ArtikelBudaya

Ketika Pesawat Lambat Mendarat, Bahkan Batal Berangkat

244 views
Tidak ada komentar

Oleh Suparlan *)

Kesabaran berfungsi sebagai tirai pelindung bagi kita untuk menghadapi ketidakberesan dan ketidakpastian dalam kehidupan ini
(Leonardo Da Vinci, 1452 – 1519, seniman abad Renaissance)

Pada hari itu memang tanggal 13, bulan Juli, tahun 2009. Tapi, bukan! Bukan karena angka 13 itu, kami berenam, bahkan kemudian bertambah menjadi 10 orang penumpang, mengalami nasib yang tidak menyenangkan pada saat perjalanan kami pulang dari Kendari ke Jakarta. Pagi-pagi kami telah berangkat dari hotel Athaya Kendari ke Bandara Wolter Monginsidi untuk kembali ke Jakarta setelah selesai menunaikan tugas dalam kegiatan workshop AIBEP (Australia-Indonesia Basic Education Program). Kami diantar dengan mobil AVP oleh pihak hotel. Hari itu cuaca memang gerimis. Sopir dari hotel pun menjelaskan bahwa cuaca di Kendari memang cepat berubah-ubah tidak menentu. Kami tidak menyangka sama sekali akan terjadi penundaan dan bahkan pembatalan penerbangan hari ini. Sampai di bandara, kamu langsung check in di konter Garuda Indonesia, perusahaan penerbangan kebanggaan kita. Kemudian, kami bersama menuju ruang tunggu.

Uncertainty

Entah mengapa, detik demi ditik, menit demi menit pun berlalu pesawat Garuda dari Makassar tidak kunjung mendarat. Seorang teman pun menanyakan ke konter Garuda Indonesia, namun ternyata tidak diperoleh jawaban yang pasti. Tiba-tiba speaker pun berbunyi keras mengumumkan sebagai berikut: ”Para penumpang Garuda Indonesia yang terhormat, pesawat Garuda Indonesia dari Makassar tidak dapat mendarat di Kendari, karena faktor cuaca. Kita masih akan menunggu pengumuman lebih lanjut. Terima kasih”.

Sedianya, pesawat ini akan mendarat di Bandara Wolter Monginsidi sekitar pukul 14.00 WITA. Sampai pukul 17.00 WITA berita kedatangan pesawat Garuda Indonesia belum dapat dipastikan. Malah bergemalah pengumuman berikutnya sebagai berikut: ”Para penumpang Garuda Indonesia yang terhormat, jika sampai pukul 17.30 WITA pesawat Garuda Indonesia juga belum bisa mendarat, maka penerbangan pesawat Garuda Indonesia pada hari ini akan dibatalkan”. Harapan bisa kembali ke Jakarta semakin tipis. Beberapa teman bahkan ada yang punya inisiatif untuk kembali ke hotel. Tetapi beberapa teman yang lain masih bersabar untuk menunggu pengumuman berikutnya.

Tampak dari ruang tunggu cuaca memang tidak bersahabat. Hujan rintik-rintik kecil terlihat dari ruang tunggu. Di samping itu, kabut tebal memang terlihat menutupi kawasan di sekitar bandara.  Dua pesawat lain, yakni Lion dan Sriwijaya tenyata berani mendarat. Tetapi pesawat Batavia dan Garuda Indonesia tidak juga kelihatan batang hidung pesawatnya. Teman saya menggumam. ”Pilot-pilot Lion dan Sriwijaya itu memang berani. Teman lain menimpali. ”Itu bukan berani, tetapi dia nekat”, katanya. ”Ya bukan, pilot-pilot itu kan sudah mempunyai pengalaman segudang”, jawab yang lain. Penulis pun tersenyum mendengarkan celoteh teman-temanku ini.

Akhirnya, terdengarlah pengumuman ketiga. ”Para penumpang Garuda Indonesia yang terhormat. Dengan permohonan maaf, kami umumkan bahwa penerbangan Garuda Indonesia pada hari ini terpaksa dibatalkan. Para penumpang diminta untuk bersiap-siap untuk menuju hotel. Pihak kami akan menyediakan mobil untuk transpor ke hotel. Terima kasih”. Suasana pun menjadi seperti pasar. Semua penumpang, baik Garuda Indonesia dan Batavia mulai mendatangi konternya masing-masing untuk mengambil bagasi yang akan dibawa ke hotel. Setelah selesai mengurus tiket dan bagasi, kami diantar dengan mobil Avanza menuju ke Plaza Inn.  Kami tinggal di hotel ini dengan biaya dari pihak Garuda Indonesia. Semalaman penulis memang tidur dengan nyenyak, karena memang lelah selama di perjalanan. Tetapi di tengah malam penulis terbangun, dan mendengarkan bunyi hujan deras. Wow, cuaca di Kendari ini memang dapat berubah cepat. Sampai pagi, hujan gerimis pun terus berkepanjangan.

Sejak kemarin, berita tentang keterlambatan pesawat Garuda Indonesia ini pun segera  penulis sampaikan kepada teman-teman di kantor. Seorang teman kental membalas dengan nada sedih ”uncertainty”. Ketidakpastian. Penulis pun membalasnya: ”Yes, I had nothing to do. I was just bored”. Penulis lalu terketuk hati untuk menulis kisah ini sebagai asa untuk membunuh kebosanan yang ada di hati ini.

Hari berikutnya, kami serombongan berangkat lagi dari hotel ke bandara diantar oleh kendaraan yang disediakan kemarin oleh Garuda. Sampai di bandara, kami melakukan proses pendaftaran seperti kemarin. Kami pun menunggu di ruang tunggu. Tampak cuaca tidak berubah. Hujan gerimis kecil dengan kabut yang cukup tebal. Kami sama sekali tidak memprediksi apakah nasib penerbangan pada hari ini akan sama dengan kemarin. Siang hari pun tiba. Konter Garuda justru mengumumkan agar penumpang Garuda dapat mengambil jatah makan siang. Yah, kami pun memang sudah mulai lapar, dan dengan bergegas mengambil rangsum nasi kotak model warteg itu. Alhamdulillah.

Setelah shalat dhuhur, kami menunggu kedatangan pesawat Garuda lagi. Tetapi, ternyata kepastian kedatangan pesawat pun tidak ada. Untuk menghilangkan perasaan tidak menentu itu, seorang teman pun mengajak bergurau. Katanya, kepastiannya adalah ”jika pesawat tidak datang sampai pukul 17.30, kita akan kembali ke hotel lagi”. Kita pun terkekeh-kekeh mendengarkannya. Walhasil, hari kedua ini, kita pun memang benar-benar kembali ke hotel lagi.

Pada hari ketiga, kami pun telah berangkat ke bandara lagi di pagi-pagi buta, dengan harapan dapat terbang pagi-pagi ke Jakarta. Eh sesampai di bandara, petugas Garuda pun tidak tampak batang hidungnya. Yang tampak adalah nomor telepon yang tertempel di meja konter Garuda. Diperoleh katerangan kemudian bahwa penerbangan Garuda hari ini adalah pukul 16.00 WITA. Dengan kesal, kami pun kembali ke hotel lagi, untuk menunggu waktu keberangkatan pesawat siang atau sore harinya. Sebelum penulis dapat menyelesaikan cerita ini, cerita baru pun bertambah lagi. Penulis pun berkirim berita ke kantor, ”penerbangan Garuda pagi ini tidak ada lagi”. Teman di kantor pun menjawab. ”Oh, benar-benar Batal Air”, jawabnya melalui SMS dengan nada gurau. Jawaban teman dari kantor ini pun membuat gelak ketawa teman-teman yang sudah merasa letih-lelah ini.

Hikmah

Terus terang penulis belum pernah mengalami peristiwa seperti ini. Justru, penulis sendiri pernah mengalami terlambat datang di bandara dan kemudian ditinggalkan oleh pesawat. Dengan pengalaman ini penulis mempunyai pegangan ”lebih baik menunggu satu jam daripada terlambat satu menit”. Tetapi kali ini, pesawatnya yang justru terlambat mendarat, dan bahkan batal berangkat. Perasaan ”tidak menentu” memang benar-benar berkecamuk di dada ini. Berasaan bosan menunggu memang benar-benar penulis rasakan. Namun demikian, penulis percaya bahwa ada hikmah dari semua yang terjadi ini. Penulis berfkir tentang banyaknya penumpang yang merasakan ketidakmenentuan, sedih, dan bahkan marah di dalam hati dari peristiwa ini, bahkan perusahaan Garuda Indonesia pun pasti mengalami kerugian yang tidak sendikit dari peristiwa ini. Berapa besar biaya hotel, tranpor penumpang, sampai dengan konsumsi para penumpang yang harus ditanggung Garuda. Sungguh, penulis benar-benar dapat memahami besarnya resiko yang harus dikelola oleh Garuda dengan sebaik-baiknya. Di balik itu semua, ada juga keuntungan di pihak lain. Misalnya, para sopir angkutan bandara pun mendapat rezeki nomplok untuk mengantarkan para penumpang untuk menginap ke hotel. Bahkan hotel juga memperoleh bagian rezeki dari peristiwa ini.

Yang pasti, semua peristiwa mengandung hikmah yang kita peroleh, khususnya dari peristiwa ini, beberapa di antaranya antara lain adalah sebagai berikut:

Pertama, kepercayaan kita kepada kekuasaan Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. Peristiwa keterlambatan pesawat ini sesungguhnya harus dikembalikan kepada kekuasaan Allah, karena penyebabnya adalah karena faktor cuara, bukan human errors. Bahkan human error-pun bagi kita yang percaya kepada kekuasaannya, semua itu sesungguhnya harus dikembalikan kepadanya. Sekeras-kerasnya usaha manusia, setingg-tingginya ilmu dan teknologi yang dimiliki manusia, jika Allah tidak atau belum berkenan memberikan ridlonya, maka manusia tidak akan bisa berbuat apa pun jua.

Kedua, meningkatkan rasa kebersamaan antarsesama manusia. Peristiwa tersebut sesungguhnya telah memaksa kita untuk melakukan kebersamaan antarsesama manusia. Antara perusahaan dan penumpangnya harus dapat saling mengerti bahkan saling bekerja sama, antara penumpang dengan pihak-pihak lain yang terkait juga harus dapat saling bertenggang rasa. Antara penumpang dengan pihak lain yang terkait, misalnya penulis dengan teman-teman lain di kantor, juga harus dapat saling bertenggang rasa. Bahkan antara sesama penumpung juga harus saling bau-membau dan bekerja sama.

Ketiga, peristiwa tersebut juga dapat memupuk dan meningkatkan kesabaran. Kita sering mengatakan bahwa ”menunggu adalah pekerjaan yang memosankan”. Kalimat ini menunjukkan sering kita menjadi tidak sabar, marah ketika kita harus menunggu waktu yang tidak menentu, padahal kondisi seperti itu ternyata Allah mempunyai rencana lain yang ternyata tidak ketahui apa hikmah besar dibalik peristiwa tersebut. Oleh karena itu, peristiwa keterlambatan pesawat seperti itu harus dapat menjadi bahan pelajaran bagi kita semua untuk meningkatkan kesabaran kita dalam menghadapi ketidakberesan dan atau kektidakmenentuan. Orang bijak mengatakan bahwa ”Kesabaran berfungsi sebagai tirai pelindung bagi kita untuk menghadapi ketidakberesan dan ketidakpastian dalam kehidupan ini” (Leonardo Da Vinci, 1452 – 1519, seniman abad Renaissance).

Akhirnya, untuk menutup tulisan ini, marilah kita mengucapkan Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT, karena Allah telah melindungi kita semuanya, telah melindungi kita dari kemungkinan bahaya yang sewaktu-waktu menimpa kita. Tentu saja, kita juga harus menyampaikan penghargaan dan ucapakan terima kasih kepada Garuda yang telah melayani para penumpangnya dengan sebaik-baiknya. Untuk ini, Garuda telah berupaya secara maksimal untuk dapat mengelola resiko penerbangan ini dengan sebaik-baiknya.

Untuk dapat memberikan penilaian secara obyektif tentang keterlambatan dan pembatalan penerbangan Garuda kali ini secara bijak, marilah kita mencoba melakukan sedikit refleksi. Marilah kita membayangkan apa yang terjadi jika seandainya Garuda memaksa diri untuk terbang, tanpa mempedulikan SOP-nya! Bayangkan jika kemudian Garuda hanya mau memburu untung untuk dapat menerbangkan penumpang dengan tidak mempedulikan cuaca! Lagi-lagi, kita harus menyadari sepenuhnya bahwa ”mencegah jauh lebih baik ketimbang mengobati”. Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh Garuda dalam peristiwa ini harus kita fahami semata-mata sebagai upaya untuk mencegah terjadinya sesuatu yang tidak kita inginkan. Akhirnya, kita harus mengembalikan semuanya kepada Sang Maha Pencipta. Allah maha mengatur dan maha memelihara umat-Nya. Bagaimana pun juga, kita harus menyerahkan semua masalah ini kepada-Nya. Ya Allah, lindungilah kami dalam perjalanan ini. Amin, ya robbal alamin.

*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com. Drs. Suparlan, M.Ed, National trainer AIBEP (Australia-Indonesia Basic Education Program) yang sedang mengadakan kegiatan workshop di Provinsi Kendari.

Kendari, 15 Juli 2009.

Related Articles

Tak ditemukan hasil apapun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts