Pada Hari Pendidikan Nasional Nasional 2 Mei 2015
Oleh Suparlan *)
***
Good education requires good teachers.
‘Pendidikan yang baik memerlukan guru-guru yang baik’
(Digumarti Bhaskara Rao)
***
Pada tanggal 29 April 2015 kemarin, saya sudah tidak tahan lagi untuk menulis topik tentang Hardiknas, meski tema Hardiknas pun belum tahu persisnya. Dalam tulisan singkat itu, saya ingin mengingatkan tentang besarnya tantangan yang ada di depan mata semua aktivis pendidikan. Dalam tulisan itu saya memberikan contoh nyata tentang rencana pesta bikini yang digagas oleh pihak luar (out sider) yang boleh jadi bukan mengambil peran aktif untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi justru dengan agenda yang sebaliknya, yakni menghancurkan kehidupan bangsa.
Oleh karena itu, melalui tulisan singkat tersebut saya ingin kembali mengingatkan agar dalam peringatan Hardiknas, program-program positif jangan sampai kedahuluan oleh program-program syaitoniyah seperti pesta bikini tersebut. Mengapa? Sesungguhnya sekolah, Dinas Pendidikan, dan Pemerintah sebenarnya telah memiliki program seperti The First Day Festival seperti yang ada di negara-negara yang pendidikannya sudah maju. Dalam tulisan itu, saya juga mengingatkan tentang pentingnya semua komponen pendidikan, dalam hal ini pemangku kepentingan pendidikan, termasuk masyarakat untuk “turun tangan”, sebagaimana konsep Menteri Anies Baswedan. Kita sesungguhnya telah memiliki program yang lebih menyenangkan ketimbang gagasan dari pihak luar tersebut.
Pertama, tentang tema peringatan
Tema “Pendidikan dan Kebudayaan Sebagai Gerakan Pencerdasan dan Penumbuhan Generasi Berkarakter Pancasila,” sungguh sangat positif. Ditinjau dari kaidah penulisan skripsi yang biasa saya baca, tema sudah pas. Sebelas kata. Jadi tidak melebihi dari dua belas kata. Kaidah ASAP (as short as possible) sebagai judul sudah terpenuhi dalam hal ini.
Ke dua, apresiasi kepada semua pihak
Dalam bagian ini, Menteri ingin menyampaikan apresiasi kepada smua pihak, semua penggiat dan pelaku pendidikan, yang telah mengambil peran secara aktif dalam upaya mencerdaskan saudara sebangsa. Apresiasi ini ditujukan, khususnya kepada para pendidik di semua jenjang, yang telah bekerja keras membangkitkan potensi peserta didik untuk menjadi manusia yang berkarakter mulia. Dua kata kunci lahir di paragraf ini, yakni mencerdaskan saudara sebangsa dan berkarakter mulia. Inilah hakikat pendidikan yang sesungguhnya, yakni head and heart.
Ketiga, sebuah negeri Bhineka yang modern.
Sayang tulisan Bhineka kurang pas, karena sebaiknya ditulis secara lengkap saja, yakni Bhinneka Tunggal Ika, yakni negara yang berakar pada adat dan busaya Nusantara dengan berdasarkan prinsip perbedaan dan kesatuan, sebagai negara modern. Bhinneka Tunggal Ika sebenarnya berasal dari kata Bhinna artinya berbeda atau pecah, dan Ika artinya itu. Bhinneka Tunggal Ika berasal dari kata Bhinna Ika, Tunggal Ika, artinya berbeda itu, satu itu.
Ke empat, intinya pendidikan diharapkan dapat menjadikan penduduk negeri ini dapat memiliki wawasan yang menyalakan pengetahuan, sehingga penduduknya dapat menjadi contoh bagi bangsa-bangsa lain di dunia, seperti pada peristiwa Konferensi Asia Afrika, yang dunia terpesona kepada Indonesia, bukan hanya karena keagunan budayanya, tetapi juga deretan orang-orang yang terdidik dengan ide-ide kreatif dan intelektualnya.
Ke enam, selain SDA juga SDM
Sambutan Menteri Anies Baswedan ini mengedepankan dua faktor yang akan menjadi penentu kemajuan Bangsa Indonesia, yakni di samping sumber daya alam (SDA) juga sumber daya manusia (SDM). Bahkan, aset terbesar Bangsa Indonesia adalah manusia Indonesia. Sementara tanggung jawab untuk mengembangkan kualitas manusia Indonesia terletak di tangan kita bersama.
Ke tujuh, manusia yang terdidik dan tercerahkan adalah kunci kemajuan bangsa. Kalimat singkat ini bisa menjadi kata-kata mutiara yang indah, yang menegaskan tentang pentingnya pendidikan untuk mengangkat derajat kemanusiaan suatu bangsa. Saya ingat ucapan Kaisar Hirohito pada saat melihat korban Perang Dunia II. “Berapa guru yang masih ada?” Begilah kira-kira pertanyaan Kaisar yang menunjukkan tentangnya perhatian kepada guru, yang menunjukkan pentingnya komponen ini. Seperti yang diucapkan oleh tokoh pendidikan dari India, Digumarti Bhaskara Rao dalam bukunya bertajuk Teachers in a Changing World, menyatakan bahwa “Good Education requires good teacher.” Pada zaman kolonialisme Belanda, tentu saja pada saat berlakunya politik balas budi dengan Trilogi Van Deventernya, Belanda memang membuat tiga program migrasi, irigasi, dan edukasi. Tetapi tidak satu pun yang memiliki nilai pemberdayaan manusia Indonesia. Migrasi hanya untuk menindahkan penduduk yang akan dijadikan kerja paksa di perkebunan milik Belanda. Demikian juga irigasi, yakni hanya untuk mengairi perkebunan Belanda, demikian pula dengan program edukasi, yakni untuk menjadi mandor-mandor di perkebunan milik Belanda atau untuk menjadi pegawai rendahan yang mudah diperintah oleh Belanda.
Ke tujuh, tujuh puluh tahun merdeka.
Alinea ini mengingatkan kita bahwa negeri inti sudah berusia 70 tahun merdeka. Kemerdekaan itu bukan hanya untuk menggulung kolonialisme, melainkan juga untuk menggelar kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kalimat ini juga akan bagus sekali untuk menjadi kata-kata bijak, agar Indonesia jangan asal membuat program yang justru menguntungkan pihak lain, seperti program Trilogi Van Deventer di atas.
Ke depalan, marilah kita mulai peduli terhadap pendidikan.
Mulailah bertanya kepada diri sendiri. Menurut Kepala Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Pendidikan (PDSTP-K) pada tahun 2016, Dapodik (data pokok pendidikan) kita diharapkan telah menjadi data yang akurat dan terintegrasi. LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan) pada saatnya diharapkan dapat mengeluarkan Rapat Mutu Pendidikan, yang akan memaparkan delapan standar nasional pendidikan. Sehingga dengan sekejap kita akan dapat menjawab tentang berapa jumlah sekolah, jumlah guru, jumlah siswa, jumlah perguruan tinggi di daerah kita? Tahukah kita berapa banyak anak-anak di wilayah kita yang terpaksa putus sekolah? Tahukah kita tentang kondisi guru-guru di sekolah yang mengajar anak-anak kita? Tahukah kita tentang tantangan yang dihadapi oleh kepala sekolah dan guru untuk memajukan sekolahnya? Dengan Dapodik yang luar biasa tersebut, jika juga akan dengan cepat mengetahui berapa jumlahnya putra-putri Indonesia yang kini telah berhasil meraih kesejahteraan. Pada kita yang telah sejahtera itu, jelas terlihat bahwa pendidikan adalah hulunya. Karena pendidikanlah, maka terbuka peluang untuk hidup lebih baik.
Pendidikan itu seperti tangga berjalan yang mengantarkan kita meraih kesejahteraan yang jauh lebih baik. Pertanyaannya, sudahkah kita menengok sejenak pada dunia pendidikan yang telah mengantarkan kita sampai pada kesejahteraan yang lebih baik?
Ke sembilan, iuran yang paling mudah adalah kehadiran
Alinea ini menjadi alinea penutup, karena mejadi alinea untuk refleksi atau introspeksi untuk menanyakan beberapa hal tentang sekolah kita. Pernahkah kita mengunjungi sekolah kita dulu? Pernahkah kita menyapa, bertanya kabar dan kondisi, serta berucap terima kasih pada guru-guru yang mendidik kita dulu? Bagi kita yang kini berkiprah di luar dunia pendidikan, mari kita luangkan perhatian. Mari ikut terlibat memajukan pendidikan. Mari kita ikut iuran untuk membuat generasi anak-anak kita bisa meraih yang jauh lebih baik dari yang berhasil diraih oleh generasi kita ini. Dan, iuran paling mudah adalah kehadiran. Datangi sekolah, datangi guru, datangi anak-anak yang sedang belajar, lalu terlibat untuk berbagi, untuk menginspirasi, dan terlibat untuk ikut memajukan dunia pendidikan kita.
Wajah masa depan kita berada di ruang-ruang kelas, memang. Ini sama dengan ungkapan ruang-ruang kelas kita adalah black box pendidikan. Akan tetapi, hal itu bukan berarti bahwa tanggung jawab membentuk masa depan itu hanya berada di pundak pendidik dan tenaga kependidikan di institusi pendidikan. Secara konstitusional, mendidik adalah tanggung jawab negara. Namun, secara moral, mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik. Mengembangkan kualitas manusia Indonesia harus dikerjakan sebagai sebuah gerakan bersama. Semua harus ikut peduli, bahu-membahu, saling sokong dan topang untuk memajukan kualitas manusia Indonesia lewat pendidikan.
Oleh karena itu peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun ini kita mengambil tema ‘Pendidikan dan Kebudayaan Sebagai Gerakan Pencerdasan dan Penumbuhan Generasi Berkarakter Pancasila’. Kata kunci dari tema tersebut adalah “Gerakan”. Pendidikan harus dipandang sebagai ikhtiar kolektif seluruh bangsa. Karena itu, pendidikan tidak bisa dipandang sebagaisebuah program semata. Kita harus mengajak semua elemen masyarakat untuk terlibat. Kita mendorong pendidikan menjadi gerakan semesta, yaitu gerakan yang melibatkan seluruh elemen bangsa: masyarakat merasa memiliki, pemerintah memfasilitasi, dunia bisnis peduli, dan ormas/LSM mengorganisasi. Berbeda dengan sekadar “program” yang “perasaan memiliki atas kegiatan” hanya terbatas pada para pelaksana program, sebuah “gerakan” justru ingin menumbuhkan rasa memiliki pada semua kalangan. Semua kalangan? Dalam alinea ini perlu dipotong untuk memasukkan unsur masyarakat yang harus terlibat dalam gerakan peduli pendidikan. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, keikutertaan masyarakat tersebut hukumnya wajib, ketika urusan pemerintahan harus melibatkan Pemerintah dan Masyarakat, terutama dalam Pasal 56 (1, 2, 3, dan 4).
Pasal 56 (1) Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah. (2) Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis. (3) Komite sekolah/madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. (4) Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Gerakan pencerdasan dan penumbuhan generasi berkarakter Pancasila tersebut adalah sebuah gerakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Kata-kata kuncinya adalah cerdas, dan bukan pintar, karena kalau cerdas merupakan kecerdasan komprehensif, tetapi kalau pintar hanyalah terbatas pada kecerdasan otak kiri. Itulah sebabnya, tujuan pendidikan nasional harus kita kembalikan kepada tujuan pendidikan yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
Menumbuhkembangkan potensi anak didik seperti itu memerlukan karakteristik pendidik dan suasana pendidikan yang tepat. Di sinilah Bapak, Ibu dan Hadirin sekalian, peringatan Hari Pendidikan Nasional menjadi amat relevan untuk mengingatkan kembali tentang karakteristik pendidik dan suasana pendidikan.
Peringatan Hari Pendidikan Nasional ini tidak bisa dilepaskan dari sosok Ki Hadjar Dewantara, yang pada tanggal 2 Mei merupakan hari kelahiran Bapak Pendidikan Indonesia itu. Ki Hadjar Dewantara menyebut sekolah dengan istilah “Taman”. Taman merupakan tempat belajar yang menyenangkan. Anak datang ke taman dengan senang hati, berada di taman juga dengan senang hati, dan pada saat harus meninggalkan taman, maka anak akan merasa berat hati. Pertanyaannya, sudahkah sekolah kita menjadi seperti taman? Sudahkah sekolah kita mejadi tempat belajar yang menyenangkan? Jawabannya tentu saja masih dalam perjalanan.
Sekolah menyenangkan memiliki berbagai karakter. Menurut Menteri Anies Baswedan, ciri-cirinya sebagai berikut: 1) sekolah yang melibatkan semua komponennya, baik guru, orang tua, siswa dalam proses belajarnya, 2) pembelajarannya relevan dengan kehidupan, 3) sekolah yang pembelajarannya memiliki ragam pilihan dan tantangan, di mana individu diberikan pilihan dan tantangan sesuai dengan tingkatannya, 4) sekolah yang pembelajarannya memberikan makna jangka panjang bagi peserta didiknya.
Di hari Pendidikan Nasional ini, mari kita kembalikan semangat dan konsep Ki Hadjar Dewantara bahwa sekolah harus menjadi tempat belajar yang menyenangkan. Sebuah wahana belajar yang membuat para pendidik merasakan mendidik sebagai sebuah kebahagiaan. Sebuah wahana belajar yang membuat para peserta didik merasakan belajar sebagai sebuah kebahagiaan. Pendidikan sebagai sebuah kegembiraan. Pendidikan yang menumbuh-kembangkan potensi peserta didik agar menjadi insan berkarakter Pancasila.
Ikhtiar besar kita untuk pendidikan ini hanya akan bisa terwujud apabila kita semua terus bekerja keras dan makin membuka lebar-lebar partisipasi masyarakat untuk terlibat aktif dalam pendidikan. Mulai hari ini, kita harus mengubah perspektif bahwa pendidikan bukan hanya urusan kedinasan di pemerintahan, melainkan juga urusan kita dan ikhtiar memajukan pendidikan adalah juga tanggung jawab kita semua.’
Akhirnya, sambutan ini diteruskan dengan ajakan untuk terus bekerja keras dan kerja bersama. Alangkah baiknya jika kata-kata mutiara berikut ini perlu disisipkan dalam alinea ini, yakni “we are not looking for a super one, but we are looking for a super team.” Semoga Allah Swt., Tuhan Yang Mahakuasa, selalu membimbing kita agar dapat meraih dan melampaui cita-cita bangsa kita tercinta. Amin.
Selamat Hari Pendidikan Nasional, jayalah Indonesia! Sambutan Hari Pendidikan Nasional ini ditutup sampai di sini. Amin.
*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com.
Depok, 1 Mei 2015.