Artikel

Kultum 7: Sukses Ibadah

257 views
Tidak ada komentar

1. Semua manusia ingin sukses dalam kehidupannya. Yang petani ingin sukses dalam bidang pertaniannya. Yang guru ingin sukses dalam menjalankan tugasnya sebagai guru, demikian seterusnya. Untuk dapat menggapai sukses, selain tujuan sebagai hal yang penting, tentu saja proses menjadi prasyaratnya. Keduanya, tujuan dan proses merupakan prasyarat penting yang harus menjadi pusat perhatian kita untuk mencapai tujuan.
2. Pertama, adanya niat. Niat adalah kunci pertama dan utama kesuksesan yang akan kita capai. Bahkan, kalau kita telusuri, niat ini sebenarnya tidak hanya dimulai ketika akan melaksanakan suatu kegiatan, tetapi sudah jauh-jauh hari sebelum kegiatan itu kita laksanakan. Itu standar minimal suatu kegiatan. Katakan, ketika akan shalat. Apakah niat itu baru kita bacakan sesaat sebelum shalat? Itu standar minimal. Kita berniat sebelum kita melaksanakan shalat. Ya, sekali lagi itu standar minimal. Mengapa? Jauh-jauh hari sebelum kita akan melaksanakan shalat, kita sudah harus belajar bagaimana shalat yang benar. Contoh lain lagi, katakan akan melaksanakan kegiatan menulis “kultum” ini. Sudah pasti, kita harus memulainya dengan berniat “bismillahirrahmanirrahin” dan setelah itu barulah kita memulainya dengan menulis draf tulisan. Apakah niat itu baru kita lakukan sesaat sebelum kita melaksanakan kegiatan menulis itu. Penceramah judul ini di Masjid Baitut Tholibin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menyebut niat ini sebagai “input” atau masukan dari suatu proses. Dengan demikian, termasuk niat yang kuat ini haruslah dimulai dari tahap persiapan (preparation) jangka panjang untuk memulai suatu pekerjaan.
3. Kedua, selain ada niat tersebut, sukses ibadah – tentu saja ibadah dalam semua bentuk ibadah — mempunyai syarat kedua berupa syariat. Kegiatan ibadah apa pun yang akan kita lakukan memerlukan proses yang benar. Kegiatan shalat, sebagai contoh, tentu harus mengikuti syariat yang telah dicontohkan oleh Baginda Nabi yang kita teladani. Dapatkan kita shalat yang tidak mengikuti syariat Nabi? Bisa, tetapi sudah barang tentu tidak akan dapat menjadi ibadah yang sukses. Demikian pula shalat. Harus dilaksanakan dengan syariat yang sesuai dengan tuntunan Nabi. Kata Baginda Nabi “shalatlah kalian sebagaimana aku shalat”. Dengan demikian, maka proses untuk melaksanakan ibadah harus berpedoman dengan petunjuk atau panduan yang benar, agar kegiatan ibadah itu dilaksanakan dengan proses yang benar. Hal inilah yang dijelaskan oleh seorang ustadz di Masjid Baitut Tholibin Kemendikbud pada tanggal 3 Juli 2014 disebut sebagai “process” dalam suatu sistem. Ada niat yang benar, tetapi tidak dilaksanakan dengan benar, maka tidak akan terjadi ibadah yang sukses.
4. Ketiga, jika proses ibadah itu dapat disebut sebagai syariat, maka hasilnya atau out put-nya atau hasilnya adalah al-ikhsan, yakni perbuatan baik yang dapat kita capai dalam kehidupan. Apa itu al-ikhsan atau hasil yang kita peroleh dalam melaksanakan ibadah? Ada dua macam.
5. Hasil Pertama, muashabah, secara umum artinya evaluasi diri, yakni senantiasa menilai diri sendiri tentang hasil yang telah, sedang, dan akan dicapai dalam kehidupan. Misalnya, apakah keberadaan kita dalam suatu komunitas sudah bermanfaat bagi orang lain? Ini menjadi tolok ukurnya. Kalau sudah, ya kita mantapkan dan kalau perlu kita tingkatkan. Muashabah adalah proses kreatif dalam kehidupan. Tanpa muashabah, hidup kita akan menjadi pasif atau berhenti, tidak ada perubahan. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Kalau hari ini masih sama dengan hari kemarin, sesungguhnya kita telah merugi.
6. Hasil kedua, murakobah, secara umum artinya pengawasan. Maknanya perbuatan kita yang senantiasa diawasi oleh Yang Maha Pencipta. Apa pun kegiatan kita, di tempat gelap atau di tempat terang, kita harus merasa tidak lepas dari pengawasan Allah Swt. Dalam hal ini, ada kisah penggembala domba yang ditanya oleh Sayidina Abubakar. “Begitu banyak domba-domba yang Anda gembala wahai Saudaraku!”, sapa sahabat Nabi. “Siapakah yang telah memiliki domba sebanyak ini Saudaraku?”, tanyanya menelisik. “Yang punya tuanku”, jawab singkat penggemla. “Siapakah lagi yang mengetahui bahwa domba ini milik siapa, selain Anda sendiri dan Tuan Anda serta saya sebagai pendatang?”, tanya sahabat Nabi kemudian. “Tentunya, selain kita, Allah Swt yang Maha Mengetahui, ya pendatang! Sahabat Nabu pun kaget dengan jawaban penggembala jujur ini. Inilah contoh seorang penggembala yang sudah sampai pada tahapan murakobah dalam menjalankan ibadahnya.
7. Selain kedua hasil ibadah tersebut, tentu masih banyak hasil yang lain. Dalam kultum ini, dibatasi sampai di sini. Amin.

Sumber: Kultum di Masjid Baitut Tholibin, Kemendikbud, 3 Juli 2014.

Related Articles

Tak ditemukan hasil apapun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts

Artikel

Lembaga Pendidikan Bestari

  *** Sesungguhnya setetes air hujan itulah yang lama-lama menjadi seluas samurdera (Anoname) Jika hujan adalah kegagalan, dan…