Artikel

Mencermati Pidato Pelantikan Presiden Joko Widodo

393 views
1 Komentar

***

Speech is the voice of the heart
(Anna Quindlen)

***

Pertama saya menyatakan bahwa Bahasa Indonesia dalam pidato pelantikan Presiden Jokowi sungguh telah memenuhi kaidah EYD. Hanya beberapa kesalahan dalam menulis titik dalam penulisan Prof. Dr. — yang ditulis tanpa titik — untuk menulis nama lengkap Boediono saja yang barangkali hanya kesalahan ketik saja yang telah dilakukan http://www.detik.com. Selain itu kesalahan dalam menuliskan royong menjadi “rotong”, serta kelebihan menuliskan “dan” dua kali.
Dengan demikian, secara keseluruhan pidato itu dapat dinilai sangat rapi dan bersih dari kesalahan. Tidak ada kesalahan yang lebih berat, misalnya dalam penggunaan kata “dari pada” yang biasanya banyak digunakan dalam menulis pidato pada era Pak Harto, yang saat ini sisa-sisanya masih banyak kita gunakan.
Kata-Kata Mutiara
Pengonsep pidato ini memiliki rasa cinta yang mendalam terhadap kata-kata mutiara, karena setiap kalimat yang ditulis sebenarnya kata-kata mutiara atau kata-kata bijak yang memiliki makna yang sangat dalam. Saya mencoba menukilkan lima kata-kata mutiara yang saya petik dari pidato tersebut, yaitu:
1. Sumpah itu memiliki makna spiritual yang dalam, yang menegaskan komitmen untuk bekerja keras mencapai kehendak kita bersama sebagai bangsa yang besar.
2. Kini saatnya, bersama-sama melanjutkan ujian sejarah berikutnya yang maha berat, yakni mencapai dan mewujudkan Indonesia yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
3. Persatuan dan gotong royong adalah syarat bagi kita untuk menajadi bangsa besar. Kita tidak akan pernah besar jika terjebak dalam keterbelakangan dan keterpecahan.
4. Kepada para nelayan, buruh, petani, pedagang bakso, pedagang asongan, sopir, akademisi, guru, TNI, POLRI, pengusaha dan kalangan profesional, saya menyerukan untuk bekerja keras, bahu membahu, bergotong royong. Inilah, momen sejarah bagi kita semua untuk bergerak bersama untuk bekerja … bekerja … dan bekerja.
5. Saya yakin, dengan bekerja keras dan gotong royong, kita akan mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Tujuan Negara dalam Pembukaan UUD 1945
Khusus tentang keyakinan Jokowi tentang kerja keras dan gotong royong, pidatonya telah mengutip empat tujuan negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yakni melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darat Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum — mungkin saja satu kesengajaan, karena aslinya tertulis memajukan kesejahteraan umum — mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Empat tujuan negara ini sangat penting untuk diingatkan kembali, karena banyak dari kita yang telah melupakannya. Bahkan pemahaman tentang tujuan pendidikan nasional seharusnya dikembalikan kepada rumusan “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Ternyata rumusan ini sangat relevan dengan konsep “multiple intelligences” yang dijelaskan oleh Howard Gardner pada tahun 1993. Bahkan rumusan “mencerdaskan kehidupan bangsa” perlu dijelaskan dalam rumusan tujuan pendidikan yang kini digunakan dalam Kurikulum 2013, yakni “sikap, pengetahuan, dan keterampilan” sebagaimanya dijelaskan dalam taksonomi tujuan pendidikan oleh Benjamin S. Bloom.
Jalesveva Jayamahe
Pidato pelantikan Presiden Jokowi memberikan penekanan tentang pentingnya mambangun Indonesia sebagai negara yang besar, negara bahari yang wilayah terbesarnya terdiri atas lautan dan kepulauan. Momentum pelantikan Jokowi mengajak seluruh komponen bangsa untuk kerja, kerja, dan kerja sebagai syarat utama. Untuk membentuk semangat kerja yang tinggi bagi penduduk negeri ini pastilah melalui pendidikan dengan proses pembudayaan dalam kehidupan sehari-hari. Saya ingat cerita Pak Dasim Budimansyah, seorang guru besar Universitas Pendidikan Indonesia, yang bercerita tentang do’a makan anak-anak Korea. Ketika anak-anak Korea sedang makan bersama-sama, ditunjuk seorang siswa untuk memimpin dengan mengucapkan kata-kata: “makan bukan untuk makan; makan untuk kerja; tidak kerja tidak makan; satu kali makan empat jam kerja”. Do’a makan anak-anak Korea ini dapat dijadikan bahan pembelajaran dalam dunia pendidikan kita, untuk membentuk budaya kerja yang sangat diperlukkan untuk membangun negara yang besar ini. Orang sukses tidak santai, orang santai tidak sukses. Demikianlah semboyan orang Korea. Oleh karena itu, untuk menjadi negara yang besar, tidak ada jalan lain kecuali harus menjadi bangsa yang giat bekerja keras.
Akhir Kata
Pidato pelantikan Presiden Jokowi memang sangat bersih dari kesalahan dalam penggunaan bahasa menurut kaidah EYD. Lebih dari itu, secara substansial isi pidatonya telah menyihir seluruh komponen bangsa untuk bekerja, bekerja, dan bekerja. Benar kata Anna Quindlen yang menyatakan bahwa “speech is the voice of the heart”. Seharusnya, pidato adalah suara hati yang mengucapkannya. Apa yang dikatakan adalah apa yang dirasakannya. Saya harapkan mudah-mudahan demikianlah yang terjadi dengan Pidato Pelantikan Presiden Jokowi. Lebih dari itu, saya menyetujui pendapat secara Hermann Hesse yang menyatakan bahwa “Not in his speech, not in his thoughts, I see his greatness, only in his actions, in his life”. Selain pidato tersebut memang berasal dari suara hatinya, pidato yang indah didengar itu harus juga sesuai dengan implementasinya nanti. Isi pidato tersebut haruslah sesuai dengan aksi yang akan dilaksanakan nanti dalam proses kehidupan, sehinga terpenuhilah apa yang dikatakan, adalah sama dengan apa yang dilakukan. Musah-mudahan. Selamat bekerja Pak Jokowi! Selamat bekerja seluruh elemen bangsaku! Semoga Allah Swt memberikan bimbingan ke jalan yang benar. Amin.
Jakarta, 21 Oktober 2014.

Tags: pidato

Related Articles

1 Komentar. Leave new

  • Tulisan bapak yang ini tidak rapi. Paragraph tidak tersusun dengan baik. Agak susah membacanya. Sepertinya copy paste dari Word atau sumber lain.

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts

Puisi

Sebuah Interupsi

Oleh: Winaria Lubis, Dosen FKIP Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Tama Jagakarsa Jakarta Selatan.   Pada…