Oleh Suparlan *)
Pendidikan tidak dapat lagi kita bayangkan sebagai kegiatan yang hanya dilaksanakan oleh sekolah, dan bersifat terlepas dari kegiatan pembinaan anak yang terjadi di lingkungan keluarga serta kegiatan pengembangan diri yang dialami anak dalam lingkungan masyarakat
(Mochtar Buchori)Orangtua menginginkan diangkat sebagai partner sekolah, bukan partner dalam relasi sekolah-klien, melainkan partner sejajar. Artinya, mereka amat rela dan mengharapkan untuk dilibarkan secara penuh dalam usaha-usaha pedagogis sekolah
(Linda T. Jones)Pendidikan adalah investasi utama satu bangsa. Inti permasalahan pendidikan di Indonesia adalah rendahnya kesadaran pemimpin bangsa terhadap pendidikan dan rendahnya dana yang dialokasikan untuk pendidikan
(Sayidiman Suryohadiprodjo)
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah kini sudah berusia empat tahunan. Ini berlaku bagi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang ketika itu segera dibentuk menyusul terbitnya Kependiknas Nomor 044/U/2006 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Setelah melalui tahapan kegiatan sosialisasi dan fasilitasi pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, akhirnya hampir di setiap kabupaten/kota telah terbentuk Dewan Pendidikan. Bahkan beberapa daerah provinsi, dengan inisiatif sendiri, juga telah membentuk Dewan Pendidikan. Walhasil, Komite Sekolah pun juga telah dibentuk di hampir semua satuan pendidikan. Ketentuan persyaratan tentang harus adanya Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam proses penerimaan hibah (block grant) telah ikut mempercepat proses pembentukan lembaga mandiri ini.
Dalam praktik di lapangan, proses pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah memang belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Proses pembentukan lembaga mandiri ini belum sepenuhnya manganut prinsip demokratis, transparan, dan akuntabel. Kepengurusan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah pun akhirnya sudah mulai banyak yang sudah habis masa baktinya. Proses penggantian pengurus pun mulai dilakukan. Ada yang masih status quo, pengurus lama terpilih lagi. Tapi tidak jarang yang pengurusnya berganti secara total. Lalu, mengapa proses pergantian pengurus Dewan Pendidikan pun ternyata juga tidak lancar sebagaimana yang diharapkan? Ada Dewan Pendidikan yang kini memiliki pengurus kembar. Ada pula Komite Sekolah yang dituntut untuk membubarkan diri, dan bahkan ada pula yang dipecat oleh kepala sekolahnya.
Mengapa proses pergantian pengurus Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tidak dapat berjalan lancar? Tulisan singkat ini mencoba untuk mengulas dan mengupasnya.
Beberapa Faktor Pemicu
Pertama, berawal dari proses pembentukan Dewan Pendiikam yang belum demokratis, transparan, dan akuntabel. Bahkan ada yang telah membiarkan adanya penyimpangan dari AD/ART yang telah ada. Sebagai contoh, ada Dewan Pendidikan yang ketuanya kemudian dijabat oleh Ketua DPRD, karena ketuanya kebetulan terpilih sebagai anggota legislatif, dan bahkan menjadi ketuanya. Hal tersebut jelas tidak dibenarkan sama sekali dalam ketentuan yang berlaku. Seharusnya Dewan Pendidikan ini segera dapat mengadakan ’pengocokan ulang Ketua Dewan Pendidikan” atau dengan mengadakan reshuflle kepengurusan. Dengan membiarkan kesalahan pada tahap awal, kesalahan berikutnya biasanya akan menjadi lebih besar lagi. Kondisi seperti ini akan dapat menimbulkan ketidaklancaran dalam proses pergantian pengurus, karena kesalahan awal tesebut akan digunakan sebagai argumen bagi pihak lain yang terlibat dalam proses pergantian pengurus. Kondisi tersebut sudah barang tentu akan menjad faktor yang menghambat proses pergantian pengurus.
Kedua, adanya butir-butir ketentuan yang belum jelas dalam AD/ART. Mengingat proses pembentukan yang belum sepenuhnya demokratis tersebut, proses penyusunan AD/ART-nya juga masih banyak yang belum sempurna. Bahkan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang masih belum memiliki. AD/ART, atau AD/ART-nya masih memuat tentang proses penggantian pengurus secara jelas. Kondisi tersebut akan menjadi celah-celah yang dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan penafsiratn tentang proses pemilihan pengurus baru. Kondisi seperti itu, akhirnya dapat menyebabkan ketidaklancaran dalam proses pergantian pengurus.
Ketiga, adanya manajemen yang tidak terbuka dalam menjalankan roda organisasi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Akibatnya, masyarakat dan sebagian anggota masyarkat yang berasal dari elemen-elemen masyarakat kurang menaruh kepercayaan kepada Ketua dan pengurus Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Kekurangpercayaan tersebut akan membawa dampak yang kurang menguntungkan dalam proses pergantian pengurus. Ada di antaranya pergantian pengurus yang setengah dipaksakan oleh sekelompok masyarakat. Bahkan ada semacam coup de tat dari sekelompok masyarakat ini dengan dukungan dari pihak-pihak di luar organisasi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, seperti dukungan dari Bupati/Walikota, bahkan dari kalangan DPRD atau dari kelompok organisasi profesi, dan sebagainya.
Keempat, adanya pengurus yang tidak solid atau kompak. Pengurus Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah memang sangat heterogen, berasal dari unsur-unsur atau elemen yang mewakili masyarakat. Kinerja organisasi memerlukan komunikasi yang efektif antar unsur atau elemen masyarakat tersebut. Jika tidak, maka Ketua Dewan Pendidikan atau Ketua Komite Sekolah sering memutar roda organisasi dengan hanya melibatkan sang sekretaris dan bendaharanya saja. Sementara anggota pengurus yang lain ada yang jaran dilibatkan, minimum melalui rapat-rapat pengurus secara rutin. Sayangnya, sering terjadi ada anggota pengurus yang kadang memang sibuk dengan urusan lain, dan kurang aktif dalam kegiatan organisasi. Akibatnya, anggota pengurus yang tidak banyak dilibatkan ini akan menjadi semacam benalu organisasi, yang dapat menghimpun kekuatan dalam proses pemilihan pengurus, yang bisa menghambat proses pergantian pengurus.
Kelima, adanya kepentingan tertentu dari kelompok tertentu. Faktor ini berasal dari luar organisasi (ekstern). Kepentingan ini biasanya menjadi besar karena dukungan dari pihak luar organiasi. Namun, jika organisasi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah cukup solid atau kuat, maka faktor dari pihak luar ini sebenarnya akan sulit menembusnya. Sebaliknya, jika kondisi intern lemah, dan kepentingan pihak luar itu dapat memanfaatkan momentum kelemahan tersebut, maka kepentingan pihak luar ini dimungkinkan dapat mengendalikan gagasan dan proses pergantian pengurus, dengan kemenangan di pihaknya. Kondisi seperti ini akan menimbulkan tarik menarik dari berbagai kelompok, yang dampak berikutnya akan menyebabkan proses pergantian pengurus yang tidak lancar sebagaimana yang kita harapkan.
Akhir Kata
Kelima faktor tersebut boleh jadi menjadi faktor-faktor yang dapat menghambat dalam proses pergantian pengurus Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, di samping faktor-faktor yang lain Untuk itu, ketua dan anggota pengurus Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah secara dini harus dapat mengantisipasi kemungkinan timbulnya faktor-faktor tersebut. Antisipasi dini ini amat diperlukan agar proses pergantian pengurus Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat dilaksanakan secara lancar. Selain itu, yang lebih penting adalah terjadinya proses pemilihan pengurus Dewan Pendidikan yang berlangsung secara demokratis, transparan, dan akuntabel. Hanya dengan prinsip itu, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah akan menjadi lembaga mandiri yang benar-benar dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara optimal, dalam rangka peningkatan mutu layanan pendidikan di tanah air tercinta. Mudah-mudahan.
*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.
Jakarta, 13 November 2006