1. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 183 Allah Swt yang menyebutkan “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Tujuannya sudah pasti, yakni menjadikan diri kita sebagai orang yang bertakwa. Jika puasa itu adalah prosesnya, maka takwa adalah tujuannya atau hasil akhir yang diharapkan dari proses tersebut. Hasil akhir sudah barang tentu ditentukan oleh prosesnya. Proses menentukan hasil, dan bukan sebaliknya.
2. Dalam www.republika.com Dr. HM. Harry M. Zen menjelaskan lima ciri umum orang bertawa. Untuk Kultum 15 ini, lima ciri tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
3. Pertama, gemar menginfakkan hartanya di jalan Allah Swt. Inti ibadah buasa adalah kewajiban kita untuk dapat menahan diri dari hawa nafsu manusia (Lihat Kultum Tiga Level Puasa). Jika dalam proses puasa kita dapat menahan diri dari tiga nafsu tersebut, maka hasil akhir puasa dapat kita capai, insyaallah. Poses menahan diri tersebut harus dilakukan baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Dalam hal ini, infak harta di jalan Allah Swt ukurannya bukan dari segi kuantitas belaka, tetapi lebih dari segi kualitas keikhlasannya. Itulah sebabnya, QS Az-Zalzalah ayat7-8 menyatakan yang artinya: “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat atompun, niscaya dia akan melihat (balasan)-Nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat atompun, niscaya dia akan melihat (balasan)-Nya pula.” Terkait dengan hawa nafsu tersebut, manusia memang memiliki sifat yang dikenal dalam bahasa Arab “taswif” atau menunda. Sifat inilah yang sering menyebabkan tertundanya infak harta di jalan Allah Swt. Bahkan, dalam menjalankan pertintah-perintah-Nya, manusia masih juga sering bersifa “taswif”. Mau melaksanakan shalat, kita sering mengatakan “nanti dulu” kalau sudah longgar, mau berhijab kita mengatakan nanti dulu kalau sudah naik haji, mau melaksanakan infak untuk pembangunan masjid nanti kalau sudah kelebihan harta, dan banyak sekali “nanti dulu” yang kita janjikan.
4. Kedua, mampu menahan amarah. Marah merupakan sifat hewani penjaga hutan belantara yang sering kita sebut sebagai sifat kepala baru. Dengan puasa Ramadhan, sifat amarah tersebut dapat dikikis, dan kalau bisa bisa diasah sehingga menjadi batu permata yang dicintai banyak orang, batu yang banyak orang yang menyayanginya. Inilah hasil akhir yang dapat diperoleh dari proses ibadah puasa yang diharapkan.
5. Ketiga, bersifat pemaaf. Allah Swt adalah dzat yang maha pemurah lagi maha pemaaf. Dengan demikian, selain menjadi umat-Nya kita diharapkan umat yang suka memberikan maaf, kita menjadi umat yang suka memberikan maaf sebelum orang lain meminta maaf. Hasil akhir orang yang berpuasa diharapkan menjadikan pemaaf.
6. Keempat, bertobat, beristighfar, memohon ampun kepada Allah Swt. Kembali kepada inti proses menunaikan ibadah puasa Ramadhan adalah menahan diri, baik untuk tidak melakukan semua apa yang dilarang Allah, dan kemudian jika selama ini telah melakukan dosa dan kesalahan, baik secara sengaja atau pun tidak disengaja, langkah akhir sebagai dampak yang dihasilkan dari ibadah puasa Ramadhan adalah bertobat, beristighfar, dan senantiasa memohon ampun ke hadirat-Nya.
7. Kelima, berhenti dari berbuat keji dan mungkar. Ciri yang harus diperoleh seseorang dari menjalankan ibadah puasa Ramadhan adalah berhenti dari berbuat keji dan mungkar.
Depok, 7 Juli 2014.