Oleh Suparlan *)
Jangan berjalan di depanku, aku mungkin tak mengikuti. Jangan berjalan di belakangku, aku mungkin tak memandu. Berjalanlah di sisiku dan jadilah kawan sejatiku
(Albert Camus, pemenang hadiah Nobel Sastra 1975)Kawan sejati melihat kebaikan dalam sehala hal dan memberi yang terbaik di kala hal terburuk terjadi
(Sasha Azevedo, aktris model AS)
Dua kata-kata mutiara itu tentang pentingnya sahabat sejati dalam kehidupan kita. Sangat menyentuh hati. Menjadi kawan sejati yang bejalan di sisi, bukan di depan atau juga bukan di belakang, tetapi bergandeng tangan, alangkah indahnya. Kawan sejati memberikan yang terbaik. Juga bukan membuat masalah jadi masalah, tetapi mencoba memecahkannya.
Itulah hakikat sebenarnya temu kangen para pensiunan yang diselenggarakan kali ini. Acara temu kangen pensiunaan Bagian Perencanaan Mandikdasmen ini telah lahir dari salah seorang yang telah berhasil dalam meniti karirnya, yakni Bapak Baedhowi. Beliau termasuk pernah menjadi staff di Bagian Perencanaan, kemudian menjadi kasubbag, kabag, sekretaris Ditjen, dan akhirnya menjadi Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependididkan sampai saat ini. Ide itu lahir karena kepedulian beliau yang tinggi terhadap pertemanan antarpegawai di Bagian Perencanaan.
Pada hari Sabtu, tanggal 13 Februari 2010, semua teman-teman pegawai pensiunan Bagian Perencanaan Mandikdasmen telah hadir dalam acara itu. Saling jabat tangan, saling peluk cium, saling senda ketawa antara teman lama yang tidak bersua. Setelah pensiun, banyak di antara kita yang tidak pernah berjumpa lagi, padahal dahulu kawan dekat, padahal dahulu teman bercanda, padahal dahulu teman makan bersama, bahkan dahulu teman skamar ketika kerja lembur di kawasan Puncak. Dan, banyak lagi lainnya.
Acara
Kebetulan, saya datang ketika acara baru saja dimulai. Pak Dirjen, ya Pak Baedhowi, begitulah biasanya kita panggil secara akrab, sedang menyampaikan sambutan, sebagai tuan rumah yang mengundang acara temu kangen para pensiunan Bagian Perencanaan, Mandikdasmen. Terdengar kata-kata “terima kasih atas kehadiran para pensiunan” pada akhir kata sambutan beliau. Saya sendiri sendang sibuk berjabat tangan, ber “haha-hihi” dengan teman-teman yang sudah hadir sebelumnya, yang sudah duduk manis “lesehan” di ruang tamu yang luas itu. Selain ke sorot mata teman-teman lama, memangdang senyun di kulum kawan-kawan, sambil mengingat kembali nama-nama yang kadang sudah terlupa. Di sana ada Ibu Nahdiana Nawawi, yang terakhir menjadi Kepala Subbag PRP, dan terakhir menjadi Kabag Umum. Beliau didampingi oleh suaminya, yang dahulu aktif di Biro Perencanaan, Setjen Depdiknas. Ada lima puluhan lebih pensiunan yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam tulisan ini. Daftar nama, alamat, pensiun tahun berapa, dan sudah pasti nomor telepon rumah dan HP telah ditulis dalam buku besar, yang nanti akan di-entry ulang, untuk kemudian disebarluaskan kepada semua teman pensiunan.
Ditengah acara mau makan siang, datanglah salah seorang kawan lama bertubuh tinggi besar, bernama Pak Sutardjo, bersama istrinya yang baru, karena istrinya telah mendahului beberapa tahun lalu. Pak Tardjo terpaksa “digojlok” oleh teman-teman lamanya, karena teman yang satu ini beberapa minggu lalu telah melangsungkan perkawinan dengan istri barunya, yang istrinya mengandengnya dengan senyuman tipis di bibirnya.
Acara kemudian dilanjutkan dengan makan siang bersama. Begi penulis acara ini sangat dinantikan karena, dari rumah sengaja memang tidak makan siang. Segala macam makanan telah tersedia. Ada tengkleng sapi khas Solo, ada goreng bebek khas mana ya, ada lodeh tempe dan kacang panjang, ada udang yang disayur asam manis, bahkan ada juga bakso, serta buah-buahan, seperti jeruk, klengkeng, anggur hijau dan anggur merah, dan juga berbagai jenis minuman segar.
Saat makan siang dirancang dengan berdiri itu sedang berlangsung, bergemalah bak suara pasar, berisi cerita bersambung dari cerita ke cerita yang lain, sambil mengunyah makanan yang sangat lezat.
Selepas makan siang, Bu Nahdiana dan Bu Sri Amin, sebagai MC dan penanggung jawab acara, meminta kepada para pensiunan untuk menceritakan pengalaman selama pensiun. Karena posisi penulis dekat dengan MC, maka penulis mendapatkan giliran bercerita tentang pengalaman pensiun. Dengan tidak berfikir lam, penulis kemudian bercerita ke sana kemari, dari keluarga, sampai dengan aneka macam cerita lainnya. Setelah pensiun, pada umumnya kita berada pasa posisi menunggu panggilan Allah SWT. Kita tidak akan absen dari panggilan ini. Kita tidak mungkin dapat bersembunyi dari panggilan ini. Oleh karena itu, marilah kita dapat melakukan yang terbaik dan bermanfaat bagi sesama selama masa penantian ini. Do the best. Secara kebetulan, penulis sama sekali belum merasakan sebagai pensiunan, karena sejak pensiun pada tahun 2004 di PPPG (sekarang P4TK) Matematika Yogyakarta, penulis memang telah mendapatkan tugas untuk membantu-bantu Pak Yudhistira, Pak Ridwan Tanjung, Pak Agus Hariyanto sampai saat ini. Bagi penulis, hal ini menjadi satu masa penantian yang amat bermanfaat. Insyaallah.
Setelah penulis menyampaikan pengalaman tersebut, tibalah giliran yang lain, seperti Pak Yusuf Mudzakir, mantan Kepala Bagian Keuangan, yang kini menjadi dosen UIN yang diperbantukan di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Lalu disambung lagi oleh Pak Baedhowi, Bu Lina yang kini menjadi anggota legislatif di Kabupaten Blora (kalau tak salah), dan akhirnya teman-teman yang lain meminta kesediaan Pak Sutardjo untuk menyampaikan pengalamannya selama pensiun. Sekali lagi, beliau ”digojlok” tak habis-habisnya dalam acara ini.
Tindak Lanjut
Para pensiunan kebanyakan berharap agar acara temu kangen ini tidak hanya berhenti sampai di sini. Harapannya ada tindak lanjut agar temu kangen seperti ini dapat dilaksanakan secara rutin, misalnya tiga bulan sekali, atau kalau ada momentum penting seperti halal bihalal, dan sebagainya. Pada prinsipnya tindak lanjut itu disetujui oleh kebanyakan peserta.
Dalam tindak lanjut ini, Ibu Andarwati mengusulkan agar dibentuk organisasi arisan, yang dapat berkumpul tiga bulan sekali, dengan uang arisan yang kecil saja. Mungkin perlu uang kas yang dapat digunakan sewaktu-waktu untuk kepentingan tertentu. Namun usulan ini tidak disetujui oleh Bapak Indrapari, karena akan para pensiunan akan merasa terikat. Beliau setuju untuk diadakan temu kangen ini pada setiap ada momen penting seperti halal bihalal, dan sebagainya. Akhirnya, bentuk kedua temu kangen model inilah yang disetujui oleh kebanyakan pensiunan.
Akhirnya
Akhirnya, acara temu kangen pun berakhir. Para pensiunan mulai siap-siap pulang. Tetapi ternyata ada acara yang lebih menarik lagi, karena Bapak Baedhowi berkenan memberikan satu karung besar Delanggu kepada setiap pensiunan. Penulis pun menerima bagian ini. Alhamdulillah. Sesampainya di rumah, istri penulis yang kebetulan tidak dapat hadir dalam kesempatan ini. Inilah nikmat terbesar yang akan diperoleh Pak Baedhowi. Mudah-mudahan Pak Baedhowi dalam keadaan sehat walafiat dan diterima amal ibadahnya. Insyaallah juga melimpah ke semua semua pensiunan Bagian Perencanaan. Amin.
*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.