Oleh Suparlan *)
Pada tanggal 6 Desember 2006 yang lalu, Dewan Pendidikan Provinsi Nusatenggara Timur (NTT) telah mengadakan kegiatan Rapat Koordinasi Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota se Provinsi NTT. Penulis diminta untuk memberikan paparan bertajuk “Peran dan Prospek Dewan Pendidikan Di Masa Depan”. Setelah paparan disampaikan, dibukalah acara tanya jawab antara penyaji dengan peserta rapat. Inilah rekamannya.
1. Apakah SK tentang pembentukan Komite Sekolah tidak sebaiknya ditetapkan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota?
Dalam Kepmendiknas Nomor 044/U/2006 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ditegaskan bahwa “Komite Sekolah ditetapkan untuk pertama kali dengan Surat Keputusan kepala satuan pendidikan, selanjutnya diatur dalam AD dan ART” (halaman 61). Oleh karena itu, siapa yang akan menetapkan Komite Sekolah amat tergantung pada AD dan ART.
2. Apakah Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dapat membentuk Forum Komunikasi Komite Sekolah Kecamatan?
Hal tersebut diserahkan sepenuhnya kepada Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota, dengan catatan bahwa forum tersebut bukanlah sebagai badan mandiri yang berada di bawah Dewan Pendidikan. Forum tersebut dibentuk semata-mata sebagai media komunikasi antar Komite Sekolah dan Komite Sekolah dengan Dewan Pendidikan. Forum Komunikasi Komite Sekolah Kecamatan dapat dimanfaatkan oleh Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota sebagai wahana untuk pelaksanaan kegiatan pemberdayaan Komite Sekolah. Komite Sekolah Inti (KSIn) dapat saja dipilih untuk menjadi penanggung jawab Forum Komunikasi Komite Sekolah.
3. Dari mana anggaran untuk kegiatan operasional Komite Sekolah diperoleh?
Ambillah analog dari RPP tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang menyebutkan bahwa : (1) Pendanaan Dewan Pendidikan Nasional dapat berasal dari APBN atau sumber lain yang tidak mengikat, (2) Pendanaan Dewan Pendidikan Provinsi dan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dapat berasal dari APBD atau sumber lain yang tidak mengikat. Dengan demikian, pendanaan Komite Sekolah dapat berasal dari APBS dan sumber lain yang tidak mengikat.
4. Apakah tujuh langkah pembentukan Komite Sekolah, sebagaimana tertuang dalam Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dapat diperpendek prosesnya menjadi beberapa langkah saja?
Sejak awal Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 memang dimaksudkan hanya sebagai acuan. Bukan sebagai petunjuk teknis atau pun petunjuk pelaksanaan. Maknanya, apa yang termatub dalam Kepmendiknas, termasuk ketentuan tentang tujuh langkah pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidak secara kaku diterima mentah-mentah begitu saja. Dengan kata lain, tujuh langkah pembentukan Komite Sekolah tersebut dapat dikembangkan dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah dan sekolah masing-masing. Oleh karena itu, tujuh langkah tersebut dapat saja disederhanakan menjadi beberapa langkah saja, dengan catatan bahwa secara substansial ketentuan tersebut dapat digunakan dan dilaksanakan secara lebih bertanggung jawab.
5. Yang sering menjadi masalah antara Komite Sekolah dengan pihak Kepala Sekolah antara lain adalah tentang batas kewenangan antara keduanya. Bagaimana masalah tersebut diatur dalam ketentuan yang ada?
Batas kewenangan antara Kepala Sekolah dan Komite Sekolah seharusnya tidak akan bertabrakan dalam praktik pelaksanaan di lapangan. Batas kewenangan Kepala Sekolah sesungguhnya telah diatur dengan ketentuan yang berlaku. Sedang kewenangan Komite Sekolah diatur tersendiri dalam Buku Acuan, Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah; dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Masalah disharmoni antara Komite Sekolah dengan Kepala Sekolah pada umumnya terjadi karena rendahnya pemahaman tentang peran dan fungsi Komite Sekolah.
6. Oleh karena Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan lembaga masyarakat, apakah tidak sebaiknya jangan menggunakan AD/ART, tetapi lebih baik menggunakan apa yang disebut ‘Pedoman Organisasi”?
AD/ART pada hakikatnya juga sebagai pedoman organisasi. AD/ART merupakan pedoman organisasi politik sebenarnya merupakan persepsi yang salah. Lembaga masyarakat juga memerlukan adanya AD/ART. Meskipun demikian, sebagai nama generik, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat saja menggunakan istilah “Pedoman Organisasi”. Sebagai contoh, pedoman organisasi di perguruan tinggi dikenal dengan “statuta”. Beberapa Komite Sekolah di Kanada menyebutnya dengan “konstitusi”. Jadi pada hakikatnya “Pedoman Organisasi” sama saja dengan AD dan ART.
7. Faktor apakah yang sebenarnya menjadi penentu “kewibawaan organisasi” Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah?
Kewibawaan organisasi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidak hanya ditentukan oleh statusnya yang kuat dalam perundang-undangan yang berlaku. Dari segi ini Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah mempunyai status yang cukup kuat karena termaktub dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang nanti akan dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Yang lebih penting dari semua itu, kewibawaan organisasi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah lebih terletak pada pelaksanaan peran dan fungsinya agar benar-benar dapat dirasakan manfaatnya bagi upaya peningkatan mutu layanan pendidikan.
8. Beberapa Sekolah Swasta mendudukkan Yayasan sebagai Komite Sekolah. Bahkan di antara Yayasan tersebut telah menandatangani laporan penerimaan dana BOS atas nama Komite Sekolah. Apakah sebenarnya Yayasan dapat memposisikan diri sebagai wakil dari orangtua siswa dan masyarakat (Komite Sekolah)? Bagaimana seharusnya?
Yayasan yang mengatasnamakan Komite Sekolah sama sekali tidak benar. Yayasan adalah pemilik lembaga pendidikan sekolah. Sementara Komite Sekolah adalah wadah peran serta masyarakat. Komite Sekolah, dalam hal ini, adalah representasi dari orangtua dan masyarakat yang memperoleh layanan pendidikan dari yayasan atau pemilik sekolah tersebut. Kepala Sekolah dan jajarannya di sekolah merupakan pelaksana kebijakan yayasan. Sementara Komite Sekolah adalah lembaga yang mewakili orangtua dan masyarakat yang memperoleh layanan pendidikan dari pihak Kepala Sekolah dan jajarannya. Jika layanan pendidikan yang diberikan kepada pihak orangtua dan masyarakat tidak memuaskan, maka Komite Sekolah dapat melaksanakan peran mediator antara orangtua dan masyarakat dengan pihak sekolah atau langsung kepada pihak pemilik sekolah (yayasan). Dengan demikian, yayasan tidak dapat mewakili orangtua dan masyarakat, yang dalam hal ini diwakili oleh Komite Sekolah), karena keduanya memiliki status yang sama sekali berbeda.
9. Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah seharusnya dapat mengembangkan jejaring (networking) dengan semua komponen yang terkait dengan upaya peningkatan mutu layanan pendidikan. Benarkah demikian?
Ya, benar sekali. Dalam era teknologi informasi, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah harus mampu mengembangkan jejaring (networking), terutama dengan institusi yang terkait, untuk dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal. Oleh karena itu, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah didorong untuk terus dapat menjalin hubungan kemitraan dan kerja sama sinergis dengan institusi terkait dalam rangka pelaksanaan peran dan fungsinya secara optimal. MOU Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dengan DUDI adalah contohnya. Di sisi lain, DUDI sebenarnya memang memiliki CSR (corporate social responsibility), tentu saja termasuk untuk pendidikan.
10. Kegiatan apa saja yang harus dilakukan agar Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat memiliki kemampuan untuk memberikan pertimbangan kepada daerah dan satuan pendidikan?
Untuk dapat melaksanakan perannya sebagai pemberi pertimbangan, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah harus lebih banyak melakukan kajian atau analisis berbagai masalah pendidikan di daerah dan satuan pendidikan. Mana mungkin Dewan Pendidikan atau Komite Sekolah akan dapat memberikan pertimbangan, jika tidak mempunyai bahan kajian yang cukup untuk itu.?
*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com. Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Jakarta, 11 Desember 2006