ArtikelBudayaPendidikan

Bahasa Indonesia Mendikbud

290 views
Tidak ada komentar

Sudah baca buku Success Protocol karya Ippho Santosa? Kalau sudah ya alhamdulillah. Pelajari, amalkan, dan sebarkan kepada orang lain. Anak saya, Arif Hidayat, telah memberikan hadiah buku itu kepada saya. Buku itu dikasih pengarangnya langsung. Asli lho. Ada tanda tangan penulisnya. Pengarang buku ini sama-sama kuliah di Kuala Lumpur. Keduanya kira-kira seumur. Kelahiran 1978-an. Saya kawin tahun 1977. Istri saya baru saja tamat SPG (Sekolah Pendidikan Guru) tahun 1976 di tempat saya mengajar di sekolah itu, di Pamekasan Madura. Saya ingat betul tahun-tahun tersebut, karena saya mengalaminya. Oleh sebab itu, saya ingat pula dengan pengarang buku itu. Book is the best gift. Buku itu telah saya baca tuntas. Saya bayangkan wajah penulis buku itu seperti ada di depan mata saya. Bayangkan, kalau nggak salah penulis buku ini sudah pernah bertandang ke rumah. Tentu saja, dia teman sepermainan anak saya. Tapi pengarah yang masih muda ini telah menjadi mentor saya. Penulis telah menginspirasi saya untuk menulis dengan gaya bebas. Dengan gaya ASAP (as short as possible). Gaya menulis Ippho Santosa telah mengubah gaya menulis saya. Selama ini saya menulis dengan gaya formal. Pakai bahasa Indonesia yang baik dan bebar. Pakai EYD, karena saya menulis untuk pidato, atau untuk tulisan akademis, dan surat menyurat yang bersifat formal. EYD memang terus saya ikuti, tetapi secara perlahan tulisan saya berubah menjadi tulisan semi bebas. Tidak pakai kata tidak, tetapi tak juga saya ikuti.

Buku tulisan Ippho Santosa

Untuk diketahui, buku tulisan Ippho Santosa adalah mega bestseller. Artinya, telah terbit 1 juta eksemplar. Apa tidak ngiler! Apa tidak ingin menulis dan diterbitkan sebanyak itu. Luar biasalah. Karena itu Ippho Santosa telah tumbuh menjadi motivator tingkat dunia. Bukunya dibaca di mana-mana. Hebatnya lagi. Meski bukunya tentang dunia bisnis, tapi spiritual business. Bukunya bicara tentang agama. Bicara tentang amal manusia yang disimpan di tulang ekornya. Tulang ekor manusia ibarat microchip. Tempat menyimpan data. Data tentang amal manusia yang senantiasa di-update oleh Allah Swt. Amal ibadah manusia senantiasa dihitung dengan bagi hasilnya seperti dalam bank syariah yang kita miliki. Allah selalu mengingatkan begini. “Oooo, Anda mempunyai kekurangan amal. Anda harus membayar dendanya. Sekarang juga.” Suatu ketika eksternal hard disk saya jatuh di depan kantor penerbit. Setelah saya cek ternyata datanya hilang. Terpaksa saya harus membayar biaya recovery data hampir lima juta rupiah. Bukankah itu peringatan Allah, karena satu hal? Mungkin denda amal yang belum terbayar, atau apalah namanya.

Buku Kilasan Setahun Kinerja Kemendikbud

Eee, ngelantur ke sana kemari. Inti tulisan ini belum selesai, yakni tentang bahasa Indonesia Mendikbud dewasa ini. Saya kemarin baca buku cantik berjudul Kilasan Setahun Kinerja Kemendikbud, November 2014 – November 2015. Saya mulai membacanya. Eh, kok enak dibaca. Perubahan apa yang terjadi dengan bahasa Indonesia Mendikbud kali ini? Saya ulangi membaca. Sepintas dan berulang lagi. Memang, bukunya banyak memberikan ilustrasi berupa foto dan visualisasi yang menarik. Saya ulangi membaca lagi. Akhirnya ketemulah sebabnya. Bahasa Indonesia Mendikbud dalam buku itu menggunakan bahasa bebas, bahasa pop, yang enak dibaca dan perlu. Saya bandingkan dengan bahasa Indonesia dalam buku Ippho Santosa, saya dapat merasakan bahwa bahasa Indonesia Mendikbud memang lebih enak dibaca dan perlu. Buku Kilasan Setahun Kinerja Kepemdibud tersebut harus dibaca oleh siapa saja yang harus mengikuti gerakan Mendikbud. Seperti Penumbuhan Budi Pekerti (PBP), Hari Pertama Sekolah (HPS), dan banyak lagi yang lain. Ketika saya tanyakan kepada pegawai Kemendikbud di bus jemputan, apakah Bapak/Ibu telah membaca buku ini. Saya sambil menunjukkan buku tersebut. Responnya negatif. Belum!! Jawanya lebih mengagetkan lagi. Saya jangan disuruh baca buku seperti itu. Lebih baik beri kami mentahnya saja. Heee.

Responnya kok malah paradok dengan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang sedang digalakkan oleh Kemendikbud. Ohh, begitukan memang budaya literasi di negeri ini? Mudah-mudahan tidak seperti itu yang terjadi sebenarnya. Tapi saya khawatir justru itu seperti gejala gunung es di lautan yang luas. Jangan-jangan batu-batu esnya lebih besar lagi yang tidak terdeteksi.

Oleh karena itu, melalui tulisan singkat ini, saya mohon kepada Mendikbud agar semua guru dan kepala sekolah (minimal separuhnya) membaca buku Kilasan Setahun Kinerja Kemendikbud. Semua PNS, terutama Kasubbag sampai ke eselon I (minimal separuhnya) juga membaca buku tersebut. Saya lihat beberapa PNS lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menghisap rokok. Alangkah baiknya jika waktunya dihabiskan untuk membaca buku tersebut.

Ciri bahasa Indonesia yang dapat diketahui           

Apakah yang menarik bahasa Indonesia Mendikbud? Setelah saya baca beberapa kali, akhirnya minimal saya dapat melihat beberapa karakteristik bahasa dan pernyatan yang menyengkan sebagai berikut: Pertama, meskipun hanya sekali, tapi bahasa Indonesia Mendikbud menggunakan bahasa daerah gaul, yakni “masalah di dunia pendidikan dan kebudayaan ini bejibun. Seakan tiada habis-babisnya.” Dalam hal ini, bahasa Indonesia Mendikbud tersebut memberikan nuansa pop dalam menjelaskan data dan informasi tentang Kemendikbud (halaman 1). Kedua, ada beberapa kalimat yang menggunakan kata tak, bukan tidak, meskipun kedua kata tersebut masih diakui menggunakaan EYD yang baik dan benar. Berikut ini dikutipkan beberapa kalimat. “Tak tunggu tempo.” Pada minggu-minggu pertama, Kemendikbud periode ini belanja masalah-masalah di dunia pendidikan dan kebudayaan, sekaligus menyusun jalan keluarnya (halaman 1). Ketiga, pernyataan keterbukaan untuk memberikan masukan, dengan kalimat: “Kami terbuka terhadap masukan dari seluruh pelaku pada ekosistem pendidikan mulai siswa, sekolah, guru, ahli, orangtua, serta dunia usaha, asosiasi profesi dan lembaga-lembaga lintas sektor.” Demikianlah bahasa Indonesia Mendikbud yang dapat kita baca dari buku Kilasan Setahun Kinerja Kemendikbud, November 2014 – November 2015.

*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com. Kritik dan masukan untuk tulisan ini akan saya masukkan ke dalam guci emas untuk penyempurnaan tulisan selanjutnya. Terima kasih.

Depok, 10 Februari 2016.

Tags: Bahasa Indonesia, Ippho Santosa, Mendikbud

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts