ArtikelPendidikan

Menaikkan Gaji dan Kesejahteraan Guru, Mengapa Tidak?

500 views
Tidak ada komentar

Oleh Suparlan *)

Guru yang baik, yang dengan kurikulum yang tidak terlalu baik pun, ia akan dapat menghasilkan lulusan yang baik (Analog dengan hakim dan jaksa yang baik, yang dapat menghasilkan keputusan yang baik)
Semua keberhasilan agenda reformasi pendidikan, pada akhirnya ditentukan oleh unsur yang berada di front terdepan, yaitu guru. Hak-hak guru sebagai pribadi, pemangku profesi keguruan, anggota masyarakat dan warga negara yang selama ini terabaikan, perlu mendapat prioritas dalam reformasi.
(Mohammad Surya)

Tanpa guru yang dapat dijadikan andalannya, mustahil sesuatu sistem pendidikan berikut acara kurikulernya dapat mencapai hasil sebagaimana diharapkan. Maka prasyarat utama yang harus dipenuhi bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar yang menjamin optimalisasi hasil ‘pembelajaran’ secara kurikuler ialah tersedianya guru dengan kualifikasi dan kompetensi yang mampu memenuhi tuntutan tugasnya.
(Fuad Hassan, Kompas, 28 Feburari 2000)

Membicarakan gaji guru pada masa lalu terkesan agak tabu. Seperti malah merendahkan martabat guru, karena nilainya hanya diukur hanya dengan sesuatu yang bersifat materi. Pada era transparansi sekarang ini, nilai-nilai sosial dan etika untuk membicarakan gaji guru tidak perlu harus dianggap tabu. Dedikasi dan gaji harus dipandang sebagai satu kesatuan yang masing-masing memiliki nilai yang sama. Dedikasi sangat penting, demikian juga gaji. Ibarat dua sisi mata uang, keduanya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain. Dengan demikian, tidak adil jika guru hanya dituntut untuk dapat meningkatkan dedikasinya, namun kebutuhan hidupnya tidak dipenuhi secara layak, yakni dengan gaji yang memadai.

Haruskah gaji pendidik dinaikkan? Apakah gaji pendidik memang menjadi satu mata rantai permasalahan pendidikan yang harus dipotong? Apapah gaji dapat menjadi titik masuk (entry point) untuk meningkatkan mutu pendidk dan tenaga kependiikan?

Ya, harus! Gaji yang memadai dan layak bagi kehidupan, bukan dengan konsep ongkos minimum yang sedang diluncurkan dengan sistem padat karya. Pendidik bukan tenaga padat karya, melainkan tenaga profesional, yang harus dihargai selaras dengan bidang pekerjaan dan keahliannya. Ada lima ciri pekerjaan dapat disebut sebagai profesi, yakni (1) punya fungsi dan signifiaksni bagi masyarakat, (2) memerlukan bidang keahlian yang spesifik, (3) diperoleh melalui bidang ilmu pengetahuan tertentu (body of knowledge), (4) memiliki organisasi profesi dan kode etik profesi,dan (5) memperoleh gaji yang memadai atas pelaksanaan pekerjaan sebagai pendidik dan tenaga kependidikan. Dari kelima syarat tersebut, hanya pada aspek gaji yang memamdailah yang belum sepenuhnya memperoleh perhatian yang secara cukup serius. Salah atu mata rantai masalah utama pendidik adalah gajinya. Mata rantai masalah tersebut adalah (1) kekurangan guru, (2) penyebaran guru, (3) mutu guru, dan (4) gaji guru. Untuk mengatasi masalah guru tersebut, salah satu mata rantai yang harus diputus untuk dipecahkan adalah gaji guru. Dengan kata lain, gaji guru dapat dipandang sebagai titik masuk (entry point) untuk memecahkan permasalahan guru.

Kalau gaji pendidik harus dinaikkan, bagaimana caranya?

Pertama, kenaikan gaji itu harus dilaksnaakan berdasarkan hasil uji kompetensi secara nasional. Oleh karena itu, instrumen uji kompetensi harus disiapkan secara matang, bukan hanya aspek akademisnya tetapi keseluruhan aspek kompetensi. Sudah barang tentu, uji kompetensi nasional ini harus dilaksanakan secara jujur dan diumumkan secara transparan. Guru yang telah memenuhi standar kompetensi kemudian dinaikkan gajinya secara nasional. Memang ada kesulitannya, karena status guru sekarang adalah pegawai daerah. Jadi, kenaikan gaji tersebut harus dibayarkan melalui anggaran yang disalurkan kepada pemerintah daerah. Ada masalah pasti ada pemecahannya.

Kedua, hasil uji kompetensi tersebut sekaligus sebagai alat untuk memilih guru yang akan mengikuti diklat TOT di tingkat nasional (PPPG), di tingkat provinsi (LPMP), dan di tingkat daerah (Badan Diklat Daerah) atau melalui organisasi pembinaan profesi seperti Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), dan Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKKS).

Ketiga, para pendidik dan tenaga kependidikan yang tidak memenuhi standar diberikan pilihan, berjanji untuk meningkatkan kompetensinya dengan mengikuti diklat, atau alih profesi ke bidang lain, atau pensiun dini. Pilihan itu harus menggunakan surat perjanjian.

Keempat, para pendidik dan tenaga kependidikan yang terpaksa harus beralih profesi atau pensiun dini tersebut harus segera dilakukan rekrutmen secara jujur dan transparan. Guru bantu diikutkan dalam rekrutmen secara nasional. Hasil rekrutmen ini segera ditempatkan ke daerah-daerah yang kekurangan guru. Yang tidak lulus, atau tidak dapat memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan, terpaksa harus mengakhiri masa kontrak sebagai guru bantu, atau dialihkan ke tenaga kependidikan lain, seperti teknisi sumber belajar, laboran, pustakawan, dan lain-lain.

Kelima, para guru yang belum memenuhi standar kompetensi, mereka harus mengikuti diklat di lembaga diklat atau atau pendidikan profesi di LPTK, dan setelah itu mereka harus disertifikasi atau mengikuti uji kompetensi ulang, untuk mendapatkan kenaikan gaji secara nasional.

Keenam, kenaikan gaji pada tahap selanjutnya akan mengikuti mekanisme standar yang berlaku sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kalau perlu mekanisme kenajikan gaji guru akan ditetapkan dengan ketentuan baru, terkait dengan standar kompetensinya.

Ketujuh, pembayaran gaji guru akan lebih bermakna jika dilakukan melalui jasa bank. Potongan gaji untuk asuransi pegawai negeri sipil, atau potongan lainnya, misalnya ada zakat profesi, semuanya dengan aturan tertulis dengan jelas. Di Malaysia, ada contoh potongan gaji pekerja yang disebut Kumpulan Wang Simpanan Pekerja (KWSP), dengan ketentuan 10% gaji ditambah 10% dari majikan (pemerintah atau swasta). Simpanan pekerja ini dapat diambil jika pegawai memerlukan dana nonkonsumtif, seperti akan membangun rumah, membayar uang kuliah anak, dsb.

Kebijakan apa saja yang dapat dilakukan, baik oleh pemerintah maupun oleh dunia usaha dan industri (DUDI) untuk ikut menaikkan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan?

Jika proses pembayaran gaji guru telah mulai lancar, pemerintah perlu mempersiapkan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan, seperti beberapa contoh berikut.

Pertama, memberikan allowance atau tunjangan untuk pembangunan rumah, kesehatan, istri/suami dan anak-anak, dan sejenisnya. Selama ini, pemerintah memang sudah mulai meluncurkan program seperti Bapertarum (untuk perumahan pegawai), asuransi pegawai negeri sipil. Dalam beberapa hal, ada pihak yang lebih menyukai tunjangan seperti ini dibandingkan dengan menaikkan gaji. Alasannya karena kebijakan tentang kenaikan gaji sering menjadi faktor pemicu adanya kenaikan harga. Bahkan, yang justru sering terjadi adalah harga-harga sudah keburu naik sebelum gajinya naik.

Kedua, selain dari pemerintah, tunjangan dapat dilakukan oleh pihak dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Sebagai contoh, ada bank yang telah memberikan bantuan modal kerja kepada guru yang berprestasi untuk mengadakan inovasi dalam pembelajaran, misalnya memberikan modal kepada guru untuk mengembangkan kerajinan tangan bagi para siswa di sekolah, untuk membuat berbagai macam boneka yang digunakan untuk media pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah. Contoh di luar negari, di negara tetangga Malaysia, guru yang akan memberli komputer pribadi, akan memperoleh diskon dari toko elektronik, asal guru itu dapat menunjukkan bukti bahwa ia masih aktif sebagai guru. Di Indonesia, bahkan PGRI pernah memberikan surat keterangan kepada guru untuk mendapatkan diskon untuk naik pesawat terbang dan kapal laut.

Ketiga, salah satu kebutuhan guru yang sering dikeluhkan oleh para guru adalah kebutuhan anggaran untuk dapat meneruskan pendidikan yang lebih tinggi. Biaya untuk meneruskan pendidikan seperti itu kebanyakan tidak didukung oleh kemampuan ekonomi guru. Itulah sebabnya, maka akan lebih baik jika ada pihak-pihak yang dapat memberikan loan bagi para guru untuk meneruskan kuliahnya, atau untuk mengambil pendidikan profesi yang dipersyaratkan dalam profesinya. Lagi-lagi di Malaysia, ada satu lembaga yang disebut sebagai Jabatan Perkhidmatan Awam (JPA) atau Kantor Pelayanan Umum yang memberikan beasiswa untuk warga negara Malaysia sendiri maupun warga negara asing untuk meneruskan pendidikan. Pada saat negara dalam keadaan krisis, lembaga ini konon mengubah kebijakannya dengan memberikan loan atau pinjaman lunak jangka panjang. Di beberapa negara juga terdapat tabungan pendidikan, yang dapat memberikan pinjaman kepada sesiapa yang akan meneruskan pendidikan. Setelah lulus, mereka akan mengembalikan pinjaman ini yang dipotong dari gaji di tempat ia bekerja. Di Malaysia, sistem ini dapat berjalan dengan baik, karena ketentuan hukum telah dapat dilaksankan dengan cukup baik. Hasil pengembalian loan tersebut secara berkesinambungan dapat digunakan untuk memberikan loan kepada yang lainnya.

Akhir Kata

Banyak jalan menuju Roma. Banyak jalan mencapai tujuan, dan yang penting dilakukan dengan mematuhi segala ketentuan. Banyak upaya dan cara yang dapat dilakukan untuk menaikkan gaji dan kesejahteraan bagi pendidik dan tenaga kependidikan. Yang pertama, perlu ada komitmen yang tinggi dari pihak pemerintah untuk meningkatkan perhatian terhadap pendidik dan tenaga kependidikan. Kurikulum, fasilitas pendidikan, termasuk buku pelajaran memang penting. Tapi yang jauh lebih penting dari semuanya itu adalah pendidik dan tenaga kependidikannya.

Cobalah renungkan kembali apa yang dikemukakan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang telah dinukilkan dalam awal tulisan ini. “Tanpa guru yang dapat dijadikan andalannya, mustahil sesuatu sistem pendidikan berikut acara kurikulernya dapat mencapai hasil sebagaimana diharapkan. Maka prasyarat utama yang harus dipenuhi bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar yang menjamin optimalisasi hasil ‘pembelajaran’ secara kurikuler ialah tersedianya guru dengan kualifikasi dan kompetensi yang mampu memenuhi tuntutan tugasnya” (Fuad Hassan, Kompas, 28 Feburari 2000). Mudah-mudahan.

*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.

Yogyakarta, 11 Juni 2005

Related Articles

Tak ditemukan hasil apapun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts

Puisi

Sebuah Interupsi

Oleh: Winaria Lubis, Dosen FKIP Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Tama Jagakarsa Jakarta Selatan.   Pada…