Oleh Suparlan *)
Jalan terpenting untuk mempertinggi mutu sekolah-sekolah itu ialah mempertinggi mutu pendidiknya
(Mr. Muhammad Yamin)‘Aku masih seperti yang dulu’ merupakan hasil dari sistem pelatihan guru pada umumnya
(Mashari Subagiyono, Mantan Kepala PPPG Matematika Yogyakarta)Innovation is change that creates a new dimension of performance
(Peter Drucker: Hesselbein, 2003)
”Setelah melalui rangkapan panjang proses sertifikasi ISO dengan konsultan (dari) PT Asia Timur Konsultindo, akhirnya PPPG Matematika [Yogyakarta] dinyatakan lolos audit sertifikasi ISO 9001:2000 [dalam bidang Sistem Manajemen Mutu], yang dilakukan oleh Badan Sertifikasi SAI Global Indonesia”.
Demikianlah sekilas info yang disampaikan oleh redaksi Buletin LIMAS Edisi Nomor 17, Desember 2006 kepada pembaca dan keluarga besar PPPG Matematika Yogyakarta. Sekilas info tersebut sudah barang tentu menjadi berita bahagia tersendiri bagi seluruh keluarga besar PPPG Matematika, khususnya bagi jajaran pimpinannya.
Sebagaimana kita ketahui, PPPG berada di dalam lingkungan pembinaan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, karena tugas utamanya adalah untuk meningkatkan kompetensi guru matematika. Meski ISO yang diperoleh tersebut dalam bidang manajemen mutu, namun soal substansi pembelajaran matematika sudah barang tentu tetap akan menjadi bidang garapan utamanya. Oleh karena itu, amat pantas jika setiap saat PPPG Matematika selalu mempertanyakan kinerjanya tentang pengembangan inovasi pembelajaran matematika.
Pertanyaan Mendasar
Pertanyaan yang sering muncul di benak kita antara lain adalah ”apakah PPPG Matematika Yogyakarta telah berhasil mengembangkan satu model inovasi pembelajaran matematika yang lebih ampuh atau efektif untuk meningkatkan kompetensi guru matematika di tanah air? Inilah pertanyaan yang harus dijawab dan sekaligus menjadi tantangan bagi para petinggi di PPPG Matematika Yogyakarta pada umumnya, dan bagi para widyaiswara pada khususnya.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, berikut ini ditulis disampaikan satu pengalaman lapangan ketika penulis mengadakan kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) terhadap pelaksanaan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) di Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan. PPK adalah program kerja sama antara Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri, dengan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Salah satu kegiatan PPK adalah peningkatan kompetensi guru SD melalui peningkatan inovasi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PAKEM. Model pelatihan yang digunakan oleh PPK ternyata sangat berbeda dengan pelaksanaan kegiatan pelatihan pada umumnya, termasuk kegiatan pelatihan yang dilaksanakan pada lembaga inservice training, seperti di PPPG Matematika Yogyakarta.
Model Pelatihan
Model pelatihan yang telah dikembangkan oleh PPK dapat digambarkan sebagai berikut:
Sepuluh orang guru dari Kabupaten Barito Kuala (Batola) telah berada di Kabupaten Mojokerto. Tujuannya hanya satu, yaitu untuk belajar mengajar dengan pendekatan PAKEM. Mengapa tidak ke daerah lain yang lebih maju lembaga pendidikan sekolahnya? Seperti Jakarta, Surabaya, atau Malang? Biar tidak ada alasan bahwa para guru itu tidak dapat menerapkan inovasi pembelajaran itu karena perbedaan lingkungan daerahnya. Kabupaten Batola tidak sejajar dengan Jakarta, Surabaya, atau Malang.
Selama sepuluh hari, sepuluh orang guru itu memperoleh fasilitasi dari guru-guru SD di Kabupaten Mojokerta untuk melaksanakan PAKEM. Pada lima hari pertama, guru-guru dari Kabupaten Batola melihat secara langsung bagaimana para guru SD di Kabupaten Mojokerta membuat persiapan, menyiapan bahan ajar, menyiapkan media dan alat peraganya, dan juga melihat bagaimana mereka mengajar di depan kelas dengan model PAKEM. Selama lima hari berikutnya, guru-guru dari Kabupaten Batola melaksanakan sendiri proses pembelajaran di depan kelas, dengan fasilitasi langsung dari para guru-guru yang telah melaksanakan inovasi pembelajaran.
Sepulang ke Kabupaten Batola, sepuluh guru tersebut diharapkan tidak berkata lagi ”Aku Masih Seperti Yang Dulu”, karena mereka telah melihat sendiri apa yang dilakukan oleh para koleganya, dan kemudian telah pula melakukan sendiri apa yang dilakukan oleh para koleganya tersebut .
Sumber: Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimanatan Selatan
Akankah PPPG Matematika Yogyakarta, dan PPPG yang lain, hanya akan menutup mata untuk tidak melihat adanya model pelatihan yang mungkin lebih efektif? Akankah PPPG Matematia masih akan tetap menggunakan model pelatihan konventemional yang sejak dulu telah biasa dilakukan? Akankah PPPG Matematika akan selalu ”doing as usual”? Penataran dibuka dengan acara seremonial oleh pejabat. Lalu dilanjutkan dengan pretes. Selanjutnya dilaksanakan pelatihan sebagaimana biasa, dengan variasi metode ceramah, tanya jawab, simulasi atau praktik di laboratorium, atau kalau ada danyanya melakukan kunjungan ke sekolah model, menyusun program tindak lanjut (PTL), dan yang terakhir kegiatan penutupan, yang biasanya menjadi kegiatan yang paling dinanti-nantikan oleh seluruh peserta penataran. Dalam acara itu Kepala PPPG mengumumkan peserta terbaik dalam kegiatan itu. Tepuk tangan bergemuruh di aula atau gedung serba guna. Pernah suatu ketika peserta diberi oleh alat peraga buatan PPPG Matematika. Peserta penataran terlihat gembira menerimanya. Tetapi, apakah alat itu akan benar-benar digunakan oleh alumni penataran? Wallahu alam.
Pertanyaannya, apakah PPPG telah berhasil mengubah model pembelajaran matematika yang dilakukan oleh para guru, setelah mereka kembali ke sekolahnya masing-masing? Hanya Tuhan Yang Maha Tahu. Bahkan, seringkali Bapak Mashari Subagiyono, mantan Kepala PPPG Matematika selalu menyampaikan dalam pidato pembukaan bahwa pada umumnya para peserta kalau ditanya akan menjawab ”aku masih seperti yang dulu”.?
Mengingat kondisi seperti itu, maka pertanyaan yang diajukan pada awal tulisan ini tentu layak untuk menjadi pemikiran dari para petinggi di lembaga ini. Model yang telah dilakukan oleh PPK bisa menjadi bahan pelajaran berharga yang dapat dikembangkan lebih lanjut. Percuma saja, lembaga inservice training ini sengaja diberi nama Pusat Pengembangan, jika dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya tidak melakukan kegiatan pengembangan inovasi model pelatihan.
Akhir Kata
Ajaran kita menyatakan bahwa ”jika pada hari ini masih sama dengan hari kemarin, maka itu artinya merugi, dan jika hari ini justru lebih jelek dari hari kemarin, maka itu berarti satu kehancuran”. Jika kita tidak ingin merugi, maka pasti kita harus selalu mengadakan perubahan. Bukan hanya sekedar perubahan demi perubahan, melainkan perubahan demi perbaikan. Demikian Fuad Hassan, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan berpesan dalam tulisannya.
*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.Mantan Kepala Bidang Pelayanan Teknis, PPPG Matematika Yogyakarta.
Jakarta, Maret 2007.