Pada hari ini, Selasa 2 Februari 2016, saat naik bus jemputan karyawan Kemendikbud, saya sedikit kaget karena semua ibu-ibu karyawan Kemendikbud memakai kebaya. Cukup beragam kebayanya, ada Jawa, ada Sumatera, dan sebut saja dengan beragam. Itulah salah satu seragam yang dipakai para PNS, selain putih-putih. Suasana ramai dan ceria, karena para ibu saling melihat baju baru yang dipakai. Semuanya kelihatan seperti mau menghadiri resepsi. Padahal sebenarnya mau kerja ke kantor sebagai PNS.
Baju baru suasana baru
“Aduuuuh cantik banget” celoteh yang satu menyapa yang lainnya.
“Sudah dicucikah” celoteh yang lain menyapa yang lain karena kelihatan kebayanya masih berbau toko.
“Mana kerudungnya? Lebih pas, kalau pakai kerudung, lagi!” tegur yang satu lagi.
“Lipstiknya baru jugakah?” sapa yang satu lagi.
Tiba-tiba bus jemputan berhenti karena ada penumpang yang mau naik bus. Tapi ternyata ibu yang satu ini kesulitan naik bus, karena kainnya mungkin terlalu sempit. Meski sedikit kesulitan untuk naik bus, alhamadulillah ibu ini bisa sampai ke tempat duduknya. Inilah sedikit suasana pegawai dengan pakaian seragam.
Pokoknya sungguh ramai komentar terhadap seragam kebaya para pegawai Kemendiknas tersebut. Maklum ini hari pertama ibu-ibu pakai seragam baru. Tidak ada satu pun yang cemberut. Ibarat murid-muris sekolah dengan seragam baru, persis ibu-ibu tersebut sama dengan anak-anaknya. Begitulah proses psikologis. Apa pun semua yang baru memang memberi nuansa yang baru. Semua ini perlu perubahan. Tidak ada yang tidak berubah di dunia ini, kecuali kata perubahan itu sendiri. Inilah yang sering saya kemukakan saat menyampaikan materi workshop. Tambahannya bapak-bapak work, tapi ibu-ibu shop di mall yang kini berdiri di mana-mana. Peserta workshop pun tertawa serempak. Kebayanya memang beragam. Tapi itu seragam baru kita. Bhinneka Tunggal Ika.
Perubahan “Seragam Fisik”
Celoteh ramai perubahan seragam kantor itu adalah perubahan secara fisik. Belum secara psikis. Masih badannya, belum jiwanya. Itulah syair lagu Indonesia Raya yang sering kita nyanyikan saat pembukaan acara resmi di kantor. Sama dengan syair lagu tersebut, perubahan seragam pegawai di banyak kantor di negeri ini memang masih terjadi perubahan fisiknya, dan belum perubahan psikis dan perilakunya. Dengan meminjam konsep PBP (Penumbuhan Budi Pekerti) yang telah diluncurkan oleh Mendikbud Anies Baswedan, perubahan jiwa dan perilaku memang harus melalui internalisasi. Lima langkah proses penumbuhan afeksi: (1) penerimaan (receiving) sesuatu yang baru, (2) menanggapi (respons) sesutu yang baru, (3) menilai (valuing), (4) mengorganisasi (organization), (5) internalisasi (internalization). Secara akademis ilmiah, proses penerapan konsep yang baru (katakanlah tentang seragam baru), apakah memang perlu diterima dan dilaksanakan secara tulus, proses intenalisasi konsep yang baru itu menurut Benjamin S. Bloom akan melalui 5 (lima) langkah sebagai berikut:
1 | Penerimaan
(receiving) |
Mengetahui ada sesuatu yang baru,
Menanyakan apa baiknya sesuatu yang baru itu, Kemauan untuk mendengarkan yang lain, Kesadaran untuk menerima sesuatu yang baru |
2 | Menanggapi
(responding) |
Menanyakan sesuatu yang baru,
Mempelajari sesuatu yang baru, Menjawab apabila ada pertanyyan tentang yang baru |
3 | Menilai
(valuing) |
Menghargai sesuatu yang baru,
Mempunyai inisiatif untuk mencoba yang baru Menghargai sesuai yang baru |
4 | Mengorganisasi
(organization) |
Membandingkan sesuatu yang baru dengan yang lama
Menghubungkan dengan yang lain Menerapkan |
5 | Internalisasi (internalization) | Menunjukkan apakah sesuatu yang baru itu benar berterima
Kalau berterima laksanakan, kalau kurang Verifikasi? Atau Revisi? Kalau tidak, perlu usulan? |
Perubahan Sikap Mental
Perubahan “Seragan Fisik” perlu untuk membanun kebersamaan dan keceriaan, tetapi yang lebih penting adalah “Sikap Mentalnya”, mentalitas kerja. Tentara memerlukan “seragam fisik”, tetapi kalau tidak bisa menembak secara jitu semua itu hanya palsu. Jadi “kerja yang baik” lebih penting. Seragam fisik harus mendukung pelaksanaan kerja yang baik tersebut. Sama dengan tingkat kehadiran memang jauh lebih penting. Kedisplinan dalam penggunaan seragam fisik memang perlu. Namun yang lebih penting kerja yang baik, unjuk kerja (performance). Ukuran kinerja yang lebih penting adalah pelaksanaan tugas. Bukan tingkat kehadiran. Berapa prosenkah pelaksanaan tugas yang telah menjadi tugas yang harus diampunya. Tingkat kehadiran memang penting, tapi tingkat penyelesaian tugas jauh lebih penting, Seragam fisik penting, tapi sikap mental dan disiplin jauh lebih penting. Inilah hakikat revolusi mental yang sebenarnya. Amin.
*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com; *) Kritik dan masukan Anda akan saya simpan dalam guci emas yang akan saya gunakan untuk perbaikan yang akan datang. Amin.
Depok, 2 Februari 2016.