ArtikelBudayaPendidikan

Bahaya dan Tragedi di Negeri ini

349 views
Tidak ada komentar

Oleh: Suparlan *)

 

Apa itu bahaya? Apa bedanya dengan tragedi?

Bahaya adalah segala sesuatu yang dapat mengganggu dalam kehidupan kita. Tentu, bahaya itu bertingkat-tingkat mulai dari yang kecil sampai dengan yang besar. Mulai dari yang dapat diselesaikan sendiri sampai dengan yang sangat sulit untuk diselesaiakan dan tidak dapat kita selesaikan sendiri. Tragedi adalah akibat yang ditimbulkan dari bahaya tersebut.

Macam-macam bahaya

Pada hakikatnya bahaya itu dapat disebut karena sebabnya, sebagai berikut:

  1. Bahaya yang terjadi karena alam, seperti gunung meletus, lahar dan awan panas, banjir bandang, dan sebagainya.
  2. Bahaya yang terjadi karena ulah manusia, seperti tanah longsor, hutan terbakar, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya.
  3. Bahaya yang terjadi karena gabungan antara keduanya, baik secara alam maupun karena ulah manusia. Bahaya sering terjadi karena ulah tangan manusia

Makna atau hakikat bahaya bagi manusia

  1. Bahaya itu sesungguhnya menjadi sebagai peringatan kepada manusia agar senantiasa berhati-hati dalam menjalani hidupnya dan senantiasa berdo’a kepada Allah SWT.
  2. Makna bahaya itu agar manusia senantiasa berusaha sekuat tenaga untuk dapat menyelesaikan masalah yang ditimbulkan oleh bahaya.
  3. Secara preventif manusia untuk menghindarkan diri dari akibat yang ditimbulkan karena bahaya, dan secara kuratif untuk dapat menyelesaikannya.

Tragedi apa saja?

Tragedi adalah akibat yang ditimbulkan dari bahaya tersebut. Berdasarkan kejadian dan hasil kajian terhadap beberapa bahaya yang terjadi dalam kehidupan kita, ternyata kita telah menghadapi tragedi luar biasa yang harus kita hadapi segera sebagai berikut:

  1. Pertama, Tragedi nol buku.

Kompetensi baca yang rendah adalah bahaya yang ditimbulkan oleh rendahnya minat baca. Oleh karena itu nol buku menjadi tragedi yang dapat mengancam terjadinya kebodohan warga negara. Tragedi ini dikemukakan pertama kali oleh penyair Taufik Ismail. Akibatnya, label kebodohan dan kemiskinan telah melekat erat pada WNI. Siswa SD di Indonesia memiliki nilai kemampuan membaca yang lebih rendah dibandingkan dengan kemampuan baca di negara Vietnam. Satu ironi yang sangat memalukan. Lantaran kemampuan membaca anak-anak SD di Indonesia berada urutain kedua terbawah dari 45 negara di dunia yang diteliti berdasarkan studi PERLS (Progress in International Reading Literacy). Di samping itu, kewajban membaca IQRA tentu saja lebih dahulu telah diterima Muslim ketimbang Vietnam.

  1. Kedua, Treagedi Kekerasan, Penelantaran, dan Pembunuhan Anak

Anak-anak lahir di dunia memiliki hak yang harus dipenuhi orang tuanya, masyarakat, bangsa dan negaranya dalam kehidupan manusia (human life). Unesco memberikan10 (sepuluh) hak anak sebagai berikut:

(1)     children have the right to survive: anak-anak mempunyai hak untuk hidup,

(2)     children have the right to survive and develop to the fullest: anak-anak mempunyai hak untuk hidup dan berkembang secara penuh,

(3)     children have the right to develop to their full potential: anak-anak mempunyai hak untuk berkembangn sesuai dengan potensinya secara penuh,

(4)     every child has the right to food and nutrition: setiap anak mempunyak hak untuk memperoleh makanaan dan nutrisi,

(5)     children have the right to play: anak-anak mempunyai hak untuk bermain,

6)      children have the right to privacy: anak-anak mempunyai hak untuk privasi,

7)      children have the right to special care and assistance: anak-anak mempunyai hak untuk memperoleh pengasuhan dan perlindungan secara khusus,

(8)     children have the right to meet and share views with others: anak-anak memiliki hak untuk bertemu dan berbagi pendapat atau pandangan dengan orang lain,

(9)     all rights to a childhood need protection: semua hak untuk masa kanak-kanak memerlukan perlindungan,

(10)   rights should be applied in the best interests of the child: hak-hak hendaknya diterapkan dalam kepentingan terbaik bagi anak-anak.

Tragedi penelantaran anak dan bahkan sampai dengan pembunuhan anak, seperti dalam kasus Engeline, sungguh patut disesalkan oleh semua pihak. Membunuh manusia adalah membunuh seorang manusia, tetapi membunuh anak-anak adalah melakukan pembunuhan seluruh umat. Apalagi anak-anak perempuan. Kasus ini dapat disamakan dengan mendidik seorang (laki-laki) adalah mendidik seorang laki-laki tersebut, tetapi mendidik seorang wanita sama dengan mendidik umat manusia, karena yang melahirkan umat manusia itu adalah wanita. Oleh karena itu tragedi pembunuhan wanita, apalagi wanita anak-anak, adalah tragedi pembunuhan umat manusia. Tragedi tersebut mencerminkan bahwa kebodohan dan kemsikinan telah dimanfaatkan pihak lain untuk menerapkan strategi menyabarluaskan kekufuran.

  1. Ketiga, Treagedi Kekerasan Seksual secara massal

Tagedi yang ketiga ini sebenarnya merupakan dampak lanjutan dari tragedi kedua. Perilaku kekerasan seksual merupakan perilaku pedopilia, yakni sejenis penyakit psikologis, yang telah melahirkan moralitas yang rendah di negeri ini. Tragedi ini boleh jadi diawali oleh tata pergauan yang tidak berdasarkan syariat. Setelah itu ditambah dengan penggunaan minum-minuman keras dan bahkan oplosan, serta penggunaan obat-obatan terlarang seperti narkoba.

  1. Keempat, Treagedi Korupsi

Jika tragedi kekerasan seksual lebih bersifat moral dan pribadi, tetapi tragedi korupsi lebih berdampak sosial dengan indikasi terjadinya kesalehan sosial yang rendah. Perilaku korupsi di dunia terkait dengan tingkat kejujuran du dunia. Negara mankakah yang termasuk negara yang terjudur dunia? Dengan sinis, kita harus mengakui bahwa negara yang terjujur di dunia adalah Finlandia, bukan salah satu dari negara Muslim di dunia, termasuk Indonesia.

  1. Kelima, Treagedi Narkoba

Tidak kalah dengan tragedi-tagedi yang lain yang telah dijelaskan di muka, tragedi narkoba tidak kalah berbahanya. Bahkan boleh jadi yang paling berbahaya. Pada acara peringatan Hari Anti Narkoba Internasional (HANI) pada Hari Jum’at, 12 Juni 2015 yang lalu, Presiden Jokowi meminta kepada kita semua memerangi narkoba, agar tidak terjadi tragedi ke sekian kali. Hukuman mati telah dilaksanakan di negeri ini, meski ada sedikit kecuali. Data tentang tragedi narkoba menjadikan kita lebih miris lagi. Pertama, 4,1 juta penduduk Indonesia telah menjadi pengguna narkoba. Mereka tidak pandang bulu. Dari anak-anal sampai dengan lansia. Dari rakyat jelata sampai dengan pejabat tinggi negara. Dari pengangguran sampai dengan para wakil rakyat dan penegak hukumnya. Data tersebut menyebutkan bahwa 40 sampai 50 orang pecandu narkoba yang telah meninggal setiap harinya. Dijelaskan pula bahwa tragedi tersebut telah menimbulkan kerugian tidak kurang dari Rp63 trilyun pertahun untuk biaya keseluruhan tragedi narkoba.[1] Bahkan jumlah pengguna narkoba di Kota Depok telah mencapai 214 orang pada tahun lalu dan saat ini telah meningkat menjadi lebih dari 300 orang.[2]

  1. Keenam, Tragedi Perpecahan Antarwarga Bangsa[3]

Konplik antar warga masih sering terjadi. Proses panjang yang harus dilalui untuk menghentikan atau menghilangkan tawuran antarwarga. Meskipun sejarah telah memberikan catatan tentang warisan sejarah bahwa bangsa negeri ini sejak Abad XIV telah memiliki Bhinneka Tunggal Ika. Meski berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Peristiwa Tolikara berdasarkan pemberitaan Republika tanggal 13 – 19 Juli 2015, Tempo dan Kompas tanggal 17 Juli 2015 telah mencatat noktah hitam tersebut. Semua anak bangsa bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi, bukan menjadi bak kerbau yang saling beradu. Warga yang semula rukun, tiba-tiba menjadi memanas dan meledaklah tragedi itu. Dalam hal ini, Zainuddin MZ mengingatkan tentang TIGA LOBANG yang sangat berbahaya yang mengakibatkan tragedi tersebut: (1) lobang kantong artinya tidak berduit, yang dapat memicu terjadinya kekerasan antar warga negara, (2) lobang ilmu, artinya tidak berpendidikan, yang juga dapat memicu terjanya tawuran antaranak bangsa, dan (3) lobang iman, yakni lemahnya iman dapat memicu terjadinya kekerasan terhadap sesama umat beragama, khususnya umat Islam.

  1. Ketujuh, Tragedi Asap

Tragedi asap terjadi di penghujung tahun 2015. Menurut saya, penyebabnya sebenarnya karena faktor budaya, yakni budaya membuang sampah di sembarang tempat, dan dilanjutkan kemudian membakarnya, sampai akhirnya juga membakar lahan hutan karena faktor perusahaan perkebunan maunya untung sendiri. Terakhir diumumkan bahwa 52 perusahaan yang terlibat dalam tragedi membakar hutan, ternyata 6 perusahaan asing telah terlibat di dalamnya. Oleh karena itu, maka perusahaan-perusahaan tersebut merasa punya tanggung jawab moral dengan ikut mengadakan water booming dengan menggunakan pesawat udara. Pada awal tahun 2016 tragedi asap telah usai dengan datangnya musim penghujang. Tetapi, apakah masalah tragedi asap sebenarnya telah benar-benar selesai? Belum selesai! Memang setelah ada kesulitan ada kemudahan. Alhamdulillah. Namun sesungguhnya yang harus dianalisis secara lebih luas dan mendalam adalah upaya untuk melahirkan progra lingkungan hidup yang lebih komprehensif. Bukan hanya soal asap, tetapi termasuk soal banjir, longsor tanah, sampai program yang kelihatannya sepele, misalnya reboisasi, penanaman pohon dan pemotongan pohon di pinggir jalan. Termasuk program apa saja yang harus digerakkan sebagai program pemberdayaan masyarakat, termasuk kebersihan lingkungan pembuatan biopori dan pembuatan LSO (lubang sampah organik).[4]

  1. Kedelapan, Tragedi Keteladanan

Tragedi kedelapan ini boleh jadi menjadi tragedi yang terbesar dampaknya, karena bersifat edukatif. Lama dapat kita lihat dampaknya, tetapi lama pula hasilnya. Sebagai contoh adalah perilaku sebagai berikut: (1) perilaku menggebrak dan melempar meja kursi ketika bersidang anggota dewan yang terhormat, (2) anggota polisi dan tentara pengguna narkoba, (3) para bupati/walikota, pejabat birokrasi yang telah menghuni lapas yang penuh sesak, (4) beberapa pendidik dan ustadz yang telah melanggar kode etiknya sendiri.

 

Akhirnya, kita semua harus menyadari bahwa banyaknya tragedi dalam tulisan ini bukan hanya menunjukkan kemarahan Allah SWT kepada umuatnya. Tetapi justru sebaliknya, yakni bukti kasih sayang Allah SWT kepada umat-Nya, agar kelak manusia tidak terlalu berat menerima siksa di hari kemudian, dengan cara mengingatkan agar kita dapat memperoleh pelajaran dari bahaya dan tragedi dalam kehidupan. Insya Allah.

*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com.

*) Kritik dan masukan terhadap tulisan ini. Terima kasih.

Depok, 8 Februari 2016.

[1] Republika, 27 Juni 2015.

[2] H.M. Idris Abdul Shomad, pengarahan dalam acara Peringatan Tahun Baru Islam, 1 Muharam 1437 Hijriyah

[3] Republika.co.id, 13 Juli 2015

[4] www.suparlan.com;

Tags: Bencana, Tragedi

Related Articles

Tak ditemukan hasil apapun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts

Artikel

Penumbuhan Budi Pekerti

Oleh: Suparlan *)   Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa, “Pendidikan nasional berfungsi…