teknis di Pusat Pengembangan dan Penataran Guru (PPPG) Matematika Yogyakarta. Dalam proses ini, pihak pimpinan, yakni Bapak Baedhowi, telah memproyeksikan saya untuk menjadi Kepala PPPG Matematika itu. Namun ternyata Menteri telah memilih calon kedua untuk menjadi Kepala PPPG Matematika tersebut. Itulah sebabnya, maka saya harus mengakhiri karir sebagai PNS di lembaga ini, dan menjalani masa pensiun di lembaga ini.

Menjadi Konsultan Perseorangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

Pada saat saya telah menjalani masa pensiun ini, beberapa teman di Bagian Perencanaan adalah teman-teman lama saya yang memiliki hubungan yang baik dengan saya. Beberapa di antaranya adalah atasan saya dan beberapa di antasanya adalan staf saya ketika saya menjadi Kepala Subbag di Bagian Perencanaan. Setelah beliau menjadi pimpinan atau pejabat, beliau telah meminta kepada saya untuk membantu kegiatan yang baru diluncurkan, yakni Kegiatan Pembinaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Apa yang kemudian dapat saya lakukan untuk membantu teman-teman di Bagian Perencanaan ini, adalah menjadi pendamping konsultan individu (perseorangan), yakni Dr. Dasim Budimansyah, seorang dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).  Kegiatan sebagai pendamping konsultan individu ini telah saya mulai sejak terbitnya Kepmendiknas Nomor 004/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Akhirnya saya diminta untuk menggantikan posisi Bapak Prof. Dr. Dasim Budimansyah, yakni menjadi konsultan individu sejak tahun 2004 sampai dengan saat ini.  Mudah-mudahan posisi sebagai konsultan individu ini dapat mengantarkan terbentuknya Dewan Pendidikan Nasional, serta menjadikan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat benar-benar berfungsi sebagai lembaga ad hoc Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan kata lain, menjadi mitra sejati untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan bersama dengan lembaga birokrasi pendidikan dan satuan pendidikan sekolah.

Menjadi Dosen Tetap Universitas Tama Jagakarsa

Bagi saya, hidup adalah seperti air yang mengalir. Air mengalir mulai dari mata air sampai akhirnya sampai di muara untuk menemukan pertemuan dengan muara di laut. Hidup adalah bergerak. Saya diajak untuk ikut mengajar di Universitas Tama Jagakarsa, Jakarta Selatan. Tak apalah pikir saya saat itu. Lagi-lagi menulis telah mengantarkan saya ke ujung-ujung dunia. Menulis telah mengantarkan saya ke ujung pusat kota Jakarta Kota, dari Gedung LIPI dan Gedung Departemen Dalam Negeri Jakarta, sampai ke Hotel Indonesia dan Hotel Wisata Internasional, yang berangkat dari kota kecil Pamekasan. Menulis telah mengantarkan saya ke Amerika, Malaysia, dan beberapa kota di Asia, Australia, dan Eropa. Bolehlah sekali waktu kembali dapat mengajarkan kepada mahasiswa Universitas Tama Jagakarsa, Jakarta Selatan, untuk belajar menulis dari salah satu dosennya. Salah satu dosen tetap di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan itu adalah saya. Allah SWT juga yang telah mengaturnya. Saya telah memperoleh tugas mengajar tentang writing I, II, III, dan paper writing, dan ditambah dengan pengembangan kurikulum. Saya akan menekuni mata kuliah tersebut di FKIP Universitas Tama Jagakarsa.

Menulis Sepanjang Hayat

Sekali lagi, menulis adakan kompetensi saya. Menurut teori dual brain development atau pengembangan dua otak kiri dan otak kanan, saya bukanlah orang matematika, melainkan non-matematika, dalam hal ini boleh jadi memang dalam bidang language, khususnya menulis. Insya Allah, saya akan menekuni kompetensi saya ini, yakni menulis, untuk menekuninya sepanjang hayat. Menulis buku dan menulis apa saja akan menjadi core bussiness yang akan saya tekuni. Insya Allah, semoga Allah meridhoi. Amin.

(Dilengkapi dan disempurnakan pada tanggal 31 Mei 2010, dilengkapi dan disempurnakan lagi pada tanggal 13 Juni 2016).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.