Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah.
(Pasal 56 ayat 1 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/Kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis.
(Pasal 56 ayat 2 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan
(Pasal 56 ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
***
Pada tanggal 10 Desember 2012, Dewan Pendidikan Kabupaten Bogor telah mengadakan acara Silaturahmi dan Rapat Koordinasi Dewan Pendidikan dengan Komite Sekolah/Madrasah se Kabupaten Bogor. Luar biasa, acara ini ternyata telah dihadiri oleh lebih seribu Komite Sekolah lebih yang telah hadir dalam acara tersebut. Bahkan saya lihat ada peserta yang karena kehabisan tempat duduk terpaksa rela duduk di lantai ruangan Gedung Tegar Beriman yang besar itu. Salut kepada Dewan Pendidikan Kabupaten Bogor.
Komite Sekolah/Madrasah baru sekedar Formalitas
Mengawali acara tersebut, Bupati Bogor telah menyampaikan pidato yang amat membanggakan. Beliau sangat obyektif dalam memberikan penilaian terhadap eksistensi Komite Sekolah dewasa ini. Komite Sekolah/Madrasah dewasa ini masih sekedar formalitas. Dengan kata lain, sebagaimana istilah lama yang sudah sering diucapkan, keberadaan Komite Sekolah dewasa ini memang baru sampai sebagai “tukang stempel” jika kepala sekolah memerlukan pengesahan dari Komite Sekolah. Dengan kata lain, Komite Sekolah memang belum melaksanakan fungsi dan tugasnya secara optimal.
Dalam pidato pembukaan itu, yang sangat membanggakan adalah mengenai kepedulian Bupati terhadap pendidikan. Beliau tidak membeda-bedakan antara sekolah negeri dan swasta. Beliau juga mengakui tentang pentingnya peranan masyarakat dalam bidang pendidikan. Bahkan, beliau juga menitipkan pesan perlunya perhatian terhadap guru honorer yang selama ini telah memberikan sumbangsih untuk mendidik anak-anak bangsa.
Lima Pertanyaan
Setelah acara pembukaan selesai, acara selanjutnya adalah paparan dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor dan paparan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar yang kebetulan diwakili oleh konsultan individu dewan pendidikan dan komite sekolah. Setelah selesai kedua paparan tersebut, maka moderator membuka acara tanya jawab. Sebenarnya, banyak sekali Komite Sekolah yang akan menyampaikan pertanyaan dan tanggapan terhadap paparan tersebut. Namun, karena keterbatasan waktu yang telah ditentukan, moderator akhirnya hanya menerima lima penanya. Lima pertanyaan dari Komite Sekolah tersebut akan dijelaskan dalam uraian berikut ini.
Pertama, dari Komite Sekolah SMPN 2 Ciomas, tentang pengadaan LKS di sekolahnya. Apakah benar LKS tidak boleh lagi diadakan oleh sekolah? Kalau LKS tidak boleh diadakan, apakah para guu harus menyusun modul untuk proses pembelajaran? Dijelaskan oleh penanya bahwa ketiadaan LKS sebagai perangkat pembelajaran di sekolah ternyata telah berdampak negatif, yakni menurunkan peringkat kualitas sekolahnya.
Sebenarnya penyusunan LKS di sekolah merupakan kreativitas tersendiri dari guru di sekolah ini. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di sekolah keberadaan LKS memang perlu didukung oleh para pemangku kepentingan di sekolah. Untuk ini, anggaran untuk pengadaan barang dan jasa sebenarnya dapat dialokasikan oleh pengadaan LKS.
Kedua, pertanyaan tentang hukuman yang telah dilakukan oleh guru kepada siswa. Bagaimana perlindungan terhadap guru yang telah dilaporkan kepada pihak kepolisian, dan guru itu telah ditahan oleh aparat kepoliisian.
Hukuman kepada siswa memang tidak boleh dilakukan dengan semena-mena oleh guru. Reward dan punishment memang dapat menjadi alat pendidikan. Tetapi, hukuman itu memang harus dilaksanakan secara edukatif. Untuk sampai pada tingkat hukuman, pelaksanaannya perlu melalui proses edukatif yang bijak. Untuk ini, sekolah harus telah memiliki Tata Tertib Sekolah yang mengatur tentang peraturan dan ketentuan yang harus ditaati oleh semua warga sekolah, termasuk para siswanya. Tata tertib itu telah disepakati bersama antara pihak sekolah dengan orangtua/wali peserta didik pada umumnya, dan yang diwakili oleh Komite Sekolah. Bahkan siswa harus dilibatkan dalam penyusunan Tata Tertib Sekolah dan Tata Tertib Kelas. Budaya sekolah harus dibangun antara lain budaya mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, baik dalam kehidupan sekolah, keluarga, dan masyarakat. Selama budaya sekolah telah dapat dibangun oleh semua warga sekolah, maka sebenarnya pelanggaran oleh siswa tidak akan banyak terjadi, dan dengan demikian, guru juga tidak harus melakukan hukuman kepada siswanya.
Ketiga, pertanyaan dari Komite Sekolah SD Bojong I, tentang biaya keamaan di sekolah, dari mana anggarannya? Dari beberapa jenis anggaran yang tersedia menurut ketentuan, yakni belanja investasi, belanja operasi, dan belanja pribadi. Belanja operasi antara lain berupa belajaran pegawai, dan belanja barang atau jasa. Keamanan sekolah dapat dialokasikan dalam belanja barang dan jasa.
Keempat, pertanyaan tentang adanya sekolah yang belum mempunyai gedung sekolah. Dari mana anggaran akan diperoleh. Dalam hal ini, pemerintah dan pemerintah daerah, dan masyarakat mempunyai kewajiban untuk membangun gedung sekolah, termasuk jika ada gedung sekolah yang telah mengalami rusak, baik ringan, sedang, dan berat. Masalah sarana dan prasarana pendidikan harus menjadi salah satu prioritas yang harus dipenuhi oleh pihak pemerintah, pemerintah daerah, dan juga masyarakat. Jika disampaikan bahwa ada Komite Sekolah yang telah berhasil dapat membangun ruang guru, maka ini merupakan pelaksanaan fungsi Komite Sekolah yang kedua, yakni memberikan dukungan berupa tenaga, sarana dan prasarana pendidikan untuk sekolah.
Kelima, pertanyaan tentang adanya perbedaan data siswa di sekolah dengan data faktual siswa penerima BOS. Tentu saja data siswa di sekolah memang akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, perlu klarifikasi dan laporan tentang data pokok pendidikan (dapodik) yang harus dikirimkan secara periodik dari sekolah ke dinas pendidikan.
Pertanyaan lain adalah tentang perlu adanya Dewan Pendidikan Kecamatan, dan juga perlunya “uang kompensasi untuk Komite Sekolah. Dalam hal ini, keberadaan Dewan Pendidikan Kecamatan tidak disebutkan dalam, UU dan PP tidak menyebutkan tentang Dewan Pendidikan. Oleh karena itu usulan untuk membentuk Dewan Pendidikan Kecamatan sudah barang tentu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jalan kelaurnya, dapat dibentuk Forum Koordinasi Komite Sekolah (FKKS) di setiap kecamatan, yang keberadaannya dipandang sudah memadai untuk dapat menampung aspirasi dan masukan dari masyarakat. Sedangkan tentang “uang kompensasi Komite Sekolah” harus difahami bahwa pengurus Komite Sekolah bukan sebagai pegawai yang harus mendapatkan gaji. Oleh karena itu, jika dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya dipandang perlu adanya semacam uang lelah untuk pengurus Komite Sekolah, maka hal itu harus dibicarakan secara demokratis, transparan, dan akuntabel dengan pihak-pihak lain yang terkait.
Setelah acara ditutup oleh moderator, ternyata masih ada dua Komite Sekolah yang ingin menyampaikan pertanyaan. Pertanyaan itu sebenarnya berupa usulan agar di masa mendatang Dewan Pendidikan Kabupaten Bogor dapat mengadakan kegiatan untuk memberikan pemahaman kepada Komite Sekolah tentang fungsi dan tugasnya. Usulan ini diterima dengan tangan terbuka oleh Dewan Pendidikan Kabupaten Bogor. Dalam hal ini ada pertanyaan yang mengganjal, yakni kegiatan apa sebenarnya yang dapat dan harus dilakukan oleh Komite Sekolah. Tentu saja, program dan kegiatan Komite Sekolah harus disusun dalam rencana kerja tahunan, bahkan rencana strategis. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Komite Sekolah antara lain adalah: 1) memberikan pertimbangan kepada sekolah dalam penyusunan RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) atau yang sekarang disebut RKAS (Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah), penyusunan KTSP, penyusunan Tata Tertib Sekolah), dan masih banyak lagi yang lain.
Selain itu, ada Komite Sekolah yang mengusulkan agar RT dan RW dapat dilibatkan dalam upaya peningkatan kehadiran siswa di sekolah. Sebenarnya, hal ini cukup diwadahi oleh Komite Sekolah, karena pengurus Komite Sekolah terdiri atas tiga unsur, yakni: 1) orangtua atau wali peserta didik, 2) tokoh masyarakat, yang dalam hal ini termasuk RT dan RW, dan 3) tokoh pendidikan.
Refleksi
Kelemahan yang paling mendasar tentang pelaksanaan fungsi Komite Sekolah salah satunya adalah belum adanya kerja sama kemitraan Komite Sekolah dengan pihak yang terkait, termasuk dengan DUDI (dunia usaha dan dunia industri). Untuk dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya secara optimal, program kerja sama kemitraan Komite Sekolah dengan pihak-pihak yang terkait harus lebih digalakkan lagi.
Mudah-mudahan tulisan singkat ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat adanya. Amin.
Depok, 10 Desember 2012.
6 Komentar. Leave new
Kenapa harus ada komite sekolah yang kerjanya membuat program yang super hebat mau merenovasi sekolah menjadi megah, ingin dilihat hebat bergengsi, membeli mobil yang katanya untuk keperluan sekolah?. Yang lebih hebat lagi semua biaya dibebankan kepada orang tua siaswa yang tidak semua berpenghasilan cukup. dan super hebatnya lagi para siswa diancam bila tidak membayar yuran maka tidak diikutkan dalam ujian
saya hadir pada acara tgl 19 Agustus 2013 pada acar a rpat silaturahmi dan koordinasi dewan pendidikan & komite sekolah se kabupaten bogor.
REVITALISASI PENDIDIKAN KABUPATEN BOGOR DALAM MENYONGSONG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN.
1. Diamanatkan disini oleh UU Republik Indonesia Nomor 20 thn 2003 tentang Sisdiknas psl 1 ayat 1 adalah usaha sadar dan terrencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara”.
2. Yang dibutuhkan masyarakat bukan hanya berupa perubahan metode pengajaran, kurikulum, maupun manajemen sekolah tetapi revitalisasi mencari mata rantai yang terputus antara pelaku pendidik dengan pembuat kebijakan.
a. Prtanyaan saya terus bagaimana memformat kembali celah-celah kehidupan pendidikan ini agar bersinergi dari merbagai metode tadi ?
b. Keterampilan apa yang baik dan tepat sasaran untuk jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi ? Supaya nantinya dunia husaha yakin akan menyerap tenaga-tenaga hasil pendidikan kita baik dan bermutu.
terima kasih
Saya hadir dlm acara itu, untuk di ketahui oleh bapak; Dewan pendidikan kabupaten Bogor begitu agresif mengadakan acara tersebut karena pesan sponsor bupati yang akan mencalonkan lagi dalam PILBUP 2013, selama keberadaan dewan pendidikan, hingga detik ini tidak pernah ada komunikasi apapun kecuali acara tersebut.
Kelemahan eksistensi komite di sekolah, menurut saya di sebabkan karena;
1. AD/ART dibuat terkotak-kotak masing-masing sekolah, sebaiknya di pusatkan dan atau menjadi satu dengan dewan pendidikan yang tidak terpisahkan dalam satu kesatuan struktural sehingga ada kesamaan visi misi sesuai amanat undang-undang terkait.
2. Strutural kepengurusan komite pada umumnya di keluarkan berdasarkan SK kepala sekolah, hal ini tentu tidak rasional bagamana komite sekolah bisa menjalankan fungsinya karena secara moral sudah jelas seakan komite sekolah di bawah kendali kepala sekolah, oleh karena itu supaya kedudukannya menjadi sejajar bukan hanya di atur dlm ad/art tetapi ada pesan moral dari sk yang dikeluarkan, maka sebaikan di sk kan oleh dewan pendidikan kabupaten.
Semoga eksistensi pendidikan benar-benar bisa menjalankan fungsi sesuai amanat undang-undang, bukan menjadi team sukses pejabat terkait.
Terima kasih atas komentar Anda. Saya memperoleh informasi, DP Kabupaten Bogor akan mengadakan kegiatan serupa lagi dengan mengundang KS yang lebih banyak.
Berkenaan dengan AD/ART, semua organisasi — apa pun — biasanya memang harus membuat AD/ART. Demikian juga dg DP dan KS. Oleh karena itu, AD/ART tidak dapat ‘dipusatkan’ atau diserahkan kepada organisasi yang yang di bawahnya.
Berkenaan dengan SK KS yang diterbitkan oleh kepala sekolah, itu memang amanat PP Nomor 17 Tahun 2010 atau PP Nomor 66 Tahun 2010. Draft awal PP itu, SK KS tidak diterbitkan oleh kepala sekolah, tetapi diterbitkan sesuai dengan bunyi AD/ART-nya, misalnya oleh lembaga yang lebih tinggi, misalnya forum pemangku kepentingan sekolah. Tapi lembaga ini secara organisasi kan tidak ada. Yang ada misalnya Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota. Tetapi ketentuannya juga berbunyi “antara DP dan KS tidak mempunyai hubungan hierarkis, termasuk antara Komite Sekolah dengan Dinas Pendidikan. Masalah ini memang terjadi dengan SK Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota oleh bupati atau walikota. Jadi gimana lagi? Sementara ikuti saja amanat PP bahwa SK Komite Sekolah diterbitkan oleh kepala sekolah. Nanti, kalau ada perubahan UU dan PP, mudah-mudahan ketentuan tentang penerbitan SK Komite Sekolah dapat kita perbaiki sesuai dengan aspirasi Anda. Terima kasih.
saya sebagai anggota komite smaa negerin2 bangkalan hemat saya peran komite sangat besau untuk memajukan pendidikan din tingkat satuan prndidikan.Terutama dalam peran serta ikut mengawasi jalanya pembelajaran disekolah.Jadi blia ada sekelompok pendapat yang mengatakan komite sekolah hanya sebgai PELENGKAP PENDERITA itu tidak benar adanya.Namum juga harus dipahami sekolah juga haus memposisikan KOMITE SEKOLAH DENGAN BANAR .Artinya segala pagram harus melibakatn komite sekolah sebagi advisor,suport dan pengawasan.
Benar sekali Pak Agus. Belum semua pihak memahami tentang pentingnya eksistensi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Padahal kesistensi DP dan KS sudah jelas-jelas ada dalam Pasal 56 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Yah, itulah sebuah perjalanan panjang, dengan segala dinamikanya. Setiap episode perjalanan panjang itu kita akan melalui lorong panjang yang gelap, dan pada ujung lorong itu pasti ada secercah cahaya yang akan menerangi kita. Demikian kata Habibie dalam film Habibie-Ainun yang telah saya tonton semalam bersama istri saja. Salam kepada teman-teman Bangkalan.