Oleh Suparlan *)
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
(QS Al Alaq)
Wahyu yang turun di Mekkah ini merupakan wahyu pertama diturunkah Allah kepada umat-Nya. Selain wahyu ini menjelaskan tentang proses penciptaan manusia, surat ini dipahami sebagai perintah Allah kepada manusia agar mau belajar dan mengajar dengan menggunakan kalam. Pengertian ”bacalah” dalam surat ini diyakini sebagai perintah Allah kepada manusia untuk membaca dalam pengertian sempit, tetapi membaca dalam pengertian yang jauh lebih luas.
Dari perintah ”bacalah” dalam surat tersebut, kita dapat memetik beberapa makna penting sebagai berikut:
Pertama, perintah membaca memang hanya diberikan kepada mahluk manusia, anak cucu Adam. Hal ini terkait pengangkatan kemampuan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Allah SWT sejak awal memang telah memiliki rencana dan keputusan. Oleh karena itu, ketika malaikan mempertanyakan kepada Allah, maka Allah SWT meminta untuk menyebutkan nama-nama benda, dan ternyata malaikan menjawab ”Allah SWT lebih mengetahui daripada malaikat”. Bahkan ketika setan menyatakan penolakan terhadap keputusan Allah SWT untuk bersujud kepada Adam, maka Allah SWT telah melaknat setan sebagai penghuni neraka. Dalam hal ini, membaca merupakan kewajiban yang telah diberikan kepada manusia, agar manusia dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah fil ard..
Kedua, membaca dapat difahami dalam pengertian yang sempit, yakni sebagai bagian kecil dari kemampuan berbahasa. Sementara itu, membaca juga dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk memahami duni seisinya sesuai dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya. Jika buku adalah gudang ilmu, maka membaca adalah kuncinya. Dengan demikian, membaca merupakan kunci untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Mereka yang memiliki kemampuan membaca sama artinya dengan memiliki kemampuan dalam hal ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Duta baca Indonesia, Tantowi Yahya, menegaskan bahwa ”mereka yang tidak dapat membaca sangat dengan kebodohan, dan kebodohan itu sangat dekat dengan kemiskinan”.
Pada awal perkembangannya, Islam menjadi termashur di dunia, karena ilmu pengetahuan dan teknologinya. Dunia ilmu pengetahuan dan teknologi banyak yang dilahirkan oleh ilmuwan Islam. Sebagai contoh, Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi juga dikenal dengan nama Al-Khawarizmi (780 – 850) adalaj bapak ilmu aljabar. Al-Khawarizmi pakar dalam bidang matematika dan astronomi. Matematika dan astronomi menjadi ilmu dasar yang digunakan untuk ilmu-ilmu yang lain.
Ketiga, ada dua langkah utama yang harus dilakukan untuk menjadikan membaca sebagai budaya masyarakat. Untuk ini, kita harus meningkatkan kebiasaan membaca (reading habit), misalnya dengan memperkenalkan buku kepada anak-anak sejak dini, membelikan buku sebagai hadiah ulang tahun, dan sebagainya. Setelah itulah maka kita dapat meningkatkan kemampuan membaca kita. Jika kemampuan membaca kita telah mencapai lebih dari 100 kata per menit, maka kita telah memiliki kemampuan membaca cepat.
Perintah membaca dalam Al Quran tersebut seharusnya menjadi faktor penguat lahirnya masyarakat Islam yang melek ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat kita masih dalam kondisi yang sebaliknya. Taufik Ismail, seorang sastrawan Muslim terkemuka, justru telah mengungkapkan kenyataan bahwa masyarakat kita ternyata masih “buta membaca” dan “lumpuh menulis”.
Mudah-mudahan amal puasa pada hari ketujuh belas di Bulan Ramadan yang mulia ini dapat meningkatkan kesadaran tentang pentingnya daya upaya meningkatkan kebiasaan membaca dan sekaligus meningkatkan kemampuan membaca bagi umat, Amin, ya robbal alamin. Wallau alam bishawab.
*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.
Depok, 29 September 2007