Oleh Suparlan
Pada tanggal 19 Mei 2015, saya memperoleh tugas untuk menyampaikan paparan tentang Fungsi dan Tugas Komite Sekolah yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi yang bekerja sama dengan Dewan Pendidikan Provinsi Kepulauan Riau di Kota Batam.
Terobati hati ini rasanya setelah sekian lama Dewan Pendidikan Kota Batam telah agak tenggelam, pasca kepemimpinan Hardi Hood yang menjadi anggota DPD. Pada saat awal-awal pembentukan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota di Indonesia pada tahun 2003-an, program Dewan Pendidikan Kota Batam banyak menjadi incaran dari Dewan Pendidikan dari daerah lain, lantaran keunikan program yang dikenal dengan SABAS (Siap Aktif Bantu Sekolah). Program Dewan Pendidikan inilah yang telah melejitkan nama Kota Batam menjadi daerah tujuan studi banding oleh Dewan Pendidikan daerah lain di Indonesia. Sudahlah, itu memang menjadi masa lalu. Mudah-mudahan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ke depan dapat meningkatkan fungsi dan tugasnya secara lebih optimal. Yang paling penting adalah upaya agar Dewan Pendidikan Nasional segera dapat dibentuk, karena kehadirannya sungguh sangat ditunggu-tunggu oleh Dewan Pendidikan Provinsi, Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota, dan tentu saja oleh Komite Sekolah/Madrasah, termasuk Komite Sekolah yang hadir dalam pertemuan teknis ini.
Menjelang peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun 2015 kemarin, saya dapat bertemu dengan 400-an Komite Sekolah dari sekolah-sekolah dari kawasan Kota Batam. Masih seperti biasa, banyak terlihat peserta yang sudah berusia 50-an yang masih mencoba membangkitkan kembali organisasi Komite Sekolah yang menyandang status sebagai stempel sekolah ini. Inilah awal paparan saya tentang fungsi dan tugas Komite Sekolah.
Dari Senam Tangan Indonesia (STI) Sampai Aliran Teori Pendidikan
Sebagaimana biasa paparan tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah saya ini juga dengan STI (Senam Tangan Indonesia) untuk membangunkan semangat para peserta, karena waktunya memang agak-agak riskan karena kantuk para peserpta, yakni setelah makan siang. Syukur, dengan STI ini peserta menjadi lebih bersemangat, di samping karena ingin segera memperoleh materi tentang fungsi dan tugas Komite Sekolah, di samping ingin memperoleh pengetahuan dan praktik tentang kesehatan dengan STI.
Sepuluh gerakan dalam STI telah dijelaskan dan dipraktikkan oleh peserta. Gerakan-gerakan dengan prinsip akufungtur ini dilalapnya sudah. Di samping juga pengetahuan untuk mencocokkan potensi kecerdasan para peserta, apakah termasuk orang matematik (otak kiri) ataukah bukan orang matematik (otak kanan) dengan melihat posisi ibu jari ketika kedua belah tangan di satukan. Jika ibu jari kiri yang di atas, maka otak kananlah yang dominan. Sebaliknya jika ibu jari kanan yang di atas, maka yang dominan adalah otak kiri. Diminasi otak kanan artinya bukan matematik, seperti Bahasa dan kesenian atau sejenisnya. Sedang otak kiri artinya didominasi potensi matematik (suka akan hitung-menghitung). Cara ini lumayan penting untuk diterapkan untuk melihat potensi anak-anak atau peserta didik di masa depan. Sebagaimana kita ketahui, bakat atau potensi bawaan anak-anak atau peserta didik menjadi komponen penting proses pendidikan. Dalam teori nativisme, justru bakat dan potensi kemampuan anak menjadi faktor yang dominan. Dalam teori empirisme, pengaruh lingkungan memang lebih dominan. Teori yang menggabungkan keduanya dikenal dengan teori konvergensi, dan inilah teori yang banyak dianut.
Fungsi dan Tugas Komite Sekolah
Tusi (tugas dan fungsi) dan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) memang menjadi istilah yang sangat umum untuk menjelaskan apa yang harus dilaksanakan oleh organisasi apa pun, termasuk Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Berdasarkan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002, Komite Sekolah terkenal dengan empat perannya: 1) advisory agency (memberikan pertimbangan), 2) supporting agency (memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana pendididkan, 3) controlling agency (melaksanakan pengawasan) kepada pemerintah dan sekolah, 4) mediatory agency (menjadi penghubung antara masyarakat dengan pemerintah atau sekolah. Keempat peran Dewan Pendidikan tersebut sangat dikenal oleh para pejabat dan yang masih aktif dalam dunia birokrasi pendidikan. Keempat peran Dewan Pendidikan tersebut sangat terkenal. Bahkan lebih dikenal ketimbang tiga peran DPR sebagai 1) legislastion (membuat undang-undang), 2) budgeting (penganggaran), dan 3) controlling atau pengawasan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa setiap pasal undang-undang harus dijabarkan ke dalam Peraturan Pemerintah (PP), dan kemudian dijabarkan lebih lanjut ke dalam Perda, dan Permen. Itulah sebabnya, Pasal 56 UU Nomor 20 Tahun 2003 harus dijabarkan ke dalam PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam Pasal 192 (2) dijabarkan tiga fungsi Dewan Pendidikan: 1) memberikan pertimbangan, 2) memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, dan 3) melaksanakan pengawasan pendidikan.
Fungsi yang sama telah dijelaskan dalam Pasal 196 (1) tentang fungsi Komite Sekolah/Madrasah. Penjabaran secara lebih operasional tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah telah dijelaskan dalam buku Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Panduan Umum Komite Sekolah yang menjelaskan tentang hal-hal teknis operasional tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Di samping itu, juga telah diterbitkan Perkembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah, yang menjelaskan tentang perkembangan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Dalam kesempatan tersebut, juga dijelaskan bahwa jika dihitung sejak berdirinya Dewan Pendidikan pada tanggal 2 April 2002 sampai dengan saat ini, Dewan Pendidikan Nasional memang belum berhasil dibentuk. Melalui pertemuan teknis seperti ini, informasi tentang Dewan Pendidikan Nasional juga disampaikan kepada peserta agar peserta pertemuan teknik Komite Sekolah dapat memahami tentang proses dan mekanisme pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, termasuk Dewan Pendidikan Nasional.
Di samping paparan tersebut, dalam kesempatan ini juga disinggung tentang gagasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk membangun konsep Sekolah Sebagai Taman yang menyenangkan bagi anak sesuai dengan warisan Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantoro. Konsep ini sejalan dengan teori Paulo Freire tentang Pedagogy of the oppressed (Pendidikan yang membebaskan) dan konsep John Dewey yang menyatakan bahwa “Education is not a preparation of life, but it is life itself,” atau Pendidikan adalah bukan persiapan untuk kehidupan, tetapi sekolah adalah kehidupan itu sendiri. Dengan kata lain, sekolah adalah taman yang menyenangkan bagi anak.
Tindak Lanjut Pertemuan Teknis Komite Sekolah
Dalam pertemuan teknis Komite Sekolah/Madrasah ini dilanjutkan dengan paparan tentang Fungsi dan Tugas Komite Sekolah, dan diakhiri dengan acara tanya jawab antara peserta dengan penyaji. Dalam pertemuan ini diperoleh usul dan masukan antara lain sebagai berikut: 1) diusulkan agar pertemuan ini ditindaklanjuti dengan pembentukan Forum Komunikasi Komite Sekolah (FKKS), 2) ditindaklanjuti dengan pertemuan antara Kepala Sekolah dengan Ketua Komite Sekolah; dan 3) pelatihan secara lebih teknis lagi, misalnya menindaklanjuti agar dalam pengurus Komite Sekolah, agar guru (pendidik) tidak dilibatkan sebagai bendahara Komite Sekolah, karena guru secara langsung berada di bawah komando kepala sekolah.
Demikian laporan yang dapat disampaikan dari hasil Pertemuan Teknis Komite Sekolah Provinsi Kepulauan Riau, tanggal 19 Mei 2015 di Kota Batam.
*) Laman: www.suparlan.com. Surel: me@suparlan.com.
Jakarta, 21 Mei 2015.
Pelapor,
Suparlan
Konsultan Output Dewan Pendidikan
dan Komite Sekolah,