BukuPendidikan

Alkisah

124 views
Tidak ada komentar

Buku? Adik ipar saya, Bayu Indrajati, menertawai saya karena punya banyak buku yang saya simpan rapi di rak buku terbuat dari jati. Bukan hanya itu. Juga karena saya suka menulis buku, dan ikut tejejer rapi di rak buku itu. Bahkan saya memiliki buku lama, pemberian dari Prof. Dr. MJ. Rice, seorang guru besar Emiretus dari Georgia University, seorang yang telah membantu saya untuk dapat tugas belajar di University of Houston pada tahun 1987 – 1988. Buku-buku tersebut berbahasa Inggris, yang tidak semua orang bisa membacanya. Saya sekali waktu membukanya untuk mencari sumber untuk menulis buku. Sekali lagi, adik ipar itu menertawakanku. Untuk apa mas? Saya pensiun dini dari Dinas Sosial, dan buku-buku saya tentang peraturan-peraturan pemerintah dan dokumen-dokumen tentang pekerjaan saya selama menjadi pegawai Dinas Sosial, sudah saya berikan kepada tukang loak. Saya tidak lagi menggunakan buku-buku itu.

Saya mendengarkan penjelasan adik ipar saya sambil mengangguk-anggukkan kepada. Memang ada benarnya. Buku saya yang banyak itu pun tidak semua dibaca. Maklum bangsa kita belum memiliki budaya baca. Bangsa kita masih memiliki budaya “ngrumpi”, celoteh saya sini. Sekali lagi penjelasan adik ipar itu memang ada benarnya. Apa lagi semua informasi itu sudah dapat kita cari dari internet dengan sangat mudah. Tinggal klik saja, semua bisa kita unduh dari Paman  Google. Bahkan, Encyclopedia yang tebal-tebal yang kita miliki sekarang dapat kita unduh dari internet. Bahkan, konon Wikipedia buatan pembacanya yang rajin mengunggahnya.

Pendek kata, internet telah menjadi saingan yang tidak terelakkan dari buku. Oleh karena itu, saya tidak terlalu fokus lagi dengan kerja keras untuk menulis buku. Saya sedang belajar bagaimana membuat buku elektronik atau yang dikenal dengan e-book, atau tulis saja ebook. Selain itu, tulisan-tulisan saya telah saya unggah di laman pribadi saya www.suparlan.com. Oleh karena itu, ketika koran tidak dapat memuat tulisan saya, maka saya tidak ambil peduli, karena saya langsung akan mengunggahnya di laman pribadi. Dengan laman pribadi, saya mengetahui siapa saja pembacanya, saya mengatahui kritiknya terhadap tulisan saya. Saya mempunyai hobi baru untuk membuka laman pribadi dan berkomunikasi dengan mudah dengan para pembaca. Hobi ini menjadi proyek kebahagiaan dalam kehidupan saya.

Para pembaca, inilah ebook pertama saya, berjudul ALKISAH. Ebook ini berisi kumpulan cerita yang berkisah tentang perikehidupan manusia, yang mudah-mudahan dapat menjadi pelajaran bagi diri saya pribadi dan bagi para pembaca. Cerita itu saya kumpulkan dari cerita yang saya dengarkan ketika mendengarkann kajian Islam di masjid, kuliah tujuh menit di masjid, dan juga dari beberapa buku dan sumber lain yang saya kumpulkan dan kemudian saya tulis sendiri dalam ebook ini. Ibarat seorang pemulung, saya boleh disebut sebagai pemulung kisah, yang saya tulis menjadi ebook bertajuk ALKISAH ini. Semoga bermanfaat. Selamat membaca.

 

Drs. Suparlan. M. Ed.
ALKISAH

 

 

 

 

 

 

 
PENERBIT BESTARI
Taman Depok Permai, Blok D Nomor 6
Depok II Timur, Kota Depok
2014

PENGANTAR
Kata “Alkisah” biasanya ………. biasanya digunakan untuk mengawali sebuah cerita yang telah terjadi. Biasanya cerita semacam ini sungguh sangat menggugah hati, mengandung hiba di hati, menggugah semangat yang biasanya diceritakan dengan bahasa penuh makna. Inilah ebook yang saya coba tulis kali ini, karena mencetak buku biasanya memerlukan proses yang panjang. Sementara untuk bikin ebook tidak memakan banyak waktu. Cukup ketik dan langsung dapat diunggah di internet. Just that’s it. Selesai. Demikianlah kelebihan ebook dibandingkan dengan buku biasa. Boleh juga dibuat seperti ini. Untuk mengunduh buku ini, pembaca mungkin perlu melakukan syarat-syarat tertentu seperti yang diminta dalam ebook ini. Demikianlah ebook ini. Memang, dewasa ini dunia ini telah menjadi kampung kecil tanpa batas.

Buku yang ditulis, dan kemudian dicetak oleh penerbit dan kemudian diedarkan oleh penerbit agar sampai ke tangan pembaca. Mengunggah ebook oleh penulis sampai ke internet memakan waktu tidak terlalu lama seperti mencerak buku dari naskah buku sampai ke tangan pembaca. Mengunduh ebook dari internet ke tangan pembaca hanya memerlukan waktu menitan saja. Namun, untuk ini pembaca memang harus melek komputer. Tidak sama dengan membaca buku, yang penting bisa beli buku dan kemudian bisa membaca, tidak buta huruf. Itu saja.

Ebook ini bertajuk ALKISAH, karena menjelaskan beberapa cerita pendek yang penulis peroleh dari kegiatan ceramah, kajian, kultum, dan bahkan dari sumber-sumber lainnya, baik media cetak maupun media elektronik lainnya. Cerita dalam ebook ini mudah-mudahan dapat menjadi bahan pelajaran bagi pembaca, termasuk bagi penulisnya sendiri. Selamat membaca. Amin.

Depok, 1 September 2014.
DAFTAR ISI
PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
ALKISAH 1: MENCARI TAMBATAN HATI 1
ALKISAH 2: MEMILIKI KUNCI SURGA 2
ALKISAH 3: SEMUA KARENA AMALNYA 3
ALKISAH 4: MERASA TENANG SETELAH MELAKUKAN SHALAT 4
ALKISAH 5: KISAH PEMUDI YAHUDI YANG MEMELUK ISLAM 5
ALKISAH 6: UKHUWAH IMANIAH 7
ALKISAH 7: LUQMAN’ADVICE TO HIS SAON (PART 1 OF 2) 10
SOLUTION FOR 21ST CENTUREY PARENTS 10

ALKISAH 1: MENCARI TAMBATAN HATI

Adalah seorang perjaka yang menyadari sepenuhnya bahwa dirinya bukanlah menjadi perjaka yang handsome, yang didambakan banyak perawan di daerahnya. Sang perjaka ini juga menyadari sepenuhnya bahwa dirinya tidak menjadi anak dari orang yang berkecukupan. Jadi selain tidak cakep, dia pun menyadari tidak kaya.
Namun, sebagai manusia biasa, sang perjaka ini mempunyai ciita-cita mulia, bahkan, setinggi langit, yakni dapat memiliki pasangan yang bukan saja cantik dan shalehah, tetapi juga seorang perempuan yang kaya. Boleh jadi, mana ada seorang perjaka yang tidak ganteng, dan pula tidak kaya, akan dapat memetik bunga, seorang perawan yang bukan saja cantik dan molek, dan perawan yang kaya pula.
Bagi si perjaka ini, semuanya insyaallah dapat terjadi, karena Allah Swt adalah maha pengasih dan maha penyayang, di samping maha kuasa dan maha bijaksana. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Semua ketentuan berada di tangan-Nya. Allahu Akbar. Allah Maha Besar.
Setiap saat sang perjaka ini memohon kepada-Nya. “Ya Allah temukan hamba ini dengan tambatan hati yang cantik, sholeh, dan juga kaya”. Hamba-Mu ini menyadari bahwa adalah seorang perjaka yang bukan saja tidak ganteng, tidak terlalu sholeh, juga tidak pula kaya. Namun demikian, perkenankanlah hamba-Mu ini dapat mencari tambatan hati yang bukan saja shalehah, tetapi juga cantik, dan juga kaya. Inilah do’a yang senantiasa hamba panjatkan kepada-Mu, ya Allah Swt.
Demikianlah do’a yang selalu dipanjatkan kepada Allah Swt setiap saat, setiap selesai shalat, dan setiap shalat di sepertiga malamnya. Sang perjaka yakin bahwa Allah Swt tidak pernah lupa akan setiap do’a yang dipanjatkan dari hamba-Nya. Tidak ada do’a yang tidak terbalas. Sang perjaka yakin bahwa Allah Swt senantiasa akan membalas do’a setiap hamba-Nya.
Dalam perjalanan do’a yang dipanjatkan kepada-Nya, sang perjaka senantiasa menjalin persahabatan dengan teman-teman sebaya untuk sekaligus — barangkali — dapat menemukan tambatan hati sebagaimana yang dicita-citakan. Tetapi, suatu ketika saat sedang berjalan-jalan di suatu kawasan, sang perjaga dikejar anjing liar yang secara tak disangka-sangka menggigit kaki sang perjaka. Mengucur darah segar dari kakinya, dan akhirnya sang perjaka tidak sadarkan diri. Para penolong pun segera berdatangan. Melihat kondisi sang perjaka yang menghawatirkan, akhirnya sang perjaka kemudian dibawa ke rumah sakit untuk segera memperoleh perawatan di ruang ICU di rumah sakit tersebut. Salah seorang perawat telah bertugas untuk merawat sang perjaka yang digigit anjing liar tersebut.
Singkat kata, pertemuan sang perjaka di rumah sakit dengan seorang perawat di rumah sakit tersebut telah melahirkan jalinan kasih di antara keduanya. Sang perjaka jatuh cinta kepada perawat yang telah merawat dirinya. Sang perawat telah mengimbangi rasa cinta antara keduanya. Akhirnya do’a sang perjaka dikabulkan. Sang perjaka telah menemukan tambatan hatinya dengan seorang perawat yang tidak saja cantik, tetapi juga sholehah, dan juga kaya. Inilah hikmah yang kemudian disadari oleh Sang perjaka, bahwa Allah Swt senantiasa menjawab setiap do’a dari hamba-Nya. Digigit anjing ternyata telah menjadi jalan untuk menjawab do’a-do’a dari sang perjaka. Subhanallah. Alhamdulillah. Allahu akbar.

Sumber: Mendikbud, Muhammad Nuh, Kultum shalat Dhuhur di Masjid Baithut Tholibin, Kemendikbud, Jakarta.
ALKISAH 2: MEMILIKI KUNCI SURGA
Alkisah, suatu saat Rasulullah Saw sedang mengadakan tabligh di suatu Masjid di suatu kampung. Inilah satu kebiasaan yang dlakukan oleh Nabi. Para sahabat dan handai taulan pun berdatangan untuk memperoleh tuntunan atau petunjuk langsung dari Nabi. Dalam acara tabligh yang disampaikan oleh Rasulullah Saw tersebut hadir seorang sahabat, dan setelah usai tabligh, sahabat tersebut lebih dahulu pulang mendahului kepulangan Rasulullah.
Serta mesra bersamaan dengan kepulangan sahabat tersebut, Rasulullah Saw memberikan penjelasan bahwa sahabat tersebut sungguh memiliki kunci surga yang dapat diteladani bersama. Acara pun selesai, dan hadirin pulang dengan membawa pertanyaan masing-masing yang masih tersimpan di hati yang paling dalam, yakni apakah yang dimaksud dengan kunci surga tersebut?
“Apakah gerangan yang dimaksud dengan kunci surga yang dimiliki seorang sahabat bernama si Fulan tersebut? Inilah pertanyaan yang belum dijelaskan oleh Rasul. Kunci surga apakah itu? Untuk memperoleh jawaban terhadap pertanyaan tersebut, beberapa sahabat ada yang berusaha untu melakukan investigasi secara diam-diam dengan melihat keadaan sehari-hari sahabat si Fulan. Amalan apakah yang dilakukan oleh si Fulan?
Beberapa sahabat berusaha untuk mengetahui apa sebenarnya amalan si Fulan sehingga Nabi menyatakan si Fulan telah memiliki kunci Surga. Ketika mengamati kehidupan sehari-hari si Fulan, ternya tidak dapat ditemukan amalan yang berbeda secara signifikan dengan sahabat yang lain. Jika si Fulan memiliki amalan sadakoh, para sahabat pun telah memiliki amalan tersebut. Sebaliknya jika para sahabat memiliki amalan shalat Dhuha, maka si Fulan pun juga memilikinya. Pendek kata tidak ada amalan yang secara signifikan berbeda antara para sahabat pada umumnya dengan amalan si Fulan. Lalu, amalan apa yang dimiliki si Fulan, sehingga si Fulan disebut memiliki amalan kunci Surga? Amalan apakah itu gerangan? Para sahabat Nabi terus menerus bertanya di dalam hati, dan ingin menanyakannya kembali nanti kepada Rasulullah Saw.
Pada suatu hari, tibalah saatnya para sahabat mengajukan pertanyaan itu kepada Rasulullah. Apakah gerangan kunci Surga yang telah dimiliki si Fulan?
Singkat cerita, setelah para sahabat tidak dapat menemukan satupun indikator si Fulan disebut sebagai penghuni surga, akhirnya Rasulullah menjelaskan bahwa amalan yang secara istiqamah dilakukan olh si Fulan adalah “memberikan maaf yang selalu beliau ucapkan menjelang tidur”. Amalan ini dilakukan oleh si Fulan secara istiqamah pada saat menjelang tidur. Kisah ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa ternyata memberi maaf merupakan prestasi seseorang yang akan menjadi bekal utama sebagai penghuni surga. Bukan hanya meminta maaf kepada sesamanya. Bukan meminta maaf saja yang terpenting adalah memberikan maaf secara ikhlas sebelum orang lain memintanya.

Sumber: Dari Minal Aidin Wal Faizin Sampai ke Taqabbalallahu Minna Wa Minkum dalam www.suparlan.com.
ALKISAH 3: SEMUA KARENA AMALNYA
Semua kejadian memiliki hikmah yang terkandung di dalamnya. Demikianlah apa yang dapat dipetik dari pesan seorang ahli hikmah. Kisah menarik berikut ini juga termasuk dari hikmat yang terkadung di dalamnya. Kisah berikut ini dapat kita jadikan sebagai ibrah (pelajaran) bagi kita sebagai manusia bahwa semua kejadian yang menimpa diri kita sebenarnya tidak lebih dan tidak kurang dari amal yang telah, sedang, dan akan kita lakukan.
Alkisah ada seorang Raja Yang amat bijaksana. Ada tiga orang punggawa yang dipanggil menghadapnya. Entah titah apa yang akan diterimanya. Ketiga punggawa tersebut telah diberikan masing-masing satu karung yang sama besarnya. Bukti keadilan yang diterima. Dengan masing-masing karung yang sama tersebut, mereka diminta untuk mengumpulkan buah-buahan apa saja yang tersedia di seluruh kawasan kerajaan tersebut. Tentu saja, salah satu punggawa itu ada yang sangat rajin dan amanah. Salah satu punggawa ada pula yang setengah-tengah, kadang-kadang rajin dan manah, tetapi kadang-kadang ada yang sebaliknya. Di samping itu, ada pula punggawa yang sama sekali tidak rajin dan tidak amanah, dan cenderung melalaikan tugasnya.
Punggawa yang kedua adalah seorang pungawa yang rajin dan amanah. Dia telah melaksanakan tugas sang raja dengan sangat baik. Dia telah mengumpulkan semua buah yang ranum, yang baik-baik. Tidak ada satu pun buah yang tidak baik yang busuk, yang berulat, yang berhasil dikumpulkan. Pendek kata, semua buah yang telah dikumpulkan ke dalam karungnya adalah buah-buahan yang segar.
Tidak sama dengan punggawa yang kedua. Selain ada buah yang baik, ada pula buah-buahan yang kurang baik, bahkan buah yang busuk yang telah dikumpulkan ke dalam karungnya. Lagi pula, tidak terlalu banyak buah yang berhasil dipetik dan dikumpulkan ke dalam karungnya, karena punggawa yang kedua ini memang sedikit malas. Lain halnya dengan punggawa yang ketiga, karung yang telah dibawanya justru tidak diisi dengan buah-buahan yang banyak tersedia di daerahnya, melainkan hanya diisi dengan bebatuan dan sampah-sampah yang dijumpainya. Punggawa ketiga ini sama sekali tidak memperhatikan tugas dan petunjuk sang raja. Inilah karakter yang telah melekat pada diri punggawa ketiga ini.
Walhasil, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, selelsailah tugas ketiga punggawa tersebut. Setelah selesai melaksanakan tugasnya masing-masing, ketiga punggawa tersebut diminta untuk menghadap sang Raja, serta membawa karungnya masing-masing karung hasil pelaksanaan tugasnya masing-masing.
Apa titah Raja selanjutnya? Ketiga orang punggawa tersebut memperoleh titah untuk dimasukkan ke dalam penjara, hanya dengan membawa karungnya masing-masing. Hanya dengan karungnya sendiri itulah ketiga punggawa tersebut harus hidup di dalam penjara. Betapa terkejutnya mereka. Penjara adalah ibarat akhir kehidupan manusia. Karung yang telah mereka bawa adalah buah dari semua kegiatan selama di dunia. Mereka akan memperoleh buah yang telah dikumpulkan selama ini. Buah-buahan yang segar dan ranum adalah hasil kerja mereka yang rajin dan amanah. Sementara ada buah-buahan yang sudah busuk adalah hasil pekerjaan yang setara dengan pekerjaannya selama ini. Demikian pula, yang hanya membawa batu dan sampah. Itulah sebab akibat, dan resiko yang harus ditanggung dirinya masing-masing. Semuanya tergantung dari amalnya masing-masing.

Sumber: Muhammad Nuh, Mendikbud, dalam Kultum Shalat Dhuhur di Masjid Kemendikbud.

ALKISAH 4: MERASA TENANG SETELAH MELAKUKAN SHALAT

FRANS Emile (42) lahir di Manado 27 November 1963. Sudah sejak lama Frans berkeinginan untuk masuk agama Islam. Niatan itu timbul sejak Frans duduk di bangku Sekolah Menegah Pertama. Ketertarikan itu setelah ia melihat sosok kakaknya yang memeluk Islam terlebih dulu. “Saya melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana kakak salat, sepertinya kakak saya bahagia setelah masuk Islam. Saya jadi tertarik untuk mengikuti jejak kakak,” ungkap Frans kepada NURANI dr Perum Mentan Sejahtera Blok AU No. 47 Candi, Sidoarjo.

Semakin hari, batin suami dari Endah ini terus bergolak. Semakin hari, keinginan itu semakin mantap. Tetapi ia sama sekali tak berdaya. la hanya bisa menahan diri dan belum berani untuk pindah agama karena takut diusir dari rumah. “Saya pasti diusir seperti kakak saya,” tutur Frans.

Melihat Kakak Salat

Ayah Lisa dan Alfan yang berprofesi sebagai driver di Maspion ini sadar bahwa akan ada risiko yang cukup besar apabila mengikuti jejak sang kakak. Risiko itu adalah diusir dari rumah. Pertentangan antara keinginan untuk masuk Islam dan ketakutan akan risiko yang akan ditanggungnya telah membuat kegelisahan yang teramat dalam di hati Frans.

Satu pertanyaan yang ada pada diri Frans, kapan kesempatan ia bisa masuk Islam itu datang kepadanya? Tetapi ia yakin bahwa untuk menuju jalan yang baik, risiko pasti ada dan risiko itu akan dihadapinya dengan ketabahan dan ikhlas.

Pernah di suatu saat hatinya sangat terharu ketika ia diam-diam memperhatikan sang kakak salat. Keharuan itu telah membimbingnya mengambil air wudu meski tidak tahu harus membaca apa tapi ia meniru tata cara melakukan wudu dan melakukan salat layaknya orang muslim.

“Kejadian itu menjadi pertanyaan dalam diri saya, mengapa saya melakukan ini? Atau inikah petunjuk dari Allah agar saya menjadi seorang muslim?” tutur Frans mengenang beberapa tahun yang lalu.

Masuk Islam

Sejak itu ia belajar Islam secara sembunyi-sembunyi. Takut diketahui orang tuanya yang beragama lain. la belajar juga dengan kakaknya, tetapi tanpa diketahui orang tuanya. la selalu bertanya tentang Islam kepada teman-teman yang muslim dan meminta gambaran yang jelas.

Anehnya, setelah selesai melakukan ibadah salat seperti itu, Frans memperoleh ketenangan hati. “Memang, saat itu hati saya sedang gundah karena didesak oleh keadaan dan persoalan yang membelit, tapi alhamdulillah dengan salat ada ketenangan di hati saya sehingga saya lebih bisa inenghadapi kenyataan hidup,” ungkap Frans.

Untuk selanjutnya saya ikuti saja bagaimana seorang rnuslim salat. Akhirnya, dengan segenap ketulusan hati, Frans memantapkan niatnya untuk menjadi seorang muslim. la menyatakan siap masuk Islam dengan segala risikonya, termasuk jika diketahui orang tuanya dan ia diusir dari rumah.

Setelah masuk Islam dan mengikrarkan diri di Masjid Cheng Hoo Surabaya rasa takut yang dulu menggelayuti pikirannya hilang berganti ketenangan. “Saya heran, mungkin itulah perubahan hidup setelah saya masuk Islam. Saya merasakan kesabaran yang ada dalam hati saya bertambah dan memang Islam itu sangat cocok pada diri saya sehingga saya bisa menikmati arti hidup ini,” ujarnya.

Diusir Dari Rumah

Apa yang dicari Frans dalam Islam? Frans sendiri mengakui bahwa dirinya hanya ingin menjadi seorang muslim dalam arti yang sebenarnya. “Mempelajari Islam secara mendalam sehingga bisa merasakan hidup bahagia dalam keislaman adalah tujuan saya,” ungkap Frans.

Akhirnya, secara terbuka ia menyarnpaikan maksudnya untuk masuk Islam kepada kedua orang tua. Mendengar pemaparan Frans, kedua orangtuanya sangat marah dan ia diusir dan rumah. “Kalau kamu masih bersikeras dengan keputusanmu itu, silakan kamu angkat kaki dari rumah ini dan jangan panggil aku ayah lagi!” papar Frans.

Mendengar perkataan ayahnya yang kasar itu, Frans meneteskan air mata kesedihan. Hati siapa yang tidak sedih ketika ia harus berpisah secara tidak baik dengan kedua orangtuanya yang telah membesarkan dan memberinya kasih sayang selama ini. “Ini merupakan keputusan saya memeluk Islam yang sangat saya yakini kebenarannya,” ungkap Frans.

Sekarang orang tua Frans merasa kehilangan dua orang anak lelakinya yang diusir dari rumah lantaran pindah agama. Lama kelamaan orang tuanya menyadari akan suatu kenyataan yang tak bisa dibantah. “Alhamdulillah bahwa orang tua saya kini menyadarinya dan tetap mengakuinya sebagai anak serta tetap melakukan silaturahim, ” ujarnya.

(Sumber: Nurani Edisi 254/Myquran.org, dari situs www.swaramuslim.net)
Posted by ijhal at 11:50 AM No comments:
ALKISAH 5: KISAH PEMUDI YAHUDI YANG MEMELUK ISLAM

Wahai saudara-saudaraku! Agama ini merupakan sebuah agama yang agung dan indah. Jika ada seseorang yang mendakwahkannya dengan lurus dan benar maka jiwa yang suci pasti akan menerimanya, walau apapun agama yang sedang ia anut ini berasal dari negara atau bangsa manapun ia berasal.
Dalam kisah ini, perkenankan saya menuliskan kisah yang telah kami pilihkan untuk pembaca dari jaringan internet ada yang berkata, teman wanita pemudi itu berkata, “Aku melihat wajahnya berseri-seri di dalam sebuah masjid yang terletak di pusat kota kecil di Amerika, sedang membaca al-Qur’an yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Aku mengucapkan salam kepadanya dan ia membalasnya dengan iringan senyum. Kami pun membuka obrolan dan dalam waktu singkat kami menjadi dua orang sahabat yang sangat akrab.
Pada suatu malam, kami bertemu di tepi sebuah danau nan indah. Di sanalah ia menceritakan kisah keislamannya. Mari kita simak kisah tersebut.
Ia berkata, “Aku hidup dalam rumah tangga Amerika penganut agama Yahudi yang berantakan. Setelah ayah dan ibuku bercerai, ayahku menikah dengan wanita lain. Ibu tiriku ini sering menyiksaku. Pada usia 17 tahun aku lari dari rumah dan pergi dari satu negara bagian ke negara bagian lain. Di sana aku bertemu dengan seorang pemudi Arab mereka (sebagaimana yang ia ceritakan) adalah teman tempat pelarianku yang sangat baik. Mereka semua tersenyum padaku kemudian kami menyantap hidangan makan malam. Akupun ikut melakukan seperti apa yang mereka lakukan. Setelah menyantap hidangan, aku langsung kabur, karena aku tidak suka persahabatan seperti ini. Ditambah lagi aku tidak menyukai bangsa Arab.
Hidupku yang sengsara tak pernah merasa tenang, dan selalu dirundung kegelisahan. Aku mulai mendalami agama dengan tujuan ingin mendapatkan ketenangan rohani dan kekuatan moral dalam menjalani kehidupan. Namun semua itu tidak aku dapati dalam agama Yahudi. Ternyata agama ini hanya menghormati kaum wanita namun tidak menghormati hak asasi manusia dan sangat egois. Setiap mengajukan suatu pertanyaan aku tidak mendapatkan jawaban. Lalu aku berpindah ke agama Nasrani. Ternyata dalam agama ini banyak pertentangan yang sulit diterima akal dan hanya menuntut kita agar menerimanya. Berkali-kali aku tanyakan bagaimana mungkin Tuhan membunuh anak-Nya? Bagaimana cara ia melahirkan? Bagaimana mungkin kita mempunyai tiga Tuhan sementara satu pun tidak ada yang dapat kita lihat? Lalu aku bertekad untuk meninggalkan semua itu. Namun aku yakin bahwa alam ini pasti ada yang menciptakan. Setiap malam aku selalu berpikir dan berpikir hingga pagi menjelang.
Pada suatu malam tepatnya ketika menjelang pagi, terbersit keinginan untuk bunuh diri untuk mengakhiri kegalauan ini. Aku berada di dalam ruangan yang tak bermakna. Hujan yang deras, gulungan awan yang tebal seakan memenjarakanku. Apa yang ada di sekitarku seolah ingin membunuhku. Pepohonan memandangku dengan pandangan sinis, siraman air hujan mengalunkan irama kebencian. Kupandang dari balik jendela, di dalam sebuah rumah terpencil. Aku merasa diriku rendah di hadapan Allah. Ya Tuhanku! Aku tahu Kau ada di sana. Aku tahu Kau menyayangiku. Aku seorang terpenjara, hamba-Mu yang lemah, Tunjukilah jalan yang harus kutempuh, Ya Tuhanku! berilah aku petunjuk! Atau cabut saja nyawaku. Aku menangis tersedu-sedu hingga tertidur.
Pada pagi hari aku bangun dengan ketenangan hati yang belum pernah aku rasakan. Seperti biasa aku keluar mencari rizki dengan harapan semoga ada yang mau memberiku sarapan, atau mengambil upah dengan mencuci piringnya. Di sanalah aku bertemu dengan seorang pemuda Arab, dan kemudian aku berbincang-bincang dengannya cukup lama. Setelah sarapan, ia memintaku untuk datang ke rumahnya dan tinggal bersamanya, lalu aku pun ikut dengannya. Ketika kami sedang menyantap makan pagi, minum dan bercanda, tiba-tiba muncul seorang pemuda berjenggot yang bernama Sa’ad. Nama tersebut aku ketahui dari temanku yang sambil terkejut menyebut nama pemuda itu. Pemuda itu menarik tangan temanku dan menyuruhnya keluar. Tinggallah aku sendirian duduk gemetar. Apakah aku sedang berhadapan dengan seorang teroris? Tetapi ia tidak melakukan sesuatu yang menakutkan, bahkan ia memintaku dengan lemah lembut agar aku kembali ke rumahku. Lalu aku katakan kepa-danya bahwa aku tidak punya rumah. Ia meman-dangku dengan perasaan terharu.
Kesan ini dapat aku tangkap dari mimik wajahnya. Kemudian ia berkata, “Baiklah, kalau begitu tinggallah di sini malam ini, karena di luar cuaca teramat dingin dan pergilah besok. Kemudian ambil uang ini semoga bermanfaat sebelum kamu mendapat pekerjaan”. Ketika ia hendak pergi aku menghadangnya lalu aku ucapkan terima kasih. Aku katakan, ‘Tetaplah di sini dan aku yang akan keluar, namun aku harap engkau menceritakan apa yang mendorongmu melakukan ini terhadap aku dan temanmu. Ia lalu duduk dan mulai bercerita kepadaku sementara matanya memandang ke bawah. Katanya, “Sebenarnya yang mendorongku berbuat seperti itu karena agama Islam melarang melakukan segala yang haram, seperti berduaan dengan seorang wanita yang bukan mahram dan meminum khamar. Islam juga mendorong untuk berbuat baik terhadap sesama manusia dan menganjurkan untuk berakhlak mulia”. Aku merasa heran, apakah mereka ini yang disebut teroris? Tadinya aku mengira mereka selalu membawa pistol dan membunuh siapa saja yang mereka jumpai. Demikian yang aku dapatkan dari media massa Amerika.
Aku katakan, “Aku ingin mengenal Islam lebih dalam, dapatkah engkau memberitahukannya kepadaku?” Ia berkata, “Aku akan bawa kamu ke sebuah keluarga muslim yang taat dan kamu dapat tinggal di sana. Aku tahu mereka akan mengajarkan sebaik-baik pengajaran kepadamu.” Kemudian pemuda itu mem-bawaku pergi. Pada jam 10 aku sudah berada di rumah tersebut dan mendapat sambutan hangat. Lalu aku mengajukan beberapa pertanyaan sedang Dr. Sulaiman sebagai kepala rumah tangga menjawab pertanyaan tersebut sampai aku merasa puas. Aku merasa puas karena aku telah mendapatkan jawaban pertanyaan yang selama ini aku cari. Yaitu agama yang terang dan jelas yang sesuai dengan fitrah manusia. Aku tidak mengalami kesulitan dalam memahami setiap apa yang aku dengar. Semuanya merupakan kebenaran. Ketika mengumumkan keislamanku, aku merasa ada-nya sebuah kebangkitan yang tiada tara.
Pada hari kebangkitanku itu atas kesadaranku sendiri aku langsung memakai cadar. Tepat jam 1 siang Sayyidah (Nyonya Sulaiman) membawaku ke sebuah kamar yang terbaik di rumah itu. Ia berkata, “Ini kamarmu, tinggallah di sini sesuka hatimu.” Ia melihatku tengah memandang ke luar jendela. Aku tersenyum sementara air mata berlinang membasahi pipiku. Ia bertanya mengapa aku menangis. Aku ja-wab, “Kemarin pada waktu yang sama aku berdiri di balik jendela merendahkan diri kepada Allah.”
Aku berdo’a, “Ya Tuhanku! Tunjukilah aku jalan kebenaran, atau cabut saja nyawaku.” “Sungguh Allah telah menunjukiku dan memuliakanku. Sekarang aku adalah seorang muslimah bercadar dan terhormat. Inilah jalan yang aku cari, inilah jalan yang aku cari. Sayyidah memelukku dan ikut menangis bersamaku.”

(Sumber: Serial Kisah-Kisah Teladan Karya Muhammad Shalih al-Qahthani. Penerbit Darul Haq, Telp. 021-4701616)
ALKISAH 6: UKHUWAH IMANIAH
Membicarakan ukhuwah imaniyah (persaudaraan karena iman) memang tiada habisnya. Selalu ada topik yang bisa diceritakan tentangnya. Sesuai dengan judul artikel ini pun, ada subtopik ukhuwah yang berjudul ta’awun. Apa itu ta’awun?
Mari review sejenak tentang tahapan ukhuwah imaniyah yang sering qta dengar:

a. Ta’aruf
Ta’aruf merupakan tahap pertama. Pada tahap ini kita mengenal segala cap milik saudara qta. Cap ini sifatnya persisten dan mudah diketahui hanya dengan bertanya , membaca biodatanya, dll. Misalnya qta mengetahui yang mana orangnya, siapa namanya, apa jurusannya, angkatan berapa, kampus mana, dimana alamatnya, tanggal lahir, dll.
b. Tafahum
Nah, tafahum ini akan terbangun jika kita sudah berinteraksi intens dengannya. Kita akan mengetahui apa warna favoritnya, bagaimana seleranya, apa kesukaan dan kebiasaannya, kapan dia marah, kenapa dia melakukan ini dan itu, dll.
c. Ta’awun
Singkatnya pada tahap ini qta akan rela menolongnya jika ia dalam kesulitan. Kita akan membantunya keluar dari kesulitan dan ikut senang jika ia telah lepas dari persoalannya. Next qta akan bicarakan banyak hal tentang ini, insya Allah.
d. Takaful
Takaful merupakan tahap yang setingkat lebih tinggi daripada ta’awun. Ada juga yang menjadikannya sepaket dengan ta’awun. Pada tahap ini qta akan memberi kepercayaan kepada saudara qta sesuatu yang tidak qta berikan kepada sembarang orang. Entah itu secret story, amanah, titipan barang, dll.
Sebagai tambahan di awal dan akhir tahapan yang sangat banyak itu ada kalimat ini: Serendah-rendahnya ukhuwah adalah husnuzhan (berbaik sangka) dan setinggi-tingginya adalah itsar (mendahulukan kepentingan saudaranya daripada kepentingannya sendiri).
Sudah paham? Back to ta’awun… paan tu? Ta’awun dalam salah satu ayat dalam al-Quran disebut sebagai ta’aawanuu, artinya saling menolong.
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (al-Maidah:2)
Saling? Yup, artinya resiprok: jika satu pihak kesulitan, yang lain membantunya. Poin yang terpenting: sebab ukhuwah qta berlandaskan iman, aturannya juga jelas: dalam kebaikan dan taqwa, bukan dalam dosa dan pelanggaran. Sekali lagi, bukan buat menzhalimi diri sendiri apalagi orang lain, baik di dunia maupun akhirat.
Tolong menolong dalam konteks kebaikan dan taqwa… seperti apakah itu?
Lets’ see case study!
Ini cerita dari salah seorang senior (K Hafizh Elektro ‘98) bahwa jika ukhuwah itu benar-benar karena iman, ta’aruf dan tafahum bahkan bisa langsung dilampaui. Alkisah dua orang ikhwan bertemu, sebutlah Akhi dan Fulan. Mereka berdua baru berkenalan hari itu juga di sebuah pengajian. Akhi bawa mobil, sedangkan Fulan hanya pejalan kaki. Akan tetapi, karena ada panggilan tugas yang mendesak Fulan harus bersegera meminjam mobil untuk membawa sesuatu dari dan ke lokasi yang agak jauh dari sana. Dengan mudahnya, Akhi meminjamkan mobilnya dengan suka rela, sedangkan ia memilih pulang dengan kendaraan lain (nah tuh kan makanya beririsan ma takaful juga).
Lebih lanjut, mari qta lihat cara orang-orang zaman dulu dalam menunaikan ta’awun ini…
Saat itu Muhajirin (orang mukmin yang hijrah dari Mekah) dipersaudarakan dengan Anshar (orang mukmin yang menolong muhajir di Madinah). Kaum Anshar benar-benar menolong saudaranya secara finansial, tempat tinggal, perbendaharaan, dkk dengan suka rela. Bantuan mereka sangat luar biasa, Kawans! Semuanya serba dibagi dua, bahkan seringkali mereka rela andai saudaranya memilih yang lebih baik di antara dua pilihan yang ditawarkan.
Bahkan ta’awun yang telah mencapai tahap itsar telah sering qta dengar…
Harits bin Hisyam, Ikrimah bin Abu Jahal dan Suhail bin Amr telah membuktikannya di Perang Yarmuk. Saat itu ketiganya terluka parah dan ajal yang menjemput laksana raksasa yang mencekik kerongkongan. Apa yang dilakukan Ikrimah saat ia hendak diberi minum oleh seorang mukmin anggota tim medis? Ia menolak dan mempersilakan saudaranya yang lain dulu, begitupun saudaranya yang lain. Pada akhirnya ketiganya syahid tanpa meneguk setetes air pun.
Sebaliknya, ada larangan ta’awun dalam konteks kejahatan dan kezhaliman. Kasus sederhana yang dari SMA sering kudengar adalah saling memberikan contekan. Kasus ini klasik, tapi pernah benar2 terjadi parah: bahkan guru dan kepsek pun membantu siswanya mencontek di momen UN. Mungkin ini juga yang menjadi sebab penurun keberkahan negeri ini. Siswa-siswi itu belajar dan dididik korupsi bersama-sama.
Kalau overview sejarah, mari qta lihat bagaimana para kafir Quraisy saling bahu-membahu memboikot Rasulullah dan keluarganya secara ekonomi. Mereka tidak diperbolehkan melakukan jual beli dan diasingkan hanya karena dalam dada mereka ada iman kepada Allah dan hari akhir. Bahkan orang-orang kafir Quraisy itu saling mendukung untuk menyiksa budak dan hamba sahaya yang beriman. Skenario puncak adalah saat mereka sama-sama merancang pembunuhan kepada Rasulullah yang pernah mereka amanahi al-amin (yang terpercaya) sebelum kenabian beliau.
Di hari akhir kelak berbahagialah mereka yang pernah ta’awun dalam konteks kebaikan dan taqwa sebab Allah pun akan menolong mereka. Sementara mereka yang justru melakukan ta’awun dalam konteks sebaliknya akan mendapatkan azab yang pedih. Tak lagi ada persahabatan, tak lagi ada persaudaraan, tak lagi ada saling menolong, selain yang Allah kehendaki… selain yang landasannya iman…
Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu[1023], dan tidak ada pula mereka saling bertanya. (al-Mukminun:101)

[1023]. Maksudnya: pada hari kiamat itu, manusia tidak dapat tolong-menolong walaupun dalam kalangan sekeluarga.
Sengaja nulis ini karena permintaan bos sebagai iqob ga dateng kumpul tim
Bole dposting kan, bos? Topiknya general inih! Bole, chie, bole bole… :
*sedang sangat sangat malas nulis artikel padahal gi Ramadhan ni.

ALKISAH 7: LUQMAN’ADVICE TO HIS SAON (PART 1 OF 2)
SOLUTION FOR 21ST CENTUREY PARENTS
Description: Luqman’s advice to his son has a timeless quality and we begin a discussion of each point.
By Aisha Stacey (© 2014 IslamReligion.com)
Published on 07 Jul 2014 – Last modified on 14 Jul 2014
Viewed: 1506 (daily average: 67) – Rating: 5 out of 5 – Rated by: 3
Printed: 17 – Emailed: 0 – Commented on: 0
Bring up children in the 21st century is no easier, nor is it any harder, than bringing up children in any century. Of course each time period has its unique problems but generic advice will always offer the best solutions because the nature of the human being remains unchanged. When God sent down the Quran He filled it with advice and reminders that would be equally useful for all time periods.
Luqman’s advice to his son can be found in the Quran in the chapter named after him, chapter 31, verses 12 – 19. In addition to this Ibn Kathir, the renowned Islamic scholar and historian of the 14th century CE, wrote about Luqman in his book ‘Stories of the Quran’. He used information obtained from the most reliable sources of the time. According to Ibn Kathir and most Islamic scholars Luqman was not a prophet but a wise man that God had blessed with wisdom. The earlier scholars, according to Ibn Kathir, were of the opinion that wisdom means discretion and religious understanding. In some traditions it is said that Luqman himself said that he maintained his honourable and noble qualities by, “Lowering my gaze, watching my tongue, eating what is lawful, keeping my chastity, undertaking my promises, fulfilling my commitments, being hospitable to guests, respecting my neighbours, and discarding what does not concern me. All these made me the one you are looking at.”[1] The wise man known as Luqman gave 10 pieces of advice to his son. Advice that is applicable now and can be followed and used by any parent wanting to raise a child in the light of Islam. It is said that if all parents implemented Luqman’s advice then there would be no need to worry about the fate of the children in the Hereafter because they have been shown the path that leads to Paradise. In the few short verses of the Quran that contain Luqman’s advice to his son is the key to success in this life and on the Day of Judgement.
The advice a parent gives or chooses not to give their child is very important. One the Day of Judgement it would be devastating to hear your child say to God, “But my mum (or dad) didn’t tell me that.” Choosing the right words can be a difficult task so taking the advice of the prophets or our righteous predecessors such as Luqman is an excellent idea. Therefore let us examine just what Luqman said to his son and note that Luqman chose to speak in a respectful manner. Respect is important between any people engaging in a conversation but it is extremely important between family members. Nobody likes to be dictated to or to be yelled at especially when the unacceptable way of speaking comes from a beloved family member.
1. “…O my son! Join not in worship others with God. Verily! Joining others in worship with God is a great wrong indeed.” (Quran 31:13)
Luqman calls his son “my son” rather than by name so as to emphasis the familial bond. He catches his attention encouraging him to listen carefully to what he is about to say. He then calls his son’s attention to what is the most important thing in the eyes of God. The one who associates others with God, he says, does the biggest wrong or injustice to the Creator and Sustainer of the universe. That person also does a great wrong to himself because he offers himself up to the possibility of God’s anger and an eternal punishment.
“Indeed God does not forgive that partners are associated with Him but He forgives anything besides that to whomsoever He wills.” (Quran 4:48)
2. “And we have enjoined on man to be dutiful and good to his parents…” (Quran 31:14)
In the Quran God mentions the rights of parents in the same sentence as the most important aspect of Islam, worshipping God alone. This indicates that being kind to parents, honouring and respecting them, is extremely important in the way of life that is Islam.
“And your Lord has decreed that you worship none but Him and that you be dutiful to your parents…” (Quran 17:23)
Prophet Muhammad reinforced the duty to be kind to parents. A companion of the Prophet once asked him which of the many good deeds a man can do is the most loved by God. Prophet Muhammad answered him by saying, “To offer the prayer in its proper time”. The companion then asked, “And what is next?” to which Prophet Muhammad replied, “To be good and dutiful to your parents…”[2] In the following part of Chapter Luqman, verse 14 God clarifies the difficulties mothers in particular go through raising their children and demands that the child gives thanks to his parents. God reminds us then that it is to Him that we will return so our first allegiance is to God alone, followed by devotion and kindness to our parents.
“And We have enjoined on man (to be dutiful and good) to his parents. His mother carried him, (increasing her) in weakness upon weakness, and his weaning is in two years – give thanks to Me and to your parents. Unto Me is the final destination.” (Quran 31:14)
3. “O my son! If it be (anything) equal to the weight of a grain of mustard seed, and though it be in a rock, or in the heavens or in the earth, Allah will bring it forth…” (Quran 31:16)
Luqman then advises his son to remember the might and power that belongs to God. God’s knowledge is perfect, anything that happens or will happen in this world is already known by God. God’s might is absolute and should not be questioned, challenged or ignored by anyone.
[1] Narrated Ibn Wahb in Chapter 16, Stories of the Quran by Ibn Kathir.
[2] Saheeh Al-Bukhari
ALKISAH 4: RASULULLAH DAN PENGEMIS BUTA
Hidup yang mulia adalah hidup yang dapat memuliakan orang lain
(Hadist).

Sayangilah orang lain sebagaimana menyayangi dirimu sendiri
(Hadist)

Saya menerima e-mail dari keorang mailis tentang tulisannya sungguh-sungguh telah menyentuh hati. Izinkanlah saya menggunakan tajuk tulisan itu menjadi tajuk alkisah ini. Isinya telah saya gubah sesuai dengan pemahaman saya terhadap tulisan tulisan tersebut. Sayang sumber tulisan itu tidak disebutkan. Kepada para pembaca yang telah mengetahui sumber tulisan ini, silahkan sampaikan kepada alamat e-mail saya me@suparlan.com, untuk saya sebutkan dalam tulisan ini.

Alkisah, pada zaman kehidupan Rasulullah, terdapatkan seorang pengemis buta yang kebetulan beragama Yahudi. Pengemis buta ini selalu mangkal di pinggir jalan untuk meminta-minta sedekah. Sebagamana kebanyakan orang Yahudi, pengemis uta ini pun sangat benci kepada Nabi Muhammad. Pengembis buta ini pun selalu menjelek-jelekkan Rasulullah. Pengemis buta ini selalu berkata ”Wahai Saudara-saudara, jangan percaya kepada Muhammad. Jangan ikuti dia, karena dia tidak lain adalah seorang pembohong besar. Dia itu pendusta”. Meski Rasulullah mendengar dan mengetahui tentang perilaku pengemis buta yang demikian itu, tetapi Rasulullah sama sekali tidak pernah marah. Rasulullah secara rutin memberikan makan kepada pengemis buta itu. Bahkan Rasulullah menyuapi pengemis buta itu dengan penuh kasih sayang, sampai pada suatu saat Rasulullah wafat.

Singkat cerita, suatu ketika Abu Bakar berkunjung ke rumah anaknya, yaitu Sitti Aisyah, yang tidak lain adalah salah seorang istri Rasulullah.

Sebagai sahabat Nabi yang setia, bertanyalah Abu Bakar kepada Sitti Aisyah: ”Wahai anakku, sunnah apakah yang selama ini belum pernah aku lakukan setelah beliau wafat?”.

”Wahai Ayahanda, sebagai sahabat Rasulullah yang setia, yang hamba ketahui hanya ada satu saja sunnah Nabi yang belum Ayahanda lakukan”, jawab Siti Aisyah kepada Ayahanda.

”Sunnah apakah itu, wahai anakku?”, jawab Abu Bakar dengan lembutnya.

”Sunah itu adalah selalu menyuapi pengemis buta yang mangkal di pinggir jalan itu, wahai Ayahanda”, jawab Sitti Aisyah dengan secara santun.

“Ya, ya, mulai sekarang aku akan melakukan sunnah itu, wahai anakku”, jawab Abu Bakar.

Kemudian, pergilah Abu Bakar menuaikan sunnah memberikan makanan kepada pengemis buta itu. Abu Bakar menyuapi pengemis buta itu, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah.

”Siapa yang menyuapiku dengan kasar seperti ini?”, bentak pengemis buta itu dengan kasarnya kepada Abu Bakar.

”Biasanya saya disuapi dengan dengan lemah lembut”. “Tangannya dengan lembut menuntun saya”. “Demikian juga makanannya. Dengan mudah saya kunyah ketika disuapkan kepada saya”, jelas pengemis itu kepada orang yang menyuapinya.

Mendengar penjelasan pengemis itu, menangislah kemudian Abu Bakar. Rupanya, apa yang dilakukan Abu Bakar ternyata belumlah sepenuhnya sesuai dengan yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW.

Kemudian, Abu Bakar pun kemudian minta maaf kepada pengemis buta itu, seraya mengakui kekurangan yang telah beliau lakukan.

”Maaf, wahai Saudaraku. Saya memanglah bukan orang yang biasa memberikan makanan kepadamu. Nama saya Abu Bakar. Saya hanyalah sahabat dekat beliau. Saya pengikut setia beliau yang berusaha untuk melakukan apa yang biasa beliau lakukan. Termasuk memberikan makan kepada Saudara ini.

”Lalu, siapakah sebenarnya yang biasa menyuapiku itu, wahai Abu Bakar? Bolehkah saya tahu siapa sebenarnya dia?”, tanya pengemis buta itu, dengan nada suara yang lembut.

”Beliau itu tidak lain adalah Muhammad Rasulullah SAW”, jawab Abu Bakar. ”Beliau itu telah wafat, dan saya akan berusaha melaksanakan apa yang dilaksanakan beliau selama hidupnya.

”Ohhh begitukah? Saya sama sekali tidak mengira begitu mulia akhlak beliau. Saya selalu menjelek-jelekkan beliau dengan mengata-ngatai bahwa beliau itu pembohong besar, pendusta, dan sebagainya”, jelas pengemis buta itu.

Akhir cerita, pengemis buta Yahudi itu mengucapkan kalimah syahadat di depan Abu Bakar. Ternyata kekerasan seseorang akan menjadi luluh bukan karena kekerasan, tetapi justru oleh karena kelembutan. Ibarat batu keras yang luluh justru oleh kelembutan air.
Mudah-mudahan alkisah ini dapat melembutkan sikap kita kepada orang lain, terutama kepada sesama sesama umat yang kurang mampu dari segi ekonomi. Amin, ya robbal alamin.

Depok, 24 September 2007

ALKISAH 5: KISAH TKW DI ARAB

Kisah ini saya dengarkan dari seorang sesama penumpang bus jemputan pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagai rasa terima kasih kepada teman diskusi di dalam bus ini, saya tulislah ulang cerita itu. Demikianlah ceritanya.

Alkisah, seorang TKW telah diterima kerja di Saudi Arabia. TKW tersebut diterima dengan baik oleh majikannya, karena TKW itu telah bekerja dengan baik sekali. Apalagi, istri tercinta majikan tersebut kebetulan terkena penyakin kanger getah bening yang dikenal sebagai penyakit tak tersembuhkan. Oleh karena itu TKW ini sangat kasihan kepadanya. Sampai suatu ketika, TKW ini diketahui sering berlama-lama ketika berada di kamar mandi. Peristiwa ini juga diketahui oleh suami majikan.
Maka ditanyakanlah masalahnya kepada TKW, mengapakah gerangan TKW ini diketahui selalu berlama-lama berada di kamar mandi. Akhirnya diketahuilah, mengapa gerangan TKW tersebut selalu berlama-lama ketika berada di kamar mandi. Setelah ditanyakan kepada TKW tersebut, ternyata dia selalu bertlama-lama ketika berada di kamar mandi adalah karena harus “mengeluarkan air susunya”, agar tidak terasa sesak, karena sebenarnya baru dua puluh hari selesai melahirkan anaknya yang ditinggal di tanah air. TKW ini terpaksa harus meninggalkan bayinya di tanah air untuk bekerja di Arab, agar dapat membiayai kehidupan keluarganya.

“Jadi kau baru dua puluh hari melahirkan anakny?”, tanya majikan kepadanya.

“Ya majikan, dan oleh karena itu saya harus membuang air susuku di kamar mandi, agar saya tidak merasakan beban dengan air susu ini”, jawab TKW kepada majikannya.

Tercenungkah majikannya ketika memikirkan nasib anak TKW ini di Indonesia dan nasib TKW sendiri yang rela meninggalkan bayinya yang seharusnya disusuinya selama minimal dua tahun.

Setelah itu, dipanggillah TKW itu secara baik-baik oleh majikannya. “Oleh karena itu, baiklah, gajimu selama dua tahun akan saya berikan kepadamua, dan selama dua tahun itu susuilah anakmu agar anakmua memperoleh penyusuan secara penuh darimu”. “Mulai besok kamu siap-siap pulang ke Indonesia, dan apabila dua tahun setelah ini kamu masih mau bekerja di sini lagi, kamu dapat meneruskan kerja setelah anakmu berusia lebih dari dua tahun”, demikan kata majikan kepada TKW.

“Meledakkan tangis TKW, dengan mengucapkan terima kasih kepada majikan yang sangat baik ini. Ternyata, di samping ada majikan yang suka menyiksa TKW, masih ada sedikit majikan yang sangat baik kepada TKW. Akhirnya TKW pulang ke tanah air, sesuai dengan pesan dan perjanjian dari sang majikannya yang sangat baik itu.

 

Untuk mengunduh ebook inti secara lengkap, Anda dapat klik di sini

 

Tags: Alkisah

Related Articles

Tak ditemukan hasil apapun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts