Oleh Suparlan *)
Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-undang ini harus diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya Undang-undang ini
(Pasal 75 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Menunggu memang termasuk pekerjaan yang membosankan. Menunggu pacar tersayang sekali pun. Demikian juga dengan menunggu kelahiran Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. PP itu antara lain ditunggu oleh semua insane pendidikan, termasuk Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah di seluruh tanah air.
Kapan PP itu sebenarnya sudah harus terbit?
Kalau kita membuka Pasal 75 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, ternyata dinyatakan bahwa ”Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-undang ini harus diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya Undang-undang ini ”. Padahal, Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal 8 Juli 2003. Sekarang, kita telah menginjak bulan Juli 2008. Dengan demikian, penyelesaian PP tersebut sudah terlambat tiga tahun.
Mengapa lambat?
Tentu saja banyak faktor yang kemungkinan menjadi penyebab. Ada faktor intern dan ada pula faktor ekstern. Kedua-duanya saling terkait. Namun, untuk ini kita harus melihat dari kedua faktor itu secara obyektif. Pertama, PP tersebut merupakan gabungan dari banyak PP yang seharusnya terbit. Mulai dari PP tentang TK, PP tentang SD, PP tentang SMP, SMA, SMK, dan seterusnya sampai dengan PP tentang Pendidikan Tinggi. Termasuk juga di dalamnya adalah Pendidikan Berbasis Masyarakat (Community-Based Education), Peranserta Masyarakat, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Faktor inilah yang sesungguhnya menjadi salah satu penyebabnya. Dahulu, PP tentang masing-masing satuan pendidikan itu diterbitkan dalam satu PP saja, tidak digabung. Misalnya satu PP untuk Taman Kanak-kanak, satu PP tentang SD/MI, dan seterusnya.
Penggabungan semua PP itu menjadi satu PP semula dimaksudkan agar lebih sederhana dan akhirnya diharapkan akan lebih cepat. Namun, ternyata semua materi PP itu harus melibatkan banyak orang yang tentu saja lebih sulit dikoordinasikan. Pergantian salah satu petugas atau anggota tim dari setiap instansi yang terkait tentu akan mempersulit aspek koordinasi. Apalagi, koordinasi itu juga koordinasi antardeparteman. Walhasil, proses penyusunan RPP tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan tersebut saat ini konon baru saja selesai dan telah dikirimkan kepada Departemen Hukum dan Perundang-undangan untuk proses harmonisasi dan proses finalisasi.
Faktor lain adalah tentang kompleksitas substansi yang harus dicakup oleh PP tersebut. Untuk ini Pokja (Kelompok Kerja) RPP seyogyanya harus dapat melibatkan pihak lain yang terkait. Sebagai contoh, Pokja harus melibatkan Dewan Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota pada saat membahas masalah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Koordinasi antara Pokja RPP dengan pihak yang terkait harus lebih ditingkatkan secara intensif, jika proses penyusunan RPP tersebut harus segera diselesaikan. Bukan hanya soal target waktu yang harus menyesuaikan dengan amanat Undang-undang, tetapi lebih dari itu adalah agar substansinya sesuai dengan kondisi dan aspirasi dari lapangan.
Pengalaman tentang hasil yudicial review Pasal 49 UU tentang Sistem Pendidikan Nasional
Dalam pelaksanaan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kita mempunyai pengalaman pahit karena Pasal 49 telah dianulasi oleh Mahkamah Konsitusi, yakni tentang alokasi anggaran minimal 20%.
Pasal 49 berbunyi ”Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan 20 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”. Anulasi terhadap pasal ini dipandang sebagai ”cacat lahir” dari UU tersebut, karena ternyata Mahkamah Konstitusi telah menerima yudicial review yang diajukan oleh pihak yang menyatakan bahwa alokasi 20% tersebut termasuk gaji pendidik.
Pengalaman tersebut tentu saja harus menjadi bahan pelajaran bagi kita semua, bahwa penyusunan RPP juga harus lebih banyak melakukan koordinasi dan uji publik kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Akhir kata
Filosofi ”lambat asal selamat” sebenarnya tidak cocok lagi dalam era teknologi informasi yang semuanya serba cepat. Seharusnya filosofi yang harus kita anut adalah ”cepat dan tepat”. Tetapi karena kenyataan memang telah terjadi kelambatan dalam perumusan PP tersebut sekitar tiga tahun, maka bagaimana pun juga RPP tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan memang kita tunggu-tunggu kehadirannya.
Akhirnya kita berharap mudah-mudahan substansi RPP dapat menjadi payung hukum yang benar-benar dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan operasional pengelolaan dan penyelenggaaan pendidikan di tanah air. Mudah-mudahan, tahun 2008 ini PP tentang Pengelelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan benar-benar segera terbit. Paling tidak pada tahun 2009. Amin.
*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.
Depok 2 Juli 2008.