ArtikelBudayaBukuDunia Islam

Satria Dharma dan Budaya Literasi

128 views
1 Komentar

Hanya Allah Swt. yang maha mengatur semua ini. Pada tanggal 5 Februari 2016 saya telah memperoleh hadiah dua buku buah pena Satria Dharma. Buku pertama berjudul Misteri di Balik Perintah Membaca 14 Abad yang Lalu. Buku kedua berjudul A Full Year of Literacy yang saya terima di rumah melalui pos, Buku pertama saya terima langsung dari penulisnya saat bertemu di depan lift Gedung E Lantai 5 Ditjen Dikdasmen. Buku ini ditandatangani langsung saat itu. Setiap tahun Satria Dharma memang berusaha menulis buku yang dikirimkan kepada penggemarnya. Buku ini memang beliau janjikan untuk dikirimkan ke alamat rumah. Alhamdulillah. Beliau baru saja keluar dari kantor Pak Hamid Muhammad, Dirjen Dikdasmen, tentu terkait dengan Gerakan Literasi Sekolah.

Orang bilang bahwa “book is the best gift.”  Luar biasa, orang yang mengamalkan ini! Menulisnya saja sudah menjadi amal akhirat. Apa lagi dengan sekalian memberikan buku itu sebagai hadiah. Saya teringat tiga amal yang akan senantiasa mengikuti perjalanan kehidupan kita ke akhirat untuk menghadap Allah. Pertama, amal jariyah, dua ilmu yang bermanfaat, dan tiga anak yang sholeh. Buku-buku yang dihadiahkan oleh Pak Satria Dharma tersebut mudah-mudahan dapat menjadi ilmu yang bermanfaat. Amin.

Dari dua judul buku tersebut, saya akan menukilkan dua butir yang sangat menarik bagi diri saya. Buku Misteri di Balik Perintah Membaca 14 Abad yang lalu setebal 313 halaman. Buku A Full Year or Literacy berisi 287, yang setiap halaman penuh rona dan warna kegiatan literasi yang telah diamalkan oleh Satria Dharma selama setahun penuh 2015. Lagi-lagi luar biasa.

Siapa yang membiayai kegiatan selama setahun itu? Bukan ini yang akan saya ceritakan dalam tulisan ini. Biar beliau sendiri yang akan menjelaskan. Sekali lagi, saya hanya akan menjelaskan tiga butir cerita dan kisah yang sangat menarik. Kalau nggak percaya coba ikuti saja tulisan singkat ini, Bro. Maaf saya menirukan gaya Satria Dharma kalau sedang bercerita. Baca tulisan singkat ini. Biar mak nyuuus. Lagi-lagi gaya beliau kalau bercerita, seperti makan dengan rawon dengkul di Surabaya, kampung halaman Satria Dharma, atau di Trenggalek (maaf, ini kampung halaman Suparlan, yang nyiapin tulisan ini). Dengan dua butir kisah berikut, saya ingin berbagi kepada pembaca melaluai tulisan singkat berikut ini.

Pertama, Telepon Kejutan dari Mendikbud.

Butir kisah ini dinukilkan pada halaman 151. Telepon ini luar biasa lho! Siapa yang menelpon? Orang pertama di Kemendikbud!! Siapa yang ditelpon? Satria Dharma. Mantan guru bahasa Inggris di sekolah di Kota Balikpapan. Mantan Ketua Dewan Pendidikan, Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) yang memiliki jaringan di 14 provinsi di Indonesia, dan juga memiliki 14 lembaga pendidikan, antara lain STIKOM Balikpapan, STIKOM Bali, dan STIKOM Bandung. Saya jarang membaca informasi yang luar biasa ini, mungkin beliau tidak mau menunjukkan.

Ceritanya, Satria Dharma memang tidak biasa mengangkat telepon tak dikenal langsung. Kalau saya yang telepon malah langsung diterimanya, insya Allah. Maklum, saya memang sudah lama kenal dengan Pak Satria Dharma ini. Tapi ketika ditelpon oleh Mendikbud, diterimalah terlepon tersebut.

“Hallo ….! Dengan siapa ini….?”

“Anies, Mas.”

“Anies….? Anies siapa…?”

“Anies Baswedan.”

Ups….!

Ternyata dari Mas Anies Baswedan….! Mas Menteri.

Cerita selanjutnya sudah barang tentu tentang Gerakan Literasi Sekolah (GLS).  Ceritanya tentang GIM (Gerakan Indonesia Mengajar), dan ceritanya tentang Permendiknas 21/2015 tentang Kewajiban Membaca 15 menit setiap hari hari sebelum pelajaran dimulai. Ceritanya tentu tentang Permendikbud Nomor 23/2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Ceritanya pasti tentang pendidikan di negeri tercinta Indonesia, yang bahasa nasionalnya termasuk tujuh lingua franca di dunia, yakni MISPARI (Mandarin, Inggris, Spanyol, Prancis, Arab, Rusia, dan Indonesia). Cerita tentang MISPARI telah saya tulis di laman pribadi saya www.suparlan.com. Cerita kejutan telepon dari Mas Menteri ini saya bayangkan sama dengan ketika saya memperoleh balasan e-mail saya dari Mas Menteri. Itulah sebutan yang sering saya gunakan untuk menedekat kepada Mendikbud. Ketika merespon tulisan saya tentang Sekolah Sebagai Taman yang menyenangkan bagi anak, beliau menjawab singkat sebagai berikut:

“Terima kasih Mas Parlan… akan saya simpan…

Itu saja balasan beliau. Tapi itu pun telah cukup berharga bagi saya. Mungkin saja yang balas juga bukan beliau sendiri. Tapi boleh jadi stafnya. Pastilah tidak seperti Telepon Kejutan dari Mendikbud yang diterima Pak Satria Dharma. Itulah kelebihan Pak Satria Dharma dibandingkan dengan diri saya. Alhamdulillah. Kita memang berbeda, dan perbedaan adalah sunatullah. Saya seriang menulis ini. We are not looking for a superman, but we are looking for a super team. Kita tidak ingin mencari orang super seperti Pak Satria Dharma, tapi kita ingin mencari Pak Satria Dharma yang dapat membangun tim yang super.

Kedua, Kisah Nabi Musa’

Inilah kisah kedua yang ingin saya tularkan kepada pembaca. Kisah ini dinukilkan pada halaman 249, hanya tertulis dalam 6 (enam) halaman saja.

Seperti diri saya, semua orang memang ingin sukses. Meski kita telah menganut filsafat orang Korea bahwa “orang sukses tidak santai, orang santai tidak sukses” namun sukses itu sangat tergantung pada dua hal. Pertama, usaha kita. Kedua, pastilah keputusan Allah Swt. Setelah berusaha sekuat tenaga, akhirnya kita harus menyerahkan kepada kehendak-Nya. Allahu Akbar.

Kisah Nabi Musa juga demikian. Singkat cerita, Nabi Musa diutus Allah Swt untuk mengajak Fir’aun agar kembali ke jalan Allah, dan bertakwa kepada Allah. Swt. Untuk melaksanakan tugas yang maha berat ini, Nabi Musa sudah dibekali dengan do’a yang sangat mustajab QS 20: 25-28):

“ Rabbisyrah lii shadrii wayassir lii amrii wahlul ‘uqdatan min lissanii yafqahuu qawlii.”

Artinya:

Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku, dan lepaskanlah kekuan dari lidahku, supari mereka mengerti perkataanku.”

Di samping do’a yang mustajab tersebut, Nabi Musa pun masih belum percaya diri. Oleh karena itu, Nabi Musa perlu dibantu oleh Nabi Harun yang dikenal sebagai Nabi yang memiliki kecerdasan interpersonal atau berkomunikasi dengan siapa pun juga. Nabi Harus ini memiliki METODE KHUSUS dalam melakukan dakwah, yakni metode QAULAN LAYYINAN, atau KATA-KATA YANG LEMBUT, bukanlah dengan kata-kata yang kasar. Sekali lagi, bukan dengan kata-kata kasar. Apalagi dengan membawa PENTUNGAN atau membawa GOLOK, atau malah melakukan BOM atau terorisme.

Terakhir kita harus yakin bahwa hidayah itu tidak datang dari kita, tetapi datang dari penerima hidayah. Kita hanyalah menjadi media belaka. Keputusan adalah di tangan Allah. Itu urusan Allah. Yang wajib kita lakukan adalah berusaha. That’s all. Amin, ya robbal alamin.

*) Laman pribadi: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com. Kritik dan masukan akan saya simpan dalam gucu emas, yang akan saya gunakan untuk penyempurnaan tulisan di masa mendatang. Amin.

Depok, 7 Februari 2016.

Tags: Anies Baswedan, Literasi, Satria Dharma

Related Articles

1 Komentar. Leave new

  • dadang adnan dahlan
    Senin, 8 Feb 2016 08:20:04

    MASA KECIL saya dihabiskan di pelosok kampung. Setelah pelajaran ‘ilmu tafshir’ di madrasah — biasanya berupa hafalan ayat-ayat pendek lengkap dengan terjemahnya — serta merta ketika tiba di rumah saya buka Alquran besar (maksudnya yang lengkap 30 juz) untuk mencari posisi ayat yang baru saja dihafalkan di madrasah. Betapa bahagianya ketika saya temukan letak ayat dalam Alquran (ayat, surah). Begitu pula ketika Pak Parlan menyebut Doa Nabi Musa, Penumbuhan Budi Pekerti, dan MISPARI — saya pun sumringah oleh karena “rabbishrahlii …” teringat ketika di madrasah, dan dua terakhir pernah saya tulis belum lama ini dalam bentuk puisi. Tentu saja puisi ini terinspirasi dari inovasi Mas Menteri — meminjam istilah Pak Parlan — yang saya baca melalui media. Beberapa puisi saya awalnya terinspirasi dari kinerja Mas Menteri.
    Saya pun pernah menulis dalam medsos, bahwa kesulitan guru mengimplemantasikan ide dan tulisan adalah kekurangan motivator. Akan tetapi, tampaknya hal ini tidak berlaku di Provinsi Kalimantan Barat — sebagai contoh — melalui figur Pak Satria Dharma. Demikian pula di Provinsi Bengkulu ‘telah mencair’ dengan kehadiran motivator Pak Herman Suryadi, yang telah berhasil menerbitkan beberapa judul buku berupa antologi puisi dan cerpen karya guru baik tingkat sekolah dasar, SMP, maupun SMA. Saya salut, rasanya ingin meniru cara beliau mengumpulkan naskah, kemudian menerbitkannya, meski saya belum lama ‘berteman’ melalui medsos.

    PENUMBUHAN BUDI PEKERTI
    Karya Dadang Adnan Dahlan

    Gito Rollies figur terekam memori
    Rocker superstar asal Kota Kembang
    Napza narkoba: disel terali besi
    Akhir hayat taubat: pendakwah kondang*

    Piagam penghargaan lusuh anugerah
    Tempuh kembali jalan lurus, benar
    Bangun Sugito kecil: semasa sekolah
    Teladan, budi luhur, terpelajar

    (Kini: PBP)
    Program Penumbuhan Budi Pekerti
    Mulai pengajaran, pembiasaan
    Pendisiplinan perilaku terpuji
    Kebudayaan masyarakat pun elegan

    Jatinangor, 22 Juli 2015/17 Januari 2016 (rev)

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts