ArtikelDunia IslamPendidikan

Islam itu Lengkap, Tidak Sempit

166 views
3 Komentar

Oleh: Suparlan *)

 

Seperti biasa, setiap bakda Shalat Subuh, pada tanggal 29 November 2015, Masjid Al-Mujahidin Taman Depok Permai, Depok 2 Timur, mengadakan kajian Islam. Nama acaranya keren. Tapi isinya ya biasa ceramah. Meski di akhir acara ada tanya jawab, komentar, bahkan sanggahan. Tapi usulan saya agar Ustadz menggunakan infocus masih dalam proses. Mudah-mudahan ada yang kreatif bikin iyuran atau sumbangan pakai surban atau kopiah haji. Heeee.

Materi kajiannya tentang anak yatim dan orang miskin yang termuat dalam Surat Adhuha. Isi surat ini merupakan perintah kepada umat agar tidak sewenang-wenang kepada anak-anak yatim, dan tidak berlaku kasar kepada orang-orang miskin. Satu perintah yang sangat manusiawi. Isi Surat Adhuha ini ternyata sama dengan Surat Al-Maun, yakni perintah yang sama agar tidak menyia-nyiakan anak yatim dan tidak sewenang-wenang kepada orang miskin. Perintah ini lebih tegas lagi karena berupa ancaman bagi orang yang hanya mementingkan amal ritual shalat. Orang-orang yang hanya shalat akan masuk neraka jahanam. Oh ya? Ya, orang yang shalat, tetapi tidak peduli atau tidak punya komitmen kepada pengentasan anak-anak yatim dan orang-orang miskin. Ada cerita pencerahan dari KH. Ahmad Dahlan, tafsir Surat Al-Maun[1] berlangsung sampai tujuh sesi belum selesai. Ada santri yang mengingatkan Sang Pencerah yang mengingatkan. “Ustadz, surat Al-Maun kan sudah dibahas tujuh sesi, apakah Ustadz masih akan meneruskan lagi pembahasan pada sesi ini?” KH. Ahmad Dahlan pun dengan tenang balik bertanya kepada para santri: “Apakah Anda telah menerapkan Surat Al-Maun tersebut?” “Sudah Ustadz!” jawab para santri serempak. “Bagaimana menerapkannya?” KH. Ahmad Dahlan balik bertanya. “Baca Surat Al-Maun ketika Shalat berjamaah.” Ohh… bukan begitu penerapannya. Para santri harus dapat blusukan ke daerah tempat tinggal anak-anak yatim dan orang-orang miskin. Lalu melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat, misalnya dengan mendirikan Koperasi Simpan Pinjam, atau bikin kegiatan sayur-mayur hidroponik, atau yang lainnya. Itulah penerapan Surat Al-Maun, jelas KH. Ahmad Dahlan.

Makna Agama

Memasuki acara tanya jawab, ada seorang penanya yang mengusulkan agar acara seperti ini dapat melibatkan orang-orang praktisi untuk berceramah. Di lingkungan ini, banyak orang yang bekerja di Menristek. Ada doktor lulusan luar negeri. Bahkan ada yang ahli geoteknologi, dan pejabat tinggi dalam pemerintahan. Kita daftar saja namanya. Libatkan mereka untuk berbicara dalam acara, misalnya dalam kultum shalat taraweh, atau bahkan dalam acara khusus tentang masalah-masalah dalam kehidupan secara umum. Dengan demikian, dalam acara Kajian Islam tersebut dapat dikaji tentang pentingnya upaya mencegah banjir, dengan menerapkan program biopori. Jadi, Kajian Islam ini tidak hanya dengan kajian ritual yang hablumminallah, tetapi lebih kepada amaliah yang hablumminnaas.

Seorang jamaah berkomentar “kan belum tentu beliau-beliau itu memahami masalah-masalah agama, atau bahkan dapat membaca ayat-ayat Al-Quran dengan fasih dan benar. Saya jadi berfikir tentang makna agama yang dipersempit dengan hanya membaca ayat-ayat Al-Quran dan Al-Hadist. Keduanya memang menjadi sumber Ilmu Kauliyah. Di samping itu ada sumber Ilmu Kuniyah, yang berasal dari ilmu yang bersumber dari alam yang terbentang luas, berupa ilmu-ilmu yang dirumuskan dan dilahirkan oleh kemampuan akal manusia. Islam mencakup kedua-duanya, agama dan ilmu. Agama tanpa ilmu adalah buta. Dalam hal ini kita memerlukan Ilmu Kauniyah yang terbentang luas di alam raya ini, baik ilmu alamiah seperti astronomi, biologi, geologi, dan sebainya, di samping ilmu sosial, seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, dan sebaginya. Kita tidak perlu mempersempit fungsi masjid untuk mempelajari ritual keagamaan saja, tetapi juga perlu mempelajaran hal-hal yang terkait dengan ilmu dan teknologi. Masalah agama bukan hanya masalah ritual keagamaan. Istilah agama yang kita gunakan berasal dari Bahasa Sansekerta, dan dalam Bahasa Inggris dikenal dengan Religion. Dalam kaitan ini, Einstein seorang ilmuwan mengakui keberadaan agama tanpa ilmu adalah buta, dan keberadaan ilmu tanpa agama adalah lumpuh (Religion without science is blind. Science without religion is paralyzed).

Dengan demikian, kita tidak perlu mempersempit urusan agama dengan hanya sekedar fasihnya dalam membaca surat dan ayat Al-Quran, apalagi tidak memahami makna dalam Bahasa Arabnya.  Oleh karena itu, kita memerlukan gerakan membaca dan menghafal Al-Quran dan sekaligus disertai dengan memahami maknanya. Pemahaman agama hanya dalam arti sempit inilah yang boleh jadi menjadi faktor penyebab rendahnya pemahaman umat tentang Islam.

Islam itu Lengkap (Komprehensif)

Kita sering menonton acara televisi yang dibawa oleh Ustadz Maulana dengan tema Islam itu Indah. Saya senang menontonnya, karena untuk menghilangkan kesan bahwa Islam itu kekerasan, atau Islam itu anarkis, dan sejenisnya. Selain itu, kita harus menampilkan bahwa Islam itu sempit, atau Islam itu hanya urusan agama dalam arti sempit. Padahal Islam itu komprehensif. Tidak hanya membahas hal-hal urusan ritual keagamaan, tetapi Islam itu lengkap (komprehensif). Islam itu juga mencakup urusan ilmu dan teknologi. Islam itu mencakup urusan hubungan sosial kemanusiaan, ekonomi, politik, pendidikan dan kebudayaan. Bahkan mencakup urusan ilmu dan teknologi. Oleh karena itu, materi yang dapat dibahas dalam kajian Islam di masjid tidak dapat dibatasi hanya hal-hal agama dalam arti sempit, tetapi hal-hal yang komprehensif.

Dalam hal metode dan media yang digunakan dalam kajian Islam tidak hanya metode satu arah (bottom up) berupa ceramah, ustadz menjelaskan dan jamaah mendengarkan, tetapi menggunakan metode diskusi (tentu diskusi Islami). Bahkan dengan testimoni sebagai pembuktian dan contoh-contoh implementasinya.

Dari aspek media, tentu saja kajian Islam tidak hanya menggunakan media tradisional berupa kapur dan tutur (chalk and talk). Karena pada zaman ini kita telah sampai pada era digital dan era teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Di samping itu, metode belajarnya tidak lagi hanya dengan menyampaikan dengan kata-kata karena orang Cina meyakini bahwa “Katakan dan akan saya lupakan, tetapi libatkan dan saya akan teringat.” Islam sendiri mengajarkan agar kita belajar meski sampai Cina sekali pun.

*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com. Kritik Anda akan saya simpan dalam guci emas untuk perbaikan tulisan ini.

Depok 4 Desember 2015

[1] Abdul Mukti, Sekretaris PP Muhammadiyah, wawancara Mata Najwa di televisi.

Tags: Agama, Al Quran, Islam

Related Articles

3 Komentar. Leave new

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts

Artikel, Budaya, Pendidikan

Membangun Kepercayaan

MEMBANGUN KEPERCAYAAN: BEBERAPA CATATAN DARI HASIL SIMPOSIUM PENDIDIKAN NASIONAL Oleh Suparlan *) *** تَقْوِيمٍ أَحْسَنِفِىٓ ٱلْإِنسَٰنَخَلَقْنَا لَقَدْ Sesungguhnya…