ArtikelPendidikan

Prospek Keberadaan dan Peran Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di Masa Depan

465 views
Tidak ada komentar

Oleh Suparlan *)

Dewan Pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidiakn dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan rpasarana, serta pengawasan pendidikan apda tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.
(Pasal 56, ayat 2 UU Nomor 20 Tahun 2003)

Komite Sekolah/Madrasah sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tnaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
(Pasal 56, ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003)

Ibarat layar telah terkembang, pantang pulang sebelum menang. Itulah kira-kira ungkapan kata yang tepat untuk menggambarkan keberadaan dan prospek Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di Indonesia pada saat ini. Di negara Kanada konon terdapat Board of Education dan School Council. Di Australia Barat (West Australia) terdapat School Committee. Di beberapa negara bagian di Amerika Serikat juga terdapat Parent Teacher Association (PTA). Di negeri jiran Malaysia terdapat Persatuan Ibu Bapa dan Guru (PIBG). Di Indonesia sendiri mula-mula terdapat Persatuan Orangtua Murid dan Guru (POMG) dan kemudian terdapat Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3) yang pendiriannya, AD dan ART-nya telah disiapkan oleh pemerintah.

Seiring dengan dengan penerapan konsep otonomi daerah, sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka lahirlah lembaga mandiri sebagai wadah peran serta masyurakat yang bernama Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Kata orang bidan yang melahirkan lembaga ini adalah Bappenas, yang telah merumuskan Program Pembangunan Nasional (Propenas) menurut UU Nomor 25 Tahun 2000. Undang-undang adalah keputusan bersama antara pemerintah dan legislatif. Dengan kata lain, undang-undang adalah amat rakyat. Oleh karena itu, kelahiran DPKS merupakan kehendak rakyat, sebagai bapaknya. Sedang ibu yang melahirkan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah (DPKS) adalah Departemen Pendidikan Nasional, karena lembaga ini lahir berdasarkan Keputusan Mendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Apakah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah (DPKS) Sesuai Dengan Konsepsi Ilmu Pengetahuan?

Apakah kelahiran DPKS tersebut sesuai dengan konsepsi atau kaidah ilmu pengetahuan? Apakah lembaga mandiri ini selaras dengan teori dan substansi ilmu pengetahuan, misalnya dalam bidang pedagogi? Jawabannya jelas dan pasti.

Pertama, kelahiran DPKS selaras dengan konsepsi tripusat pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, yang menyebutkan bahwa proses pendidikan itu tidak hanya berlangsung di lembaga pendidikan sekolah, melalui telah diawali dalam pendidikan dalah keluarga, dan diteruskan dalam masyarakat. Pendidikan keluarga malah dipandang sebagai pendidikan yang pertama dan utama. Pendidikan masyarakat adalah pendidikan yang sebenarnya. Dapat ditunjukkan buktinya?  Pildacil (pemilihan da’i kecil) adalah salah satu bentuk pendidikan yang dilakukan dalam masyarakat. Akademi Fantasi Indonesia (AFI) adalah proses pendidikan yang sebenarnya. Masyarakat adalah ruang belajar atau universitas yang sebenarnya, sekaligus para pendidiknya. Para akademia yang telah terlibat dalam proses pemilihan calon artis penyanyi, harus mengikuti proses pembelajaran, dan sekaligus dinilai langsung oleh warga masyarakat yang ikut memberikan dukungan kepada peserta AFI. Walhasil, para akedemia telah mengikuti proses pembelajaran dan pelatihan dengan memperoleh bekal pengalaman yang dibuthkan oleh para peserta. Artinya, pendidikan memang hidup dari, oleh, dan untuk masyarakat. Keluarga, sekolah, dan masyarakat adalah obyek dan sekaligus subyek pendidikan.

Kedua, DPKS selaras dengan perkembangan paradigma baru hubungan antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Perkembangan paradigma itu dibedakan menjadi (1) paradigma lama (old paradigm), (2) paradigma transisional (transisitionl paradigm), dan (3) paragima baru (new paradigm). Dalam paradigma baru tentang hubungan antara keluarga, sekolah, dan masyarakat tersebut dijelaskan bahwa keluarga, sekolah, dan masyarakat merupakan satu kesatuan sistem hubungan yang sinergis, yang berusaha untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan dan sekaligus untuk meningkatkan mutu hasil belajar peserta didik, dalam rangka peningkatan mutu pendidikan nasional. Dengan kata lain, proses dan hasil pendidikan tidak hanya diserahkan secara bulat-bulat kepada sekolah, tetapi juga menjadi peran serta keluarga dan masyarakat.

Apakah DPKS Sesungguhnya Merupakan Lembaga Pemerintah atau Lembaga Masyarakat?

Pertanyaan kritis ini dilontarkan oleh naraumber kepada peserta workshop Dewan Pendidikan Tahun 2006 di Hotel Safari Garden, Cisarua, Bogor.  Ternyata, para peserta ada yang menjawab bahwa Dewan Pendidikan merupakan lembaga pemerintah. Alasannya, karena yang membentuk pemerintah, dan subsidinya juga berasal dari anggaran  pemerintah. Betulkah demikian? Kalau demikian, DPKS merupakan lembaga birokrasi pemerintah. Padahal, DPKS bukan lembaga birokrasi baru, meski pengurusnya sebagian berasal dari mantan birokrat.

Sesungguhnya DPKS bukan lembaga pemerintah, seperti dinas, bupati, walikota, camat, atau kelurahan sekalipun. DPKS merupakan lembaga masyarakat, dibentuk oleh, dari, dan untuk masyarakat. Memang, pembentukan DPKS difasilitasi oleh pemerintah. Tetapi, proses pembentukaannya sesungguhnya harus melibatkan masyarakat. Pengurusnya juga harus dipilih oleh masyarakat. Bukan dipilih oleh birokrat, dengan SK pejabat, dan bahkan digaji dengan struktur penggajian sesuai dengan ketentuan pemerintah.

DPKS merupakan lembaga mandiri, wadah peran serta masyarakat. Pengurus dan anggota lembaga ini dipilih oleh masyarakat, tidak berdasarkan tingkat pendidikannya, tingkat sosial ekonominya, tingkat kebangsawanannya, tetapi oleh tingkat kerelawanan dan kepeduliannya untuk menjadi agen atau pelaku dan wakil dari masyarakat, yang berjuang untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan.

Apakah DPKS memiliki posisi sebagai lembaga birokrasi, atau lembaga pelaksana atau Implementing atau Executing Agency pemerintahan?

Pertanyaan ini lahir dari keluh kesah beberapa pengurus DP Kabupaten/Kota pada acara workshop Dewan Pendidikan tahun 2006 yang lalu. Mereka mengajukan kelus kesahnya bahwa keberadaannya diumpamakan sebagai macan ompong, yang tidak memiliki gigi, karena tidak dapat menentukan kebijakan, tidak melaksanakan kebijakan itu, dan seterusnya. Oleh karena itu, keberadaan DPKS hanya sebagai pelengkap, yang kadang diperlukan, tetapi kadang juga dibuang. Dikatakan bahwa peran DPKS tidak dapat menjadikan DPKS menjadi lembaga yang memiliki posisi yang kuat. Jadi DPKS ibarat macan tidak bergigi.

Pasti, pengurus DPKS yang berfikir seperti itu adalah mantan pejabat yang mungkin terkena post power syndrom. Pengurus DPKS seperti ini maunya ingin menjadi pejabat kembali yang memiliki kekuasaan sebagai birokrat.  Padahal posisi DPKS memang bukan lembaga birokrasi pemerintahan yang menetapkan kebijakan, program, dan kegiatan pemerintahan. Sekali lagi, posisi DPKS memang bukan sebagai lembaga implementing atau executing agency. Oleh karena itu, pengurua DPKS juga bukan sebagai pejabat eksekutif. DPKS juga bukan sebagai anggota legislatif (pembuat undang-undang) seperti anggota DPR atau DPRD. Oleh karena itu, pengurus DPKS jangan bermimpi menjadi birokrat.

Kalau demikian, apakah DPKS memang tidak penting?  Keberadaan dan posisi DPKS dengan empat perannya merupakan lembaga yang justru amat penting, untuk mendampingi para birokrat, dengan kata lain menjadi mitra birokrat, agar para birokrat tidak tergelincir dalam melaksanakan tugas birokrasinya. Pada tingkat nasional, DP menjadi mitra dari presiden dan pembantunya (menteri pendidikan). Pada tingkat provinsi, DP menjadi mitra dari gubernur dan dinas pendidikan. Pada tingkat kabupaten/kota, DP menjadi mitra dari bupati/walikota dan dinas pendidikan tingkat kabupaten/kota, dan pada tingkat satuan pendidikan Komite Sekolah menjadi mitra dari kepala sekolah. Sekali lagi, DPKS merupakan lembaga mandiri, wadah peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan.

Lalu, apakah DPKS memang hanya cukup memiliki empat peran, (1) memberikan pertimbangan (advisory agency), (2) memberikan arahan dan dukungan (supporting agency), (3) mengontrol (controlling agency), dan (4) melakukan mediasi (mediating agency)?

Dalam era otonomi daerah, dan dalam model manajemen pemerintahan yang harus demokratis, transparan, dan akuntabel, empat peran DPKS tersebut memang menjadi kuncinya. Dalam era otonomi daerah, kewenangan dalam penentuan kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan pendidikan telah diserahkan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Pemerintah pusat hanya menetapkan standar dan norma pelaksanaannya. Oleh karena itu, agar pelaksanaan kewenangan pemerintahan di daerah sesuai dengan standar dan norma tersebut, maka DPKS harus memberikan perannya secara optimal. Kalau tidak, maka para pejabat di daerah akan cenderung menjadi tirani, menjadi raja-raja kecil yang dapat melakukan apa saja, termasuk KKN yang merajalela. Dalam posisi dan dengan empat peran itulah, maka DPKS dapat mendarmabaktikan dirinya sebaga wadah  peran serta masyarakat untuk memberikan pertimbangan kepada birokrat, memberikan arahan dan dukungan kepadanya, melakukan pengawasan sosial, dan melakukan mediasi antara pemerintah dengan masyarakat. Kalau peran ini dapat dilaksanakan secara benar dan optimal, insyaallah DPKS akan menjadi lembaga mandiri, dan menjadi wadah peran serta masyarakat yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.

Akhir Kata

DPKS memang sebagai lembaga yang baru lahir. Dalam perjalanannya masih memerlukan proses sosialisasi, fasilitasi, dan proses pemberdayaan, agar DPKS menjadi benar-benar menjadi lembaga yang kuat untuk dapat melaksanakan empat perannya secara optimal. Sifat-sifat kerelawanan dan kepedulian dari para pengurusnya akan diuji oleh masyarakat, untuk memperoleh respek dan kepercayaan dari masyarakat luas. Hanya dengan respek dan kepercayaan itulah DPKS akan dapat melaksanakan perannya secara optimal. Insyaallah.

*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com. Anggota Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah

Depok, 21 Juli 2006

Tags: Dewan Pendidikan, Komite Sekolah

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts

Puisi

Sebuah Interupsi

Oleh: Winaria Lubis, Dosen FKIP Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Tama Jagakarsa Jakarta Selatan.   Pada…