***
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin
(Surat Al-Mau’n, ayat (1-3)
***
Dalam Al Qur’an, surat Al ‘Asr, surat dengan 3 (tiga) ayat tersebut, Allah Swt berfirman sebagai berikut: “sungguh manusia berada dalam kerugian, kecuali manusia yang memiliki tiga hal yang sangat penting, yakni 1) keimanan, 2) melaksanakan amal shaleh, dan 3) mengajak dan menunjukkan kebenaran dengan kesabaran”. Surat ini memiliki makna yang sangat penting sebagai tuntunan dalam kehidupan manusia. Sangat disayangkan, surat ini masih terbatas dihafalkan secara tekstual. Tuntunan tersebut belum sepenuhnya diamalkan secara kontekstual dalam kehidupan.
Dalam surat itu disebutkan tentang dua hal yang sangat penting dalam pembangunan. Bukan hanya dalam pembangunan fisik, tetapi juga dalam pembangunan mentalnya. Keduanya merupakan dua sisi mata uang yang tidak boleh dipisahkan. Bahkan ayat tersebut juga memberikan tuntunan agar dalam mengajar ke jalan kebenaran, kita harus melakukannya dengan kesabaran, bukan dengan kekerasan.
Ayat itu nyaris seperi dijabarkan dlam petikan syair lagu kebangsaan kita Indonesia Raya karya W.R. Supratman, “Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya Untuk Indonesia Raya”. Judul tulisan ini sebagai refleksi dari pengalaman berhaji ke tanah suci pada tahun ini, dan terinspirasi dari petikan syair lagu kebangsaan Indonesia Raya itu. Alhmadulillah.
Pembangunan dan Perluasan Masjidil Haram
Alhamdulillah. Saya dan istri telah memperoleh kesempatan memenuhi panggilan Allah Swt dapat naik haji pada tahun ini. Dampak ikutan kegiatan rukun haji itu, penulis telah memperoleh banyak kesan dan pengalaman yang sangat berharga. Penulis dapat melihat secara langsung program besar Kerajaan Saudi Arabia dalam membangun sarana dan prasarana yang sangat diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan acara ritual ibadah haji. Sebagai misal, program renovasi dan perlusan Masjidil Haram masih sedang perjalan. Banyak peralatan besar berjejer terlihat di belakang bangunan Masjidil Haram itu. Pintu 79 merupakan pintu masjid yang pertama kali kami masuki, sesuai dengan petunjuk pembimbing haji. Pintu dengan dua menara yang megah itu persis berhadapan dengan gedung yang dikenal dengan Menara Zam-Zam dan Darut-Tauhid. Sementara pintu masjid dan menaranya yang lain masih dalam proses pembangunan. Bukit batu di belakangnya dan mesin-mesin besar untuk pembangunan masjid itu terlihat jelas dari pelataran Masjidil Haram. Sementara itu, dua tingkat untuk rute tawaf masih belum selesai dibangus, sedang yang satu tingkat diatasnya sebenarnya masih dalam proses penyelesaian, tetapi sudah digunakan untuk tawaf bagi jamaah yang menggunakan kursi roda bersama dengan keluarganya. Untuk dapat menampung jamaah yang akan tawaf, lantai yang teratas masjid sudah digunakan untuk shalat subuh, untuk menyebut shalat fajar di Mekah. Secara keseluruhan, maket Masjidil Haram sudah dapat kita lihat gambarnya di tepi jalan pulang dari Masjidil Haram ke satu kawasan Jarwal, tempat penginapan penulis. Terlihat demikian megah bangunan Masjidil Haram di masa depan. Berbahagialah para calon haji di masa depan jika pembangunan semua sarana dan prasarana haji tersebut telah selesai. Sudah tentu tawaf yang harus berdesak-desakan seperti saat ini, mudah-mudahan tidak terjadi, karena sesungguhnya ibadah harus dilakukan dengan khusuk, sehingga kita bisa mengambil makna dan hikmah dari semua rukum haji yang kita laksanakan. Pembangunan sarana dan prasarna haji tersebut sudah barang tentu merupakan program besar untuk membangun keimanan dan ketakwaan umat.
Dalam melaksanakan sa’i, sebagai contoh, sekarang ini kita tidak lagi harus berpanas-panasan seperti pada zaman Nabi Ibrahim dan Ibu Siti Hawa bersama Nabi Ismail ketika harus mondar-mandir mencari setetes air zam-zam antara Bukit Safa ke Bukit Marwa. Pada saat ini, para calon haji telah dengan mudah ber sa’i dalam gedung dengan dua jalur yang sangatt lempang dengan satu jalur di tengahnya untuk jama’ah yang naik kursi roda. Demikian juga dengan gedung untuk melempar jumrah pun sudah sangat megah lengkap dengan gedung eskalatornya, serta lengkap dengan terowongan yang dilengkapi dengan “lantai berjalan” untuk jama’ah yang akan berjalan kaki dari tempat penginapan ke gedung jumrah untuk melempar jumrah. Pembangunan fasilitas terowongan yang sudah amat memadai ini adalah dimaksudkan sebagai pengganti fasilitas sebelumnya yang telah menyebabkan tragedi jatuhnya banyak korban bagi para calon haji sebelumnya.
Alhamdulillah, pembangunan sarana dan prasarana ibadah haji terus dilaksanakan oleh Pemerintah Saudi Arabia. Program itu dapat berjalan dengan lancar, sudah barang tentu berkat mengalirnya dana ke anggaran belanja negara. Salah satunya tentu saja dari petrodolar yang mengalir ke pemerintah Saudi Arabia. Di samping itu, tentu saja juga dari pendapatan dari kegiatan pelayanan haji di negeri batu yang penuh berkah ini. Wallahu alam, mudah-mudahan tidak ada setetes pun anggaran yang dikorupsi oleh pejabat negeri gunung berbatu ini. Kalau ada yang korupsi, sudah barang tentu mereka akan diadili di Mahkamah Sjari’ah, lengkap dengan hukuman qisas-nya di Kota Jedah. Mahkamah ini letaknya di seberang jalan Masjid Qisas, tempat para pecundang yang harus mempertanggungjawabkan kesalahannya. Dalam acara city tour ke Jedah itu, penulis bersama dengan jamaah lainnya memperoleh kesempatan dapat mengunjungi Masjid Qisas. Ketika itu, penulis membayangkan jika hukuman qisas ini diterapkan di Indonesia, betapa banyak orang yang akan dipancung lehernya atau dipotong tangannya karena telah terbukti dalam pengadilan sebagai pencuri uang negara. Oh tidaaaak! Astaghfirullah! Alangkah sayangnya jika di Indonesia, Mahkamah Konstitusi telah jatuh martabatnya sebagai akibat ulah para pecundang di negeri ini.
Alhamdulillah, pembangunan dari segi fisik untuk meningkatkan keimanan umat Islam telah dan sedang terus digiatkan bertahap oleh Pemerintah Saudi Arabia. Sebagai umat, yang dapat menikmati lancarnya pelaksanaan rukun haji di Mekah, kita iut berdo’a mudah-mudahan proses pembangunan sarana dan prasarana haji tersebut dapat segera selesai, dan kemudian segera dapat dimanfaatkan oleh umat yang ingin memenuhi panggilan Allah Swt.
Pembangunan Amal Shaleh
Jika pembangunan keimanan telah diupayakan secara maksimal oleh Pemerintah Saudi Arabia dengan membangun berbagai fasilitas, seperti pembangunan masjid tersebut, namun sebaliknya pembangunan amal shaleh belum sepenuhnya dapat diimplementasikan secara optimal. Seperti di negeri tercinta Indonesia, dengan 17% penduduknya yang berada di bawah garis kemiskinan, kita melihat begitu banyak pengemis, peminta-minta, pengamen yang melakukan operasinya di perempatan jalan, bahkan juga di banyak masjid. Penulis pernah ke Masjid Raya Medan dan ternyata ketika shalat subuh selesai, banyak pengemis yang menggunkan topi hajinya untuk meminta sedekah kepada jamaah subuh yang akan meninggalkan masjid. Di masjid kawasan hotel tempat menginap para calon haji pun banyak peminta-minta yang menengadahkan tangannya dengan menyebut haji dan hajjah atau mengatakan sabilillah, dan seterusnya. Bukankah hal ini merupakan ladang amal yang belum sepenuhnya dapat diselesaikan oleh banyak negara yang penduduknya muslim? Ketika penulis menanyakan hal ini kepada Sjech Muhammad bin Ali, seorang kandidat doktor, yang memberikan kajian Islam dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia di masjid dekat pemondokan para calon haji, jawabanya memang mengakui masih adanya masalah ini. Katanya, kegiatan mengemis ini memang merendahkan martabat kita sebagai manusia, karena tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Bahkan, lanjutnya, sebagian para pengemis itu telah menjadikan “mengemis” sebagai profesi. Seharusnya, mereka mau bekerja dan berusaha dengan tekun, dan tidak hidup hanya dengan cara meminta-minta dengan menengadahkan tangan di bawah. Fenomena ini, di Indonesia justru melahirkan hal yang paradok dengan ajaran yang mewajibkan umatnya untuk memberikan sedekah. Ada larangan bersedekah di jalan raya, karena memang dapat mengganggu lalu lintas.
Kembali ke surat Al ‘Asr, sebagai manusia kita akan menjadi umat yang merugi, jika tidak dapat menjadi manusia yang beriman, dan sekaligus menjadi manusia yang beramal sholeh, serta mengajak umat ke jalan kebenaran dengan kesabaran. Itulah sebabnya, upaya pemerintah negeri muslim seperti Saudi Arabia dan Indonesia untuk meningkatkan umatnya untuk beriman dengan pembangunan sarana dan prasarana keimanan tersebut haruslah diimbangi dengan pembangunan amal sholeh, seperti pembangunan panti jompo, panti wreda, panti orang-orang miskin, termasuk upaya memberikan pendidikan orang-orang cacat dan anak-anak terlantar, serta kaum duafa lainnya, sebagai wujud peningkatan amal sholeh. Lebih dari itu, upaya tersebut harus diikuti pula dengan melakukan tabligh untuk menyampaikan kebenaran dengan penuh kesabaran, bukan pemaksaan, dan apalagi dengan kekerasan ala teroris.
Untuk melaksanakan amal sholeh ini, konon ribuan yayasan sosial telah berdiri di negara Saudi Arabia. Selama pelaksanaan ibadah haji di Mekah, penulis memang pernah melihat banyak lembaga sosial yang telah membagi-bagikan bantuan kepada para tamu-tamu Allah Swt, seperti membagi-bagikan makanan dan buah-budahan berdos-dos banyaknya di jalan-jalan, dan bahkan di masjid-masjid. Namun demikian, ranah kegiatan lembaga-lembaga sosial seperti itu masih terbatas pada urusan konsumtif. Hanya untuk memenuhi kebutuhan perut. Bukan untuk tujuan mengisi hati dan otaknya. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan dengan peningkatan amal sholeh bagi umat bukan hanya menjadi kewajiban individual umat itu sendiri, tetapi harus menjadi kewajiban kolektif dari pihak pemerintah, misalnya melalui peran Kementerian Sosial, pemerintah Saudi Arabia atau pun negara muslim lainnya. Pemerintah negara muslim harus dalam meningkatkan upaya pembangunan amal shaleh setara dan seimbang dengan pembangunan keimanan umat. Penulis yakin bahwa pembangunan keimanan yang tidak diikuti dengan pembangunan amal sholeh akan tidak berarti. Upaya itu hanya akan melahirkan umat yang hanya dirundung malang, karena hanya menjadi manusia yang merugi.
Jika pemerintah Saudi Arabia mampu membangun masjid yang indah dan megah dan sarana dan prasarana lainnya untuk meningkatkan keimanan umatnya, seyogyanya pemerintah seharusnya juga harus membangun “istana/panti yang juga megah” untuk para duafa sebagai bentuk nyata dari upaya peningkatan amal sholehnya, agar dengan semua itu kita menjadi manusia yang benar-benar tidak merugi, sebagaimana telah diamanatkan dalam surat Al ‘Asr tersebut. Kita merasa sedih sekali ketika pulang dari Masjidil Haram kemudian menjumpai pemandangan yang tidak sedap karena banyaknya kaum fakir miskin yang berjejer di sepanjang jalan. Mereka mungkin memang sebagai pendatang musiman. Bahkan konon dijelaskan bahwa pemerintah Saudi Arabia melepas mereka yang potong tangannya atau potong kakinya itu untuk memberikan peringatan tentang beratnya hukuman bagi para pencuri dan para pelanggar hukum di negeri itu. Tetapi itukah cara yang harus ditempuh? Kita merasa sedih karena pemecahan masalah tersebut tidak cukup hanya menjadi kewajiban indivual umat, melainkan harus juga menjadi kewajiban pemerintah. Wallahu alam.
Indeks Keshalehan Publik
Kealpaan dalam aspek pembangunan amal shaleh inilah yang telah dikritik para penulis yang telah menunjukkan di depan mata kita bahwa ternyata indeks keshalehan publik di negara-negara muslim justru jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan indeks keshalehan publik di negara-negara sekuler. Rupanya negara-negara muslim lebih mengedepankan pembangunan sarana dan prasarana untuk peningkatan keimanan, tetapi melalaikan pembangunan sarana dan prasarana untuk peningkatan amal shaleh bagi umatnya. Di samping itu, negara-negara muslim juga kurang memperhatikan upaya untuk melakukan tabligh untuk menyampaikan kebenaran dengan kesabaran. Sebaliknya, kita lebih banyak melakukkan tabligh yang lebih mengedepankan cara kekerasan dengan melakukan pemaksaan, bahkan dengan cara-cara yang anarkis ala teroris.
Singkat kata, Allah Swt mengingatkan kepada semuanya agar kita tidak akan menjadi orang yang merugi. Ada tiga kunci utama agar kita tidak menjadi orang yang merugi, yakni umat yang senantiasa 1) meningkatkan keimanan, dan 2) meningkatan amal shaleh, serta 3) menyampaikan kebenaran dengan kesabaran. Amin. Mudah-mudahan, tulisan singkat ini dapat menjadi amal yang bermanfaat bagi penulis di hari kemudian. Ini hanyalah sebuah refleksi pribadi yang penulis dapat petik dari pelajaran ketika memenuhi panggilan Allah Swt, melaksanakan ibadah haji pada tahun ini. Amin.
*) Laman: www.suparlan.com; E-mail: me@suparlan.com.
Depok, 8 November 2013.
2 Komentar. Leave new
Alhamdulillah diingatkan.
Terimakasih Pak Suparlan.
Alhamdulillah. Saya juga berterima kasih, karena Bapak sering mengirimkan tausiyah-tausiyah yang informatif dan memotivasi bagi saya. Saya ingin terus menulis agar menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan. Selamat Tahun Baru Miladiyah. Amin, yarobbal ‘alamin.