ArtikelPendidikan

Pendidikan Karakter: Sedemikian Pentingkah, dan Apa yang Harus Kita Lakukan?

484 views
2 Komentar

Oleh Suparlan *)

Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values
(Thomas Lickona)

When we think about the kind of character we want for our children, it’s clear that we want them to be able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right—even in the face of pressure from without and temptation from within
(Thomas Lickona)

 

I.Pengantar

Istilah karakter sama sekali bukan satu hal yang baru bagi kita. Ir. Soekarno, salah seorang pendiri republik kita tercinta Indonesia, telah menyatakan tentang pentingnya “nation and character building” bagi negara yang baru merdeka yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Setelah negara dan bangsa kita melalui masa-masa yang panjang, sampai akhirnya memperingati hari ulang tahun kemerdekaan yang ke-65, istilah karakter seakan telah hidup kembali, ketika Mendiknas Mohammad Nuh meluncurkan tema penting “Pendidikan Karakter untuk Membangun Keberadaban Bangsa” pada acara peringatan Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei 2010.

Banyak aspek yang perlu kita kaji dan fahami kembali secara mendalam terkait dengan tema tersebut. Apakah itu karakter? Apa pula dengan pendidikan karakter? Seberapa pentingkah pendidikan karakter itu bagi bangsa kita saat ini? Lebih dari itu, apakah yang dapat kita lakukan untuk melaksanakan pendidikan karakter?

Tulisan singkat ini akan mencoba menjawabnya, dengan harapan mudah-mudahan pemahaman kita tentang pendidikan karakter dapat menjadi bahan yang bermanfaat untuk mendukung upaya penjabaran tema tersebut ke dalam program dan kegiatan yang lebih operasional, sekaligus menerapkan tema peringatan Hari Pendidikan Nasional tersebut ke dalam kehidupan kita sehari-hari.

II.Pengertian Karakter

Dalam tulisan bertajuk “Urgensi Pendidikan Karakter” di laman resmi Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Suyanto, Ph. D menjelaskan bahwa “karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat”. (http:// www. mandikasmen.go.id).

Pengertian ini senada dengan pengertian dari sumber lain yang menyatakan bahwa “character is the sum of all the qualities that make you who you are. It’s your values, your thoughts, your words, your actions” (www.educationplanner.org). Karakter adalah keseluruhan nilai-nilai, pemikiran, perkataan, dan perilaku atau perbuatan yang telah membentuk diri seseorang.

Dengan demikian, karakter dapat disebut sebagai jatidiri seseorang yang telah terbentuk dalam proses kehidupan oleh sejumlah nilai-nilai etis dimilikinya, berupa pola pikir, sikap, dan perilakunya.

III.Pengertian Pendidikan Karakter

Sebelum menjelaskan tentang pengertian pendidikan karakter, baiklah kita mencoba untuk melihat kembali pengertian pendidikan dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal Pasal 1 butir 1 UU Nomor 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual kkeagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

Dalam pengertian tersebut dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana, bukan usaha yang dilakuksan secara kebetulan atau pun usaha yang asal-asalan. Hal ini selaras dengan pengertian pendidikan karakter sebagaimana dikemukakan oleh Thomas Lickona sebagai berikut:

“Character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical values”.

“Pendidikan karakter adalah usaha sengaja (sadar) untuk membantu manusia memahami, peduli tentang, dan melaksanakan nilai-nilai etika inti”.

Bahkan dari sumber yang lain disebutkan bahwa:

”Character education is the deliberate effort to cultivate virtue – that is objectively good human qualities that are good for the individual person and good for the whole society”

“Pendidikan karakter adalah usaha sengaja (sadar) untuk mewujudkan kebajikan – yaitu kualitas kemanusian yang baik secara obyektif, bukan hanya baik untuk individu perseorangan, tetapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan”.

Dengan demikian, proses pendidikan karakter, ataupun pendidikan akhlak dan karakter bangsa sudah tentu harus dipandang sebagai usaha sadar dan terencana, bukan usaha yang sifatnya terjadi secara kebetulan. Dengan kata lain, pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk memahami, membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik untuk diri sendiri maupun untuk semua warga masyarakat atau warga negara secara keseluruhan.

Berkenaan dengan pentingnya pendidikan ini, kita diingatkan bahwa “Education comes from within; you get it by struggle and effort and thought” (Napoleon Hill). Pendidikan datang dari dalam diri kita sendiri, kita memperolehnya dengan perjuangan, usaha, dan berfikir.

IV.Unsur-unsur Karakter Inti

Ketika ditanya tentang unsur-unsur apa saja karakter esensial yang penting harus ditanamkan kepada peserta didik, Thomas Lickona menjawab dengan tegas ada 7 (tujuh) unsur, yaitu:

  1. ketulusan hati atau kejujuran (honesty);
  2. belas kasih (compassion);
  3. kegagahberanian (courage);
  4. kasih sayang (kindness);
  5. kontrol diri (self-control);
  6. kerja sama (cooperation);
  7. kerja keras (deligence or hard work).

Tujuh karater inti (core characters) itulah, menurut Thomas Lickona, yang paling penting dan mendasar untuk dikembangan pada peserta didik selain sekian banyak unsur-unsur karakter yang lain. Jika kita analisis dari sudut kepentingan restorasi kehidupan bangsa kita menurut istilah Ir. Sutawi, M. P, maka ketujuh karakter tersebut memang benar-benar menjadi unsur-unsur yang sangat esensial. Katakanlah unsur ketulusan hati atau kejujuran, bangsa saat ini sangat memerlukan kehadiran warga negara yang memiliki tingkat kejujuran yang tinggi. Membudayanya ketidakjujuran merupakan salah satu tanda dari kesepuluh tanda-tanda kehancuran suatu bangsa menurut Lickona.

Sebagai bahan mawas diri, konon tingkat kejujuran UN saja baru mencapai 20%?  Hal ini sudah tentu akan menjadi keprihatinan semua pihak. Mungkinkan kelemahan dalam hal ini yang menyebabkan terjadinya koripsi dan KKN di mana-mana?

Lebih dari itu, unsur karakter yang ke-7 adalah kerja keras (diligence or hard work). Konon nenek moyang bangsa kita dahulu dikenal sebagai bangsa yang rajin dan bekerja keras. Candi Borobudur dapat merupakan wujud dari kerajinan dan kerja keras bangsa ini di masa lalu. Sudahkah karakter inti ini sekarang ini sudah luntur. Kini sebagian generasi muda kita malah justru mudah putus asa, lebih menyukai tangan di bawah ketimbang tangan di atas, lebih suka menyontek ketimbang harus belajar keras agar dapat memperoleh nilai yang tinggi dalam ujian?

Selain kejujuran dan kerja keras, katakanlah unsur karakter yang ke-6 menurut Lickona, yakni kerja sama. Adakah kerja sama ini telah dapat kita kembangkan di rumah, sekolah, dan masyarakat? Dengan sedikit bergurau, kita sering memberikan contoh bahwa kelemahan utama tim sepak bola nasional kita sampai saat ini konon adalah karena tidak adanya kerja sama tim. Inikah gambaran karakter bangsa kita secara keseluruhan?

Selain tujuh unsur karakter yang menjadi karakter inti menurut Thomas Lickona tersebut, para pegiat pendidikan karakter mencoba melukiskan pilar-pilar penting karakter dalam gambar dengan menunjukkan hubungan sinergis antara keluarga, (home), sekolah (school), masyarakat (community) dan dunia usaha (business).

9 Pillars
9 Pillars

Sembilan unsur karakter dalam gambar tersebut meliputi unsur-unsur karakter inti (core characters) sebagai berikut:

  1. responsibility (tanggung jawab);
  2. respect (rasa hormat);
  3. fairness (keadilan);
  4. courage (keberanian);
  5. honesty (belas kasih);
  6. citizenship (kewarganegaraan);
  7. self-descipline (disiplin diri);
  8. caring (peduli), dan
  9. perseverance (ketekunan).

Dalam naskah akademik Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Kementerian Pendidikan Nasional telah merumuskan lebih banyak nilai-nilai karakter (18 nilai) yang akan dikembangkan atau ditanamkan kepada anak-anak dan generasi muda bangsa Indonesia. Nilai-nilai karakter tersebut dapat dideskripsikan dalam tabel sebagai berikut:

No. Nilai Deskripsi
1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur Perilaku yang dilaksanakan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan
3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif Berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar
10. Semangat Kebangsaan Cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuai yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/Komunikatif Tindakan yang memperhatikan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kekrusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

Sumber: Kementerian Pendidikan Nasional, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, halaman 10 – 11.

Dalam desain induk Pendidikan Karakter, Kementerian Pendidikan Nasional juga telah menjelaskan konfigurasi karakter dalam konteks proses psikososial dan sosial-kultural dalam empat kelompok besar, yaitu:

  1. Olah Hati (spiritual and emotional development);
  2. Olah Fikir (intellectual development);
  3. Olah Raga dan Kinestetik (physical and kinesthetic development); dan
  4. Olah Rasa dan Karsa (affective and creativity development).

Keempat kelompok konfigurasi karakter tersebut memiliki unsur-unsur karakter inti sebagai berikut:

No. Kelompok konfigurasi Karakter Karakter Inti (Core Characters)
1. Olah Hati
  • Religius
  • Jujur
  • Tanggung Jawab
  • Peduli Sosial
  • Peduli Lingkungan
2. Olah Fikir
  • Cerdas
  • Kreatif
  • Gemar Membaca
  • Rasa Ingin Tahu
3. Olah Raga
  • Sehat
  • Bersih
4. Olah Rasa dan Karsa
  •  Peduli
  • Kerja sama (gotong royong)

V.Seberapa Penting

Inilah pertanyaan awal dari ECT (Educational Childhood Today) kepada Thomas Lickona. Pakar psikologi perkembangan anak pada University New York di Cortland ini menjelaskan bahwa dewasa ini peradaban manusia telah mengalami kemunduran sejalan dengan adanya kemunduran karakter generasi muda kita. Tentu saja, hal ini menjadi salah satu tanggung jawab orang dewasa untuk keberlanjutan perababan bangsa tersebut, tidak lain dengan cara mewariskan nila-nilai kebajikan bagi masyarakat, khususnya kepada anak-anak dan generasi mudanya.

Hal demikian ternyata juga berlaku di negara kita tercinta Indonesia. Dalam karya tulisnya bertajuk “Restorasi Keberadaban Bangsa Melalui Pendidikan Karakter”, Ir. Sutawi, M. P, dosen Universitas Muhammadiyah Malang, telah mengutip pendapat seorang ahli Amerika, Thomas Lickona, bahwa ada 10 aspek degradasi moral yang melanda suatu negara yang merupakan tanda-tanda kehancuran suatu bangsa. Kesepuluh tanda tersebut antara lain meningkatnya kekerasan pada remaja, penggunaan kata-kata yang memburuk, pengaruh peer group (rekan kelompok) yang kuat dalam tindak kekerasan, meningkatnya penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas, kaburnya batasan moral baik-buruk, menurunnya etos kerja, rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, membudayanya ketidakjujuran, serta adanya saling curiga dan kebencian diantara sesama.

Karya tulis Sutawi tersebut telah memenangkan lomba karya tulis tentang Pendidikan Karakter yang diselenggarakan oleh Pusat Informasi dan Hukum, Kementerian Pendidikan Nasional, dengan memperoleh penghargaan dan hadiah Rp10 juta dari Mendiknas. Dalam artikel itu, Sutawi mengungkapkan degradasi karakter yang terjadi di suatu bangsa dan negara, terutama yang terjadi di Indonesia.

Menurut Sutawi, saat ini bangsa Indonesia sudah menunjukkan kesepuluh tanda tersebut. Hal ini dinilai perlu untuk segera diperbaiki sebelum bangsa ini benar-benar hancur. “Agenda utama bangsa Indonesia mendatang adalah melakukan restorasi keberadaban bangsa melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang dapat dimaknai sebagai sebuah proses pananaman nilai untuk membantu siswa menjadi cerdas dan baik (smart and good) pada tiga aspek yang meliputi kognitif (head) afektif (heart), dan psikomotorik (hand).

Mengingat pentingnya pendidikan budaya dan karakter bangsa tersebut, maka konsep pendidikan karakter harus menjadi ruh dari pembangunan bangsa dan negara kita. Untuk itu, maka konsep besar pendidikan karakter harus segera dirumuskan menjadi program dan kegiatan yang operasional untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mulai saat ini dan masa depan.

VI.Apa yang Harus Kita Lakukan?

Sesungguhnya kita semua memiliki peran masing-masing untuk dapat melakukan pendidikan karakter, tentu saja sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsi kita masing-masing. Yang diperlukan sejak awal adalah pemahaman tentang pentingnya pendidikan karakter tersebut, karena pendidikan harus dilaksanakan secara sadar dan terencana.

Sebagai diri pribadi, sesuai dengan prinsip pendidikan seumur hidup, kita harus menyadari dan meyakini bahwa kehadiran Nabi dan Rasul di muka bumi ini tidak ada lain kecuali memang untuk memperbaiki akhlak, dalam bahasa umum dikenal dengan karakter. Kita menyadari dan meyakini pentingnya pendidikan karakter terutama untuk kepentingan diri sendiri. Selain itu, juga untuk saling ingat mengingatkan dengan sesama. Secara minimal, kita tidak menjadi bagian yang telah menyebabkan carut-marutnya kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Janganlah kita sampai kehilangan semangat dan kepedulian untuk  secara sadar memupuk nilai-nilai karakter inti pada diri kita, dan menyampaikan kepada keluarga dan orang lain di sekitar kita.

Sebagai sebuah keluarga, kita memiliki kewajiban moral untuk menumbuh-suburkan, memupuk anak-anak dan keluarga kita dengan nilai-nilai karakter ini, mulai dari memberikan rasa kasih sayang kita kepada mereka. Konon, anak-anak sekarang sudah banyak kehilangan kasih sayang dari keluarganya, karena bapak dan ibunya telah banyak harus mencari sesuap nasi dengan bekerja dengan kondiri P7 (pergi pagi pulang petang, penghasilan pas-pasan). Bahkan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) telah menjadi salah satu fenomena dalam kehidupan rumah tangga. Mencegah dan menghindari terjadinya tindak KDRT sudah barang tentu telah menjadi bagian yang dapat kita lakukan untuk melaksanakan pendidikan karakter. Proses pendidikan dalam keluarga ini dikenal dengan jalur pendidikan informal, yang menjadi pendidikan pertama dan utama dalam kehidupan manusia.

Sebagai warga dalam masyarakat, bangsa, dan negara, sudah barang tentu kita memiliki hak dan kewajiban. Sebagai warga dalam masyarakat, bangsa, dan negara, kita harus mematuhi hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Presiden Amerika Serikat yang dikenal amat dekat hubungannya dengan Bung Karno, John F. Kennedy, berpesan kepada bangsanya sebagai berikut: ”My fellow Americans, ask not what your country can do for you, ask what you can do for your country”. Bangsaku Amerika, janganlah tanya tentang apa yang dapat dikerjakan negara untukmu, tanyakan apa yang dapat Anda kerjakan untuk negara”.

Sebagai pendidik, atau tenaga kependidikan dalam satuan pendidikan formal dan nonformal, kita akan menjadi suri tauladan bagi peserta didik. Dalam hal ini, kita diingatkan oleh pepatah petitih yang ternyata memiliki nilai tinggi dalam pendidikan karakter ini. ”Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Untuk menjadi pendidik yang dapat ditauladani dalam proses pendidikan karakter, cara sederhana dapat kita lakukan. Sebagai contoh, melalui musik sederhana, kita dapat menitipkan nilai-nilai karakter di dalamnya. Dalam hal ini, Aristoteles mengingatkan bahwa ”Music has a power of forming the character, and should therefore be introduced into the education of the young.” Musik mempunyai satu kekuatan dalam pembentukan, dan karena itu akan dapat diperkenalkan dalam pendidikan bagi anak-anak dan generasi muda. Sebagai contoh, lagu “Satu-Satu Aku Sayang Ibu” akan menjadi lagu pertama yang dikenal anak-anak kita di rumah dan di Kelompok Bermain, yang akan menjadi fondasi untuk memupuk dan mengembangkan karakter bagi anak-anak kita.

Sebagai tokoh masyarakat, pemimpin di level mana pun juga sudah barang tentu akan memiliki peran yang sangat besar dan penting dalam membangun karakter anak-anak bangsa. Seperti pendidik untuk satuan pendidikan, maka pemimpin pada level mana pun harus dapat menjadi suri tauladan bagi warga yang dipimpinnya. Pemimpin mempunyai tanggung jawab moral yang sangat besar mulai dari penentuan kebijakan, sampai dengan menjabarkan ke dalam program dan kegiatan operasional, serta memberikan pedoman atau acuan dalam pelaksanaan pendidikan karakter, agar dapat berjalan dengan lancar dan sukses.

VII.Penutup

Dari uraian tersebut di atas, dapatlah diambil beberapa butir kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, karakter merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, yang telah membentuk jati diri manusia. Kita harus menyadari sepenuhnya bahwa kehadiran para Rasul dan Nabi diutus Tuhan Yang Maha Kuasa di muka bumi ini untuk memperbaiki karakter. Keberadaban suatu bangsa tergantung kepada tinggi rendahnya karakter bangsa itu sendiri.

Kedua, proses pembinaan dan pendidikan karakter harus menjadi usaha sadar dan terencana. Bahkan, “karakter tidak dapat dibentuk dengan mudah dan tenang. Hanya melalui pengalaman mencoba dan mengalami dapat menguatkan jiwa, menjelaskan visi, menginspirasikan ambisi dan mencapai sukses”. Demikianlah pesar Helen Keller (1880 1968), tokoh pendidikan usia dini kepada kita.

Ketiga, konsep besar nation and character building pada zaman Sukarno, dan kemudian konsep besar pendidikan karakter yang telah diluncurkan Mendiknas pada acara peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2010 lalu haruslah dijabarkan ke dalam program dan kegiatan yang operasional yang jelas dan komprehensif, sehingga dapat dilaksanakan oleh semua pemangku pendidikan, dalam proses pengembangan dan pemupukan karakter, terutama kepada generasi muda.

Keempat, semua dari kita, mulai dari diri sendiri, sebagai warga dari sebuah keluarga, warga masyarakat, bangsa, dan negara, pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal dan nonformal, sampai dengan para pemimpin dalam semua level mempunyai tugas dan tanggung jawab moral untuk dapat memahami (knowing), mencintai (loving) dan melaksanakan (implementing) nilai-nilai etika inti (core ethical values) dalam kehidupan pribadi dan masyarakat secara keseluruhan untuk membangun keberadaban bangsa yang bermartabat.

*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.

Tags: Pendidikan Karakter

Related Articles

2 Komentar. Leave new

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts

Buku

Bahtera Keluarga

Buku ini menjelaskan tentang keluarga sebagai fondasi masyarakat. BAHTERA yang…