ArtikelBudayaDunia IslamPendidikan

Yang Penting Tidak Korupsi?

161 views
Tidak ada komentar

Oleh: Suparlan *)

Salah satu tragedi yang menjadi virus yang menggerogoti negeri tercinta Indonesia adalah korupsi. Untuk mengingatkan, ada lima tragedi! Pertama, tragedi nol buku. Kedua, tragedi korupsi. Ketiga, tragedi narkoba. Keempat, tragedi penelantaran dan pembunuhan anak-anak. Kelima, tragedi perpecahan anak bangsa. Bahkan kini menjadi yang keenam, yakni tragedi keteladanan, dan ketujuh, yakni tragedi asap.

Ketujuh tragedi tersebut, mudah-mudahan kita tetap berdoa mudah-mudahan tragedi tersebut cukup menjadi cobaan dan ujian. Untuk meningkatkan level kualitas negara dan bangsa menjadi negara yang besar, makmur, maju, dan sejahtera. Amin.

Ungkapan Yang Penting Tidak Korupsi Hanya Sebagai Strategi

Tetapi marilah kita tetap waspada dan bersabar. Tragedi korupsi tersebut kini dimanfaatkan sebagai strategi untuk tujuan yang lebih besar. Kini tragedi tersebut digunakan sebagai semboyan yang berdampak banyak, yakni Yang Penting Tidak Korupsi. Semboyan ini ternyata tidak untuk benar-benar memecahkan masalah korupsi. Tapi untuk tujuan sebagai strategi atau alat saja. Yang penting tidak korupsi hanya digembar-gemborkan menjadi strategi atau alat saja. Ungkapan “yang penting tidak korupsi” ternyata ditambah dengan embel-embel “tidak shalat tidak apa-apa.” Jadi, ungkapan manis “Yang Penting Tidak Korupsi” hanyalah sebagai strategi untuk melemahkan tujuan mencapai ketakwaan. Melemahkan semangat untuk mencapai tujuan yang lebih mulia. Melemahkan semangat untuk mencapai N-Ach (Need for Achievement) yang lebih tinggi. Teori N-Ach ini pertama kali ditemukan olah McClelland pada tahun 1961 dalam bukunya bertajuk The Achieving Society. Teori ing menjelaskan bahwa kebutuhan masyarakat bukan hanya sebatas kebutuhan tingkat rendah, yakni kebutuhan fisiologis (makan, pakaian, dan tempat tinggal) tetapi yang lebih penting adalah kebutuhan yang lebih tinggi, yakni need for achievement dan need for authority. Teori ini berkembang berdasarkan teori Piramida Kebutuhan oleh Abraham Maslow yang membagi lima macam kebutuhan, yang dapat digolongkan menjadi dua macam: 1) kebutuhan primer, dan 2) kebutuhan sekunder, sebagai berikut:

Sumber: www.google.com;

Teori psikologi menurut Abraham Maslow ini dijelaskan pada tahun 1943 dalam papernya berjudul A Theory of Human Votivation.

Berdasarkan teori ini, manusia memiliki kebutuhan, mulai dari yang mendasar sampai kebutuhan yang paling tinggi sebagai berikut:

1) fisiologis,

2) keamanan,

3) sosial,

4) harga diri, dan

5) aktualisasi diri.

Berdasarkan teori tersebut, kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yang pertama kali dikejar manusia, yakni makan, sandang, dan perumahan. Kebutuhan yang lebih tinggi adalah rasa aman, kebutuhan sosial, harga diri, dan aktualisasi diri.

Korupsi memang menjadi virus yang harus diberantas. Tidak peduli siapa pun orangnya. Para eksekutif, legislatif, dan yudikatif, artis, ketua partai politik, bahkan yang berkerudung memakai baju ustadz, maupun berbaju agamawan. Namun, jangan sampai upaya pemberantasannya digunakan untuk strategi untuk mencapai kebutuhan yang lebih tinggi, yakni aktualisasi diri untuk dapat duduk di kursi yang paling tinggi di negeri ini.

Itulah sebabnya, ada seseorang yang mengatakan “kalau saya siapa pun yang mempimpin negeri ini terserahlah, yang penting bisa hidup makmur, tidak kurang makan, sandang, dan papan.”  Pernyataan ini memang diamini oleh sebagian besar manusia. Teori inilah yang digunakan untuk strategi mengeruk kekuasaan dengan semboyan YANG PENTING TIDAK KORUPSI, bahkan TIDAK SHALAT TIDAK APA-APA. Bahkan semboyan ini akan diteruskan dengan semboyan YANG PENTING TIDAK KORUPSI, KAFIR PUN TIDAK APA-APA?

Semboyan ini benar-benar dimanfaatkan untuk mencapai kebutuhan yang paling tinggi tersebut, yakni aktualisasi diri. Memang syah-syah saja mencari kekuasaan. Itulah yang namanya persaingan dalam hidup ini. Tetapi ingat, semua amal manusia akan tercatat di buku kas kehidupan. Tercatat dalam microchip kehidupan, di tulang ekor manusia. Sesuai dengan hukum kekekalan energi, transaksi persaingan antarmanusia tersebut akan tercatat dalam buku kas kehidupan. Ibarat pesawat terbang, semuanya akan tercatat dalam black box kehidupan. Dalam Agama Islam, black box tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah tulang ekor manusia (HR. Al-Bukhari, Nomor 4935).

*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com;

Depok, 31 Oktober 2015.

Tags: Islam, korupsi

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts