ArtikelBudayaDunia Islam

Kultum 23: Kultum Untuk Keluarga

285 views
Tidak ada komentar

1. Hari Sabtu, tanggal 9 Agustus 2014 adik ipar saya kebetulan mempunyai hajat mengawinkan putrinya, Erlita Rosita Widi Purwanti. Tentu saja banyak kerabat dan famili yang hadir dalam acara ini, termasuk saudara kerabat yang sekian lama tidak berjumpa. Yang dulu bertemu ketika masih anak-anak, kini bertemu lagi sudah remaja, bahkan sudah dewasa. Begitulah kira-kira.
2. Seorang adik sepupu, Suhariyadi, yang kini bekerja di ASDP (Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan), tinggal di Bakahuni, Lampung, dalam acara itu ia menginap di rumah. Tentu saja, istri dan keempat anaknya, pada malam Sabtunya harus rela tidur di karpet dengan bantal seadanya. Istrinya membawa masakan setengah jadi, dan saat itulah dimasak untuk makan malam dan sarapan pagi. Nikmat juga memang makan bersama seperti itu.
3. Pagi harinya hampir semua keluarganya sudah bangun ketika saya pulang dari shalat Subuh di madjid dekat rumah. Ayo bangun semua, seruku membangunkan mereka yang masih pulas karena kelelahan dalam perjalanan naik mobil dari Bakahuni ke Depok. Ayo! “Lekas mandi, dan setelah sarapan pagi nanti akan ada Kultum sedikit”, perintah saya kepada semuanya.
4. Saya ingin membiasakan untuk menyampaikan Kultum untuk keluarga yang sedang bertemu seperti ini. Kebiasaan ini saya sudah mulai bulan kemarin di rumah Pak Dimyati, seorang ipar yang sudah membangun keluarga besarnya di Kota Malang. Pak Dimyati mempunyai anak tiga orang. Dua orang sudah berkeluarga, dan tinggal seorang putri yang masih menyelesaikan kuliahnya. Kebiasaan untuk memberikan Kultum ini akan saya kemukakan selepas shalat subuh di masjid terdekat.  Kapan pun dan di mana pun ketika kita dapat berkumpul untuk silalturahim dengan keluarga atau siapa saja, kultum itu dapat disampaikan. Kultum keluarga di rumah Pak Dimyati diikuti oleh Pak Dimyati dan Istrinya, yang tidak lain adalah adik kandung saya, kedua anak dan menantunya, dan seorang anak bungsunya. Tema yang saya ambil tentu saja berbeda untuk satu kultum satu dengan kultum yang lain. Karena Pak Dimyati seorang dosen PGSD di Universitas Negeri Malang, maka saya memilih topik “Kecerdasan Ganda” dengan tujuan agar keluarga ini memahami makna kecerdasan ganda bagi kehidupan. Dengan kultum ini diharapkan keluarga ini dapat memahami makna sebenarnya “kecerdasan”, mengapa dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia didirikan oleh para pendirinya adalah “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.
5. Kultum untuk keluarga Suhariyadi, ponakan yang anak-anaknya sudah remaja, ini saya awali dengan pentingnya kultum ini. “Tidak seiap hari Pak Puh dapat berbicara dengan kalian”, saya menyebutkan dirinya sebagai kakak sepupu dari bapaknya. Oleh karena itu, pada pagi ini saya ingin berbicara tentang beberapa hal yang penting melalui kultum ini. Ada tiga hal penting yang ingin saya sampaikan dalam kultum ini. Materi ini penting disampaikan karena anak-anaknya sudah menjelang remaja, dan sebentar lagi pastilah mencari pekerjaan. Oleh karena itu, etos kerja dan semangat kerja menjadi titik berat materi kultum ini.
6. Pertama, sukses atau keberhasilan seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri. Bukan oleh orang lain, termasuk bukan oleh bapak-ibumu sendiri. Ini sama dengan ajaran Allah Swt yang menyatakan bahwa “nasib suatu kaum ditentukan oleh kaum itu sendiri”. Dalam pelajaran sejarah, kita dapat mempelajarinya bahwa “sejarah suatu bangsa telah diukir oleh bangsa itu sendiri”. Bukan diukirkan oleh bangsa lain.
7. Kedua, sukses atau keberhasilan seseorang diperoleh melalui kerja keras dan kadang memerlukan waktu yang panjang. Ingat, yang terpenting adalah prosesnya, bukan hasilnya. Mengapa? Karena hasil akan ditentukan oleh prosesnya. Hasil yang baik diperoleh dari proses yang baik. Bahkan, proses yaiting panjang ini harus melalui proses pendidikan dan pembudayaan yang berat, termasuk membina kecerdasan yang dimiliki. Setiap orang memiliki kecerdasan. Menjadilah dirimu sendir sesuai tipe kecerdasan yang dimiliki. Ada kecerdasan intelektual, dengan mengembangkan kemampuan otak kirinya. Selain itu, ada pula kecerdasan dengan potensi otak kanannya. Dalam teori kecerdasan ganda dari Howard Gardner dalam bukunya Frame of Mind, telah menjelaskan delapan (delapan) tipe kecerdasan, yakni 1) keerdasan spasial (visual) seperti kecerdasan yang dimiliki insinyur, 2) language, seperti kecerdasan yang dimiliki ahli bahasa, penerjemah, 3) interpersonal, yakni orang-orang yang memiliki kemampuan komunikasi, 4) music, pengarang dan pelantun lagi, 5) naturalis, yang cinta binatang, tanamanan, dan lingkungan alam, 6) bodily kinerthetics, yakni yang memiliki kecerdasan kinerthetic, yang terampil dalam olah raya, sebagai contoh, kalau Garuda Muda masih selalu kalah dalam bertanding dengan Brunai dan Mianmar, maka hal itu menunjukkan bahwa kecerdasan kinestetik kita memang masih rendah dibandingkab dengan kecerdasan kinestetic Indonesia, 7) intrapersonal, yakni kemampuan untuk menerawang masa depan, sebagai filoshis, dan 8) logical matematic, yakni kemampuan otak kini dalam bidang matematika. Ke delapan, tipe kecerdasan harus dikembangkan secara seimbang, antara otak kanan dan otak kiri.  Sebagai contoh, Korea mempunyai motto yang demikian keras untuk memperoleh proses yang baik itu. “Cheng Ren Bu Ze Zai” atau Orang Sukses tidak Santai”. Kerja keras di Korea sudah mulai dilatih sejak di Taman Kanak-Kanak. Do’a makan anak-anak Korea diucapkan sebagai berikut. “Makan bukan untuk makan, makan untuk kerja, tidak kerja tidak makan, satu kali makan, empat jam kerja”. Pendidikan kerja telah dibangun dalam kehidupan anak-anak sejak dini. Melalui pendidikan, anak-anak Korea kelak menjadi pekerja yang tangguh, pekerja yang ulet. Kita ketahui bahwa negara Korea termasuk salah satu negara yan mengirimkan timnas sepak bola ke Brazil pada tahun ini. Indonesia belum.
8. Ketiga, era Pak Puh dengan era kalian tidak sama. Pak Puh menjadi anak orang desa, dan dididik langsung untuk dapat bekerja. Pak Puh pernah mengantar Bapak yang bekerja keras dengan memikul kopra dari Desa Tawing ke Kampak perbatasan Kota Trenggalek. Meski ada perbedaan macam pekerjaan antara era ayah dan Pak Puh dengan era kalian di Abad XXI yang dikenal dengan era teknologi informasi dan komunikasi. Dunia sekarang ini telah menjadi kampung kecil tanpa batas, karena kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Ada perbedaan yang paling signifikan antara era sebelum dan sesudah era teknologi informasi dan komunikasi. Dalam era sekarang, “we are not looking for a super one, but we are looking for a super team”. Kita tidak mencari seorang yang super, tetapi kita mencari satu tim yang super. Jadi saat ini yang diperlukan adalah orang yang dapat bekerja sama dan berkolaborasi.

Depok, 9 Agustus 2014.

Related Articles

Tak ditemukan hasil apapun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts

Artikel, Pendidikan

Salah

Oleh: Suparlan *) Belajar itu di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Pagi-pagi buta saya telah…