ArtikelPendidikan

Pendidikan Karakter

768 views
17 Komentar

Oleh Suparlan*)

Aku bertanya, tetapi pertanyaan-pertanyaanku,
membentur meja kekuasaan yang macet,
dan papantulis-papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan.
(WS Rendra, dalam Sajak Pertemuan Mahasiswa)

Ilmu-ilmu yang diajarkan di sini,
akan menjadi alat pembebasan,
ataukah alat penindasan ?
(WS Rendra, dalam Puisi Sebatang Lisong)

Dalam acara peringatan Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei 2010, Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan tema “Pendidikan Karakter Untuk Keberadaban Bangsa”. Sungguh menjadi satu kejutan tersendiri bagi banyak orang yang sudah lama lupa dengan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang kini nyaris tinggal menjadi sebuah nama dalam perjalanan sejarah pendidikan masa lalu.

Dengan penetapan tema itu, banyak orang yang memberikan sambutan gegap gempita luar biasa, dengan menyebut sebagai satu kebangkitan pendidikan karakter di negeri ini, ketika negeri ini telah dihuni oleh banyak para pelaku korupsi, makelar kasus, dan video mesum. Korupsi, makelar kasus dan video mesum telah menjadi masalah besar yang dibahas setiap hari dalam acara televisi. Sungguh tema Hardiknas itu mengingatkan kita bahwa bangsa ini sudah menjadi bangsa yang sudah tidak civilized lagi. Itulah sebabnya maka upaya membangun bangsa yang beradab harus dilakukan melalui proses pendidikan.

Mengapa Melalui Pendidikan?

“Education is not a preparation of life, but it’s life itself”. Demikianlah pendapat John Dewey ketika beliau berusaha menjelaskan tentang ranah pendidikan yang sesungguhnya. Pendidikan adalah kehidupan. Oleh karena itu, benar kata WD Rendra dalam salah satu puisinya telah mempertanyakan tentang adanya “papan tulis-papan tulis para pendidik yang terlepas dari persoalan kehidupan”. Mengapa? Proses pendidikan di sekolah ternyata masih lebih mengutamakan aspek kognitifnya ketimbang afektif dan psikomotoriknya. Bahkan konon Ujian Nasional pun lebih mementingkan aspek intelektualnya ketimbang aspek kejujurannya. Konon tingkat kejujuran Ujian Nasional itu hanyalah 20%, karena masih banyak peserta didik yang menyontek dalam pelbagai cara dalam mengerjakan Ujian Nasional itu.

Dalam bukunya tentang Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences), Daniel Goleman mengingatkan kepada kita bahwa kecerdasan emosional dan sosial dalam kehidupan diperlukan 80%, sementara kecerdasan intelektual hanyalah 20% saja. Dalam hal inilah maka pendidikan karakter diperlukan untuk membangun kehidupan yang lebih beradab, bukan kehidupan yang justru dipenuhi dengan perilaku biadab. Maka terpikirlah oleh para cerdik pandai tentang apa yang dikenal dengan pendidikan karakter (character education).

Apa itu Karakter, Pendidikan Karakter, dan Sembilan Pilar Karakter?

Para pegiat pendidikan karakter mencoba melukiskan pilar-pilar penting dalam pendidikan karakter dalam gambar berikut.

9 Pillars
9 Pillars

Dari gambar tersebut jelas bahwa pendidikan karakter meliputi 9 (sembilan) pilar yang saling kait-mengait, yaitu:

  1. responsibility (tanggung jawab);
  2. respect (rasa hormat);
  3. fairness (keadilan);
  4. courage (keberanian);
  5. honesty (kejujuran);
  6. citizenship (kewarganegaraan);
  7. self-discipline (disiplin diri);
  8. caring (peduli), dan
  9. perseverance (ketekunan).

Dalam gambar tersebut, dijelaskan bahwa nilai-nilai dasar kemanusian yang harus dikembangkan melalui pendidikan bervariasi antara lima sampai sepuluh aspek. Di samping itu, pendidikan karakter memang harus mulai dibangun di rumah (home), dan dikembangkan di lembaga pendidikan sekolah (school), bahkan diterapkan secara nyata di dalam masyarakat (community) dan bahkan termasuk di dalamnya adalah dunia usaha dan dunia industri (bussiness).

Karakter Menurut Direktur Jenderal Mandikdasmen

Berkenaan dengan pengertian karakter, dalam tulisan di laman Mandikdasmen, Direktur tur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Suyanto, Ph.D menjelaskan sebagai berikut. Karakter adalah “cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara”.

Lebih lanjut, Prof. Suyanto, PhD juga menyebutkan sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal manusia, yang kelihatan sedikit berbeda dengan sembilan pilar yang telah disebutkan di atas. Sembilan pilar karakter itu adalah:

  1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya;
  2. Kemandirian dan tanggungjawab;
  3. Kejujuran/amanah,
  4. Hormat dan santun;
  5. Dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama;
  6. Percaya diri dan pekerja keras;
  7. Kepemimpinan dan keadilan;
  8. Baik dan rendah hati, dan;
  9. Toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

Pilar Karakter Menurut Westwood Elementary

Jumlah dan jenis pilar yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain, tergantung kepentingan dan kondisinya masing-masing. Sebagai contoh, pilar toleransi, kedamaian, dan kesatuan menjadi sangat penting untuk lebih ditonjolkan karena kemajemukan bangsa dan negara. Tawuran antarwarga, tawuran antaretnis, dan bahkan tawuran antarmahsiswa, masih menjadi fenomena yang terjadi dalam kehidupan kita. Perbedaan jumlah dan jenis pilar karakter tersebut juga dapat terjadi karena pandangan dan pemahaman yang berbeda terhadap pilar-pilar tersebut. Sebagai contoh, pilar cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya tidak ditonjolkan, karena ada pandangan dan pemahaman bahwa pilar tersebut telah tercermin ke dalam pilar-pilar yang lainnya. Itulah sebabnya, ada sekolah yang memilih enam pilar yang akan menjadi penekanan dalam pelaksanaan pendidikannya, misalnya digambarkan sebagai berikut:

6 Pillars Character – http://www.fisdk12.net

Dalam gambar tersebut, SD Westwood menekankan pentingnya enam pilar karakter yang akan dikembangkan, yaitu:

  1. Trustworthiness (rasa percaya diri)
  2. Respect (rasa hormat)
  3. Responsibility (rasa tanggung jawab)
  4. Caring (rasa kepedulian)
  5. Citizenship (rasa kebangsaan)
  6. Fairness (rasa keadilan)

Itulah sebabnya, definisi pendidikan karakter pun akan berbeda dengan jumlah dan jenis pilar karakter mana yang akan lebing menjadi penekanan. Sebagai contoh, disebutkan bahwa “character education involves teaching children about basic human values including honesty, kindness, generosity, courage, freedom, equality, and respect” (http://www.ascd.org). Definisi pendidikan karakter ini lebih menekankan pentingnya tujuh pilar karakter sebagai berikut;

  1. honesty (ketulusan, kejujuran)
  2. kindness (rasa sayang)
  3. generosity (kedermawanan)
  4. courage (keberanian)
  5. freedom (kebebasan)
  6. equality (persamaan), dan
  7. respect (hormat)

Pengertian karakter ini banyak dikaitkan dengan pengertian budi pekerti, akhlak mulia, moral, dan bahkan dengan kecerdasan ganda (multiple intelligence). Berdasarkan pilar yang disebutkan oleh Prof. Suyanto, Ph.D, pengertian budi pekerti dan akhlak mulia lebih terkait dengan pilar-pilar sebagai berikut, yaitu cinta Tugan dan segenap ciptaannya, hormat dan santun, dermawan, suka tolong menolong/kerjasama, baik dan rendah hati. Itulah sebabnya, ada yang menyebutkan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti atau akhlak mulia PLUS.

Terkait dengan kecerdasan ganda, kita mengenal bahwa kecerdasan meliputi empat pilar kecerdasan yang saling kait mengait, yaitu: (1) kecerdasan intelektual, (2) kecerdasan spiritual, (3) kecerdasan emosional, dan (4) kecerdasan sosial. Kecerdasan intelektual sering disebut sebagai kecerdasan yang berdiri sendiri yang lebih disebut dalam pengertian cerdas pada umumnya, dengan ukuran baku internasional yang dikenal dengan IQ (intellegence quotion). Sementara kecerdasan yang lainnya belum atau tidak memiliki ukuran matematis sebagaimana kecerdasan intelektual. Kecerdasan di luar kecerdasan intelektual inilah yang lebih dekat dengan pengertian karakter pada umumnya. Dalam hal inilah maka, sebagaimana dijelaskan Prof. Suyanto, Ph.D, kita memahami pernyataan Dr. Martin Luther King, tokoh spiritual kulit hitam di Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat, atau intellegence plus character. ”That is the goal of true education”, demikianlah tambahnya. Itulah tujuan pendidikan yang sebenarnya, yakni menciptakan manusia yang cerdas secara komprehensip, keseluruhan aspek kecerdasan ganda tersebut.

Dengan demikian, pengertian karakter sebenarnya merupakan bagian dari kecerdasan ganda yang dijelaskan Howard Gardner dengan teorinya kecerdasan ganda, yang meliputi tujuh macam kecerdasan yang sering disingkat SLIM n BIL, yaitu:

  1. Spatial (keruangan)
  2. Language (bahasa)
  3. Interpersonal (hubungan dengan manusia lain dan lingkungan)
  4. Music (musik)
  5. Naturalist (naturalis – sayang kehidupan alam)
  6. Bodily Kinesthetics (olahraga – gerak badan)
  7. Intrapersonal (hubungan dengan diri sendiri)
  8. Logical Mathematics (logikal –matematis)

Kedelapan tipe kecerdasan ganda menurut Howard Gardner tersebut terkait dengan potensi universal manusia yang perlu dikembangkan melalui pendidikan. Itulah sebabnya, amatlah tepat amanat Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan tentang empat tujuan negara ini didirikan. Salah satu tujuan itu adalah ”mencerdaskan kehidupan bangsa”, dalam arti menemukan dan mengembangkan potensi kecerdasan semua anak bangsa. Anak bangsa yang memiliki potensi kecerdasan spatial, didiklah menjadi arsitek yang handal. Anak bangsa yang memiliki potensi kecerdasan language, didiklah menjadi ahli bahasa yang hebat. Demikian seterusnya dengan potensi kecerdasan yang lainnya, sampai dengan potensi kecerdasan logical mathematics, didiklah menjadi intelektual yang handal.

Pengembangan ketujuh potensi kecerdasan tersebut, sudah barang tentu harus dibarengi dengan pembinaan karakternya. Arsitek yang handal sudah barang tentu harus memiliki enam atau sembilan pilar karakter yang telah disebutkan. Demikian seterusnya dengan potensi kecerdasan yang lainnya.

Anak-anak bangsa Indonesia harus dikembangkan semua potensi kecerdasan gandanya. Upaya inilah yang menjadi kebijakan utama pembangunan pendidikan nasional di negeri tercinta ini. Amanat mencerdaskan kehidupan bangsa harus selalu menjiwai setiap daya upaya pembangunan pendidikan. Tidak ada pendidikan, tidak ada pembangunan sosial-ekonomi. Demikian pesan Ho Chi Mien, bapak pendidikan bangsa Vietnam kepada aparat pendidikan di negaranya. Hanya dengan pendidikan, negeri ini akan dapat kita bangun menjadi negara dan bangsa yang memiliki daya saing yang setaraf dengan negara dan bangsa lain di dunia.

Nilai-nilai Karakter Menurut Pusat Kurikulum, Balitbang (Badan Penelitian dan Pengembangan) Kemdikbud

Terkait dengan upaya untuk mengembangkan materi kurikulum tentang pendidikan karakter, Pusat Kurikulum, Balitbang Diknas, telah merumuskan 18 (delapan belas) pilar nilai karakter yang harus dikembangan untuk anak didik di Indonesia. Kedelapan belas nilai beserta diskripsi untuk masing-masing nilai dapat dijelaskan dalam tabel berikut:

No Nilai Deskripsi
1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur Perilaku yang dilaksanakan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan
3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif Berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar
10. Semangat Kebangsaan Cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuai yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/ Komunikatif Tindakan yang memperhatikan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kekrusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Pendidikan Karakter dan Peningkatan Daya Saing Bangsa

Pilar karakter yang mana yang harus dikembangkan di Indonesia? Sesungguhnya semua pilar karakter tersebut memang harus dikembangkan secara holistik melalui sistem pendidikan nasional di negeri ini. Namun, secara spesifik memang juga ada pilar-pilar yang perlu memperoleh penekanan. Sebagai contoh, pilar karakter kejujuran (honesty) sudah pasti haruslah lebih mendapatkan penekanan, karena negeri ini masih banyak tindak KKN dan korupsi. Demikian juga dengan pilar keadilan (fairness) juga harus lebih memperoleh penekanan, karena kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak pendukung pemilukada yang kalah ternyata tidak mau secara legowo mengakui kekalahannya. Selain itu, fenomena tawuran antarwarga, antarmahasiswa, dan antaretnis, juga sangat memerlukan pilar karakter toleransi (tolerance), rasa hormat (respect), dan persamaan (equality). Untuk tujuan khusus, misalnya membangkitkan semangat bagi para olahragawan yang akan bertanding di tingkat internasional, maka pilar rasa percaya diri (trustworthiness) dan keberanian (courage) juga harus mendapatkan penekanan tersendiri.

Akhirnya, dengan pendidikan yang dapat meningkatkan semua potensi kecerdasan anak-anak bangsa, dan dilandasi dengan pendidikan karakternya, diharapkan anak-anak bangsa di masa depan akan memiliki daya saing yang tinggi untuk hidup damai dan sejahtera sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia yang semakin maju dan beradab.

*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.

Pustaka Acuan

  • Cooper, James (Ed.). 1986. Classroom Teaching Skills (Third Edition). Lexington: D.C. Heath and Company.
  • Rice, MJ (Konsultan IPS, Proyek P3TK-A). 1986. Modul-Modul Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk Kurikulum dan Pengajaran (draft).
  • Malang: Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
  • Sunarno. 2006. Penerapan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM) dalam Pembelajaran Matematika di SMP Negeri 3 Ajibarang Kabupaten Banyumas. Tesis Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
  • Suparlan. 2004. Mencerdaskan Kehidupan Bangsa: Dari Konsepsi Sampai Dengan Implementasi. Jogjakarta: Hikayat.
  • Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Jogjakarta: Hikayat.
  • Suparlan. 2006. Guru Sebagai Profesi. Jogjakarta: Hikayat.
  • Suyanto. 2006. Dinamika Pendidikan Nasional (Dalam Percaturan Dunia Global). Jakarta: PSAP Muhammadiyah.
  • Tenbrink, Terry D. 1986. dalam Cooper, James (Ed.). 1986. Classroom Teaching Skills (Third Edition). Lexington: D.C. Heath and Company.
  • Ubben, Gerald C. dan Hughes, Larry W. 1987. The Principal: Creative Leadership for Effective Schools. Newton: Allyn and Bacon, Inc.
  • UNESCO. 2004. Education for All: The Quality Imperative, EFA Global Monitoring Report 2005. Paris: UNESCO.
  • Dewey, John. 1920. Reconstruction in Philosophy. New York: Henry Holt and Company.

Jakarta, ditulis tanggal 10 Juni 2010.

Tags: Pendidikan Karakter

Related Articles

17 Komentar. Leave new

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts