Oleh Suparlan *)
No teacher, no education. No education, no social-economic development
(Ho Chi Minh, bapak pendidikan Vietnam)Seorang bos menciptakan ketakutan, seorang pemimpin menciptakan kepercayaan. Seorang bos mengatur kesalahan, seorang pemimpin membetulkan kesalahan. Seorang bos mengetahui segalanya, seorang pemimpin tak segan belajar. Seorang bos membuat pekerjaan begitu memberatkan, seorang pemimpin membuat pekerjaan begitu menyenangkan
(Russell H. Ewing, 1885 – 1976, jurnalis Inggris)Tugas pertama seorang pemimpin adalah membuat harapan selalu terbentang
(Joe Batten, penulis buku Though-Minded Management)Kepemimpinan itu didefinisikan dengan hasil nyata, bukan hal-hal atribut
(Peter Drucker, pakar motivasi)
Pada tanggal 4 November 2008 penulis telah memperoleh kesempatan dari Pak Mongan (Provincial Coordinator) untuk melihat SMP Negeri 14 Pinagunian, Kota Bitung. Pak Ir. Eddy, peserta workshop WDD-WSD Provinsi Sulawesi Utara, yang berasal dari Dinas Pendidikan Kota Bitung, dengan avanzanya yang baru berusia beberapa bulan, berkenan mengantarkan penulis dan Pak Waryadi (Pusdiklat Depag Jakarta) ke sekolah ini. SMP Negeri 14 Satap Pinangunian ini ini dibangun pada tahun 2006 dengan bantuan dari Pemerintah Australia.
Sejak lama diam-diam penulis memang ingin sekali dapat melihat Kota Bitung. Mengapa? Karena penulis mempunyai kesan positif tersendiri terhadap kota ini. Salah satunya adalah kesan tentang peran serta masyarakatnya yang tinggi dalam bidang pendidikan. Penulis memperoleh informasi bahwa dana block grant untuk satu RKB yang diberikan kepada Kota Bitung ternyata bisa menghasilkan empat RKB, karena besarnya peran masyarakat Kota Bitung. Oleh karena itu, Kota Bitung telah menjadi salah satu database yang ada di hati penulis sejak lama.
Sekilas Kota Bitung
Kami bertiga berangkat dari Hotel Tasik Ria Menado tepat pada pukul 07.00 WITA. Perjalanan santai dengan naik Avanza yang dikemudikan oleh Pak Eddy ternyata telah membawa penulis memasuki pintu gerbang Kota Bitung yang bersih itu. Selamat Datang di Kota Bitung. Demikian tulisan yang ada di pintu gerbang yang megah itu. Begitu memasuki Kota Bitung, terlihatlah deretan pohon mahoni yang mulai tumbuh subur di sepanjang jalan. Terlihat pula tempat sampah yang terbuat dari potongan drum bekas itu di sepanjang jalan itu. Sungguh, penulis mengacungi jempol terhadap kebersihan kota ini. Uniknya lafi, kota ini menggunakan motto “Hidup Sehat Ramah Lingkungan” atau SHRL, yang ternyata sama dengan singkatan nama Walikota dan Wakil Walikota Bitung, Hanny Sondakh dan Robert Lahindo (SHRL). Mungkin saja itu satu kebetulan. Tetapi bisa saja itu juga hasil telaahan yang mendalam. Tetapi yang jelas, hasil nyatanya sungguh luar biasa. Kota Bitung telah menjadi salah satu kota yang memperoleh penghargaan Adipura karena kebersihannya. Benar sekali kata Peter Drucker, “kepemimpinan itu didefinisikan dengan hasil nyata, bukan hal-hal atribut”.
Ketika penulis mengajukan pertanyaan kepada Kepala Bidang Pendidikan Menengah pada Dinas Pendidikan Kota Bitung tentang asal usul nama Bitung, beliau menjelaskan bahwa nama itu sebenarnya berasal dari nama pohon yang biasa tumbuh di pantai. Bitung adalah nama pohon berdaun lebar, yang buahnya berbentuk aneh seperti segi empat. Di daerah itu, pohon bitung ini tumbuh dengan suburnya. Oleh karena itu, lama-kelamaan daerah ini dikenal dengan nama Bitung. Memang, Kota Bitung dikenal sebagai daerah yang cukup unik kondisi geografisnya, karena memiliki gunung kembar bernama Duasodara, pantai, dan juga Pulau Lembeh. Satu perpaduan geografis yang lengkap.
Meskipun Bitung berstatus sebagai daerah kota yang telah tumbuh maju, namun daerah ini juga masih memiliki daerah yang terpencil, misalnya Kelurahan Pinangunian, dan daerah kelurahan yang ada di Pulau Lembeh. Oleh karena itu, Kota Birung telah memperoleh alokasi pembangunan sekolah satu atap (satap) dari Pemerintah Australia melalui AIBEP (Australia Indonesia Basic Education Program).
Sekilas SMP Negeri 14 Satu Atap Pinangunian
SMP Negeri 14 Satap Pinangunian dibangun di areal SD Negeri Pinangunian. Seminggu yang lalu, sekolah ini secara resmi telah memperoleh seorang kepala sekolah baru. Bersama dengan dua orang guru PNS, yakni guru IPA dan IPS, 3 (tiga) orang guru PNS inilah yang diberikan tanggung jawab untuk dapat menggerakkan roda penyelenggaraan sekolah bersama dengan 3 (tiga) orang guru honor, salah satunya dari Provinsi Gorontalo, 3 (tiga) guru honorer, dan 1 (satu) orang tenaga administrasi. Sejak berdiri tiga tahun yang lalu (2006) sekolah ini memang baru mempunyai murid sebanyak 35 orang siswa, dengan rincian jumlah siswa kelas 7 sebanyak 13 orang, kelas 8 berjumlah 12 orang siswa, dan kelas 9 berjumlah 10 orang siswa.
Dalam acara tatap muka dengan kami bertiga, Pak Yantje, kepala SMP Negeri 14 Satap Pinangunian yang murah senyum itu menjelaskan — lebih tepat kalau disebut mengeluhkan — tentang berbagai keterbatasan sekolah ini. Empat ruang kelas memang telah dibangun dari dana AIBEP. Tiga kelas digunakan untuk ruang kelas 7, 8, dan 9. Satu ruang lagi dipakai untuk ruang kepala sekolah bersama dengan para guru dan tenaga administrasinya. Mebel yang dipakai di ruang itupun juga sama dengan mebeler yang dipakai oleh para siswanya. Lebih dari itu, Pak Yantje menyampaikan bahwa sekolah ini belum mempunyai ruang laboratorium, juga belum mempunyai ruang perpustakaan, termasuk buku-buku koleksinya. Kepala sekolah menyampaikan dengan penuh harap agar Australia atau AIBEP dan pemerintah Kota Bitung dan pemerinth pusat mudah-mudahan dapat mengabulkan beberapa harapkan sebagai berikut.
Pertama, segera membangun ruang pelengkap, seperti ruang laboratorium sains dan ruang perpusatakaan. Untuk membangun ruang pelengkap ini, juga sudah tersedia lahan yang disiapkan oleh kelurahan, sebagaimana empat ruang kelas yang sebelumnya.
Kedua, segera dapat melengkapi buku koleksi perpustakaan. Ini penting sekali karena ada beberapa peserta didik yang memiliki potensi dalam bidang menulis. Ketika penulis secara santai bertemu dengan peserta didik, mereka ada yang sudah mencoba menulis puisi, atau juga cerita pendek. Untuk dapat menulis dengan baik, peserta didik perlu dibekali dengan referensi yang memadai yang tersedia di ruang perpustakaan.
Ketiga, segera menambah kekurangan guru PNS, khususnya untuk mata pelajaran yang di-UN-kan, karena SMP Negeri 14 Pinangunian telah memiliki siswa kelas 9 yang pada tahun ini akan mengikuti UN.
Tip untuk menarik banyak siswa yang masuk ke SMP Satap
Dalam kesempatan itu, Pak Waryadi memberikan beberapa tip bagi kepala sekolah agar dapat menerik lebih banyak lagi siswa yang masuk ke SMP Negeri 14 Satap Pinanguian. Hal ini memang penting sekali, karena pada saat ini jumlah murid di setiap rombongan belajar masih di bawah standar nasional pendidikan, yakni 32 orang siswa per kelas. Oleh karena itu, strategi yang paling penting dilakukan adalah mendekati orangtua siswa dan menumbuhkan kepercayaan mereka. Tiga tip yang dapat dilakukan kepala sekolah antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, mengubah perilaku positif siswa. Pada umumnya orangtua siswa akan melihat dan memperhatikan adanya perubahan perilaku anaknya ketika sebelum dan setelah bersekolah di SMP Negeri 14 Satap. Sebagai contoh, sebelum masuk ke SMP Negeri 14 Satap, ada orangtua siswa yang merasakan anaknya di rumah sangat malas membantu bekerja di rumah, atau tidak memiliki sopan santun kepada ibu dan bapaknya di rumah. Bagaimana setelah menjadi siswa SMP Negeri Satap? Adakah anaknya telah mengalami perubahan dalam perilakunya secara signifikan setelah bersekolah? Untuk ini, kepala sekolah dan para guru di sekolah harus melakukan langkah-langkah pemberian motivasi kepada peserta didik, agar berperilaku positif di rumahnya masing-masing. Jika orangtua merasakan perubahan perilaku anaknya di rumah, insyaallah orangtua akan tidak segan-segan mengirimkan anaknya untuk bersekolah di SMP Negeri 14 Satap.
Kedua, sekolah harus mendorong agar peserta didik dapat menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat, misalnya dalam bidang seni lukis, kerajinan tangan, dan produk lain yang bernilai positif. Jika peserta didik telah dapat menghasilkan produk tersebut, sekolah dapat mengadakan acara eksposisi, atau acara tutup tahun pelajaran, dan acara menarik lainnya dengan mengundang orangtua siswa dan masyarakat. Dengan kegiatan seperti itu, maka hubungan sekolah dengan orangtua siswa dan masyarkat akan menjadi lebih dekat, dan ini akan menjadi alat promosi yang sangat baik untuk dapat menarik banyak siswa yang akan masuk di sekolah tersebut.
Ketiga, menemukan potensi peserta didik untuk dibina menjadi juara. Di antara peserta didik yang sedikit itu, pastilah ada salah seorang siswa yang memiliki potensi istimewa melebih potensi peserta didik yang lainnya, misalnya ada siswa yang memiliki potensi dalam bidang matematika, atau potensi dalam bidang olahraga, atau potensi dalam bidang Bahasa Inggris, atau potensi apa saja. Untuk ini, sekolah harus berusaha sedapat mungkin mengembangkan potensi tersebut secara optimal, sehingga siswa tersebut mampu meraih kejuaraan, baik di tingkat kecamatan, kabupaten, atau tingkat provinsi dan nasional. Jika upaya ini berhasil, maka sekolah dapat mengarak piala kejuaraan tersebut keliling kelurahan, atau kecamatan, dan kalau perlu dipertontonkan di tingkat kabupaten. Orangtua dan para tetangga siswa tersebut dapat diajak untuk merayakan keberhasilan siswa tesebut. Jika ini terjadi, insyaallah sekolah akan mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat pendidikan, bukan saya di tingkat kelurahan, tetapi juga di tingkat yang lebih tinggi lagi. Dalam hal ini, penulis jadi ingat dengan sekolah Al Azhar, yang sekarang ini termasuk sekolah swasta favorit. Pertama kalinya masyarakat juga merasa kurang antusias untuk memasukkan anaknya ke sekolah ini. Apa yang terjadi ketika ada beberapa peserta didiknya yang menjadi juara dalam lomba puisi dan olahraga pada tingkat Provinsi DKI Jakarta, mulailah masyarakat melirik untuk memasukkan ke sekolah ini. Belum lagi, sekolah ini juga memiliki kelebihan dalam mata pelajaran Pendidikan Islam. Setelah melalui proses yang sulit mencari murid, sekolah Al Azhar berkembang menjadi sekolah yang favorit di Jakarta.
Akhir kata
SMP Negeri 14 Satap Pinangunian Kota Bitung memang baru berumur tiga tahun. Tetapi keberadaannya telah membuka senyum 35 orang siswa yang kini sedang belajar di sekolah ini. Keberadaan sekolah ini telah membuat harapan mereka selalu terbentang. Bukan hanya harapan peserta didik saja, tetapi harapan seluruh warga masyarakatnya.
*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.
Depok, November 2008