ArtikelDunia IslamPendidikan

Mengunduh Lailatul Qadar Dengan Iktikaf

126 views
1 Komentar

Oleh: Suparlan *)

Saya menggunakan istilah mengunduh. Artinya, ibarat lailatul qadar itu buah yang dapat diambil. Diambil dengan apa? Salah satunya dengan iktikaf. Mungkin tentu dengan yang lain. Wallahu alam. Mesti harus diambil? Ya, ibarat makanan sudah ada di depan mulut, mesti masih harus dimasukkan mulut. Nah itu, kembali ke ilmu kauniah. Ibaratnya tidak akan jatuh dari langit. Manusia harus berusaha untuk mengunduhnya. Ya, lailatul qadar, malam seribu bulan harus kita upayakan dengan menunduhnya dengan iktikaf. Yang sudah iktikaf saja belum tentu dapat, karena semua itu adalah hidayah Allah Swt. Lagi pula, hanya Allah Swt. yang dapat memberikan hidayah. Wallahu alam. Hanya Allah Swt. Rasulullah pun tidak. Hanya perantara. Oleh karena itu memah harus dengan usaha sungguh-sungguh. Hasilnya hanya Allah Swt. yang Maha Kuasa untuk menganugerahkan lailatur qadar itu.
Saya mencoba merangkai tulisan sederhana ini untuk menjawab pertanyaan “mengapa kita harus melakukan iktikaf” di pertiga puasa Ramadan? Periode malam pertiga puasa Ramadan ini dikenal sebagai “itkum minannar” atau terbebas dari api neraka. Ya, semua itu sunatullah. Ada prosesnya. Allah Swt. memberikan petunjutk agar kita melakukan iktikaf, sebagai usaha yang sungguh-sungguh untuk dapat mengunduhnya. Insyaallah.
Terus terang, saya memang belum pernah melakukan iktifaf, kecuali pada saat prosesi naik haji dua tahun lalu. Ketika memperoleh permintaan untuk menyampaikan kultum di Masjid Al-Mujahidin, Taman Depok Permai, saya tertarik untuk mencoba melakukannya. Insyaallah, saya akan melakukannya pada bulan Puasa Ramadhan 1436 H ini. Saya malu besar kepada Saudara Satria Dharma, yang dalam laman pribadinya, www.satriadharma.com, beliau bercerita banyak tentang program safari Ramadan ke beberapa masjid. Baca tulisannya saja sudah jadi “ngiler” – istilah khas beliau, yang orang Surabaya. Sahabat yang suka menulis ini memang hebat. Beliau ibarat keranjingan menulis. Tidak ada waktu yang tidak digunakan untuk menulis. Setiap tahun harus menulis dan kemudian nyetak buku untuk dibagi-bagikan habis untuk tujuan meningkatkan budaya literasi. Salut!
Untuk mencoba memulainya melakukan intikaf, saya browsing tentang keutamaan dan hukum iktikaf, serta beberapa tulisan lainnya tentang lailatur qadar. Saya sering mendengar taushiah dan tulisan yang menjelaskan bahwa malam lailatul qadar itu bernilai sama dengan seribu bulan. Oh, alangkah banyaknya! Tentu saja sangat sulit untuk mencarinya. Dalam tulisan tentang keutamaan dan hukum iktikaf itulah saya memperoleh informasi bahwa iktikaf mempunyai lima belas keutamaan, yang kalau saya teliti lagi sebenarnya jauh lebih banyak lagi keutamaan yang dapat diperoleh seseorang yang berniat untuk mengunduh malam lailatul qadar tersebut. Seorang yang sedang mencari malam lailaul qadar dinamakan muktarif. Sudah barang tentu orang itu harus berniat dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan iktikaf yang diyakini hukumnya sunnah muakad, yakni sebagai sunnah yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Kelima belas keutamaan iktikaf itulah yang ikut memotivasi untuk memenuhi anjuran Rasulullah itu. Berikut ini adalah keutamaan dan faedah iktikaf:
Pertama, inilah yang paling utama, yakni dengan melakukan iktikaf, insyaallah kita akan dapat mengunduh malam Lailatul Qadar. Ibarat buah, malam lailatul Qadar merupakan buah yang dapat kita peroleh dalam ibadah puasa Ramadan. Turunnya Al-Quran turun pada Bulan Ramadan. Itulah sebabnya, iktikaf dilaksanakan pada hari-hari ganjil kesempuluh terakhir bulan Ramadan.

Kedua, dengan beriktikaf di masjid – bukan di tempat lain – , para muktakif insyaallah terjaga dari pengaruh negatif perbuatan maksiat. Inilah nilai tambah yang dianugerahkan Allah Swt kepada umatnya yang berpuasa pada Bulan Ramadan.

Ketiga, para muktakif insyaallah akan dijauhkan dari neraka jahanam sejauh tiga parit. Menurut Al-Kandahlawi jarak satu parit itu lebih jauh dari pada jarak antara langit dan bumi. Singkat kata tentu surgalah yang akan dituju.

Keempat, orang yang beri’tikaf sudah barang tentu akan dengan mudah mendirikan shalat fardhu secara kontinu dan berjamaah di dalam masjid. Kita semua memahami pahala shalat berjamaah.

Kelima, dengan melaksanakan iktikaf secara seorang muktarif dapat menjalankan shalat dengan khusyuk.

Keenam, dengan melaksanakan iktikaf Membantu orang melakukannya untuk menjalankan shalat atau beberapa amalan sunah.

Ketujuh, orang yang iktikaf akan selalu beruntung karena selalu mendapatkan shaf pertama shalat berjamaah.

Kedelapan, muktarif juga memperoleh pahala pada saat menunggu datangnya waktu shalat.

Kesembilan, kegiatan iktikaf membiasakan jiwa dan raga untuk senang berlama-lama di masjid, dan menggantungkan hati pada masjid.

Kesepuluh, kegiatan iktikaf memudahkan pelakunya untuk menjalankan shalat malam, terutama di sepertiga malam.

Kesebelas, keutamaan ini memang lebih bersifat psikologis, yakni untuk membiasakan hidup sederhana, zuhud, dan berlaku tak tamak terhadap dunia.

Keduabelas, secara langsung maupun tidak langsung, kegiatan iktikaf ikut menjaga shaum seseorang dari perbuatan-perbuatan dosa, walau kecil sekalipun.

Ketiga belas, amalan iktikaf berguna untuk mendidik jiwa agar terbiasa berlaku sabar dalam menjalankan amal saleh.

Kempat belas, amalan iktikaf dapat mencegah keinginan untuk melakukan kemaksiatan, serta mendidik berlaku sabar dalam menghadapi segala bentuk kemaksiatan.

Kelima belas, amalan iktikaf dapat digunakan sebagai sarana untuk introspeksi diri, mengetahui sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang ada.

Demikianlah kelima belas keutamaan iktikaf yang akan kita peroleh ketika melaksanakannya. Lima belas keutamaan tersebut sebenarnya hanya standar minimal. Dalam praktik, insyaallah kita akan lebih banyak lagi keutamaannya. Tulisan singkat ini hanya menjelaskan tentang konsep dan keutamaannya. Tulisan lanjutan tentang bagaimana cara melakukannya, silahkan pembaca dapat browsing di internet, dan silahkan kalua bisa menulisnya, dan sampaikan kepada pembaca yang lain, termasuk kepada saya penulis tulisan ini. Amin, ya robbal alamin.

*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com.

Depok, 8 Juli 2015.

Tags: Iktikaf, Lailatul Qadar

Related Articles

Tak ditemukan hasil apapun.

1 Komentar. Leave new

  • dadang adnan dahlan
    Kamis, 9 Jul 2015 02:09:06

    Tahun ini, insya Allah pengalaman tahun ketiga “belajar” iktikaf (beberapa malam pada sepuluh malam terakhir Ramadan) di tempat yang sama di Masjid Istiqamah Jln. Citarum Bandung. Bukan tanpa alasan saya melakukannya di sana, paling tidak oleh tiga hal. Pertama, fasilitas MCK sangat mendukung, jarang antre!. Kedua, materi pengayaan dari asatiz yang sangat sesuai dengan harapan saya “sunnah”. Ketiga, panitia sediakan hidangan takjil dan makan sahur yang baik dan bergizi. Satu hal lagi yang sangat “unik” bagi saya adalah bernostalgia — ketika usia remaja SMA – kuliah, rasanya banyak sahabat di sana, sama-sama berkumpul — Mengenang masa lalu, ternyata sangat menyenangkan, nikmat sekali. Semoga bisa berintrospeksi … apalagi kalau mengingat mereka yang telah mendahului kembali ke haribaan-Nya.
    Memang, sebagaimana hidayah dan rezeki, lailatul qadar pun perlu dijemput dan diusahakan, atau menutur istilah kekinian Pak Parlan “diunduh” . Rezeki, hidayah, dan lailatul qadar, sekali lagi, tidak akan datang begitu saja … harus diunduh! Barakallah ….

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts