Oleh Suparlan *)
Apabila tiba bulan Ramadhan dibukalah pintu-pintu surga, dan ditutuplah pintu-pintu neraka, serta syetan-syetan dibelenggu
(HR Abi Hurairah)Setiap amal anak Adam adalah untuk anak Adam itu sendiri, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu bagi-Ku, dan Aku membalasi puasa itu
(HR Bukhary)
Usai membaca amin dalam shalat subuh di hari pertama puasa Ramadhan tahun ini, sebagian besar anak-anak masih berperilaku seperti yang dulu. Mereka segera bertebaran keluar dari Masjid Al Mujahiddin, Taman Depok Permai, ketika orang-orang dewasa dan orang-orang tua masih menghitung tasbih atau memanjatkan segala puja dan puji ke hadirat Illahi Robbi.
Anak-anak segera bertebaran keluar masjid untuk bergabung dengan teman-teman yang lainnya. Dua tiga kali mercon pun berbunyi. Di antara mereka kelihatannya ada yang telah menyiapkan mercon untuk dibakar bersama-sama. Horeee. Horeeee. Begitulah suasana ceria yang telah berhasil dibangun dengan beberapa butir mercon.
Ahhhh. Mereka tidak memahami bahwa sebenarnya mereka telah membakar uang, meski uang itu tak seberapa besar nilainya. Mereka tidak banyak peduli bahwa sesungguhnya uang itu telah dicari oleh orang tuanya dengan susah payah. Bahkan tidak jarang orang tua harus bekerja dengan membanting tulang dan memeras keringat.
Memang, bagi sebagaian orang, ledakan mercon menjadi alat untuk menimbulkan rasa senang dan gembira. Ledakan mercon ditunggu oleh banyak anak-anak. Dan tertawalah mereka dengan riangnya seiring dengan ledakan mercon itu. Ketika ada beberapa anak-anak yang terkejut karena ledakan mercon itu, yang anak-anak yang lain pun bersorak kegirangan. Untuk itulah maka mercon sengaja diadakan untuk merayakan satu acara tertentu untuk menimbulkan kemeriahan dan kesenangan banyak orang. Pesta kembang api atau firework sering diadakan di negara Barat dalam acara ulang tahun kemerdekaan suatu negara atau negara bagian. Semua orang dipaksa untuk memandang langit untuk menyaksikan ledakan kembang api yang meledak dengan berbagai warna yang indah, berbagai macam ledakan yang beraneka ragam. Ledakan kembang api di angkasa ibarat bunga mekar dengan warna penuh rona. Bersoraklah banyak orang, berdecak-decaklah mulutnya penuh dengan kekaguman akan keindahan pesta kembang api itu. Memang, mercon dan pesta kembang api telah menjadi budaya untuk menimbulkan kegembiraan dalam masyarakat. Budaya ini telah merasuki masyarakat Muslim di dunia, misalnya ketika seluruh warga masyarakat menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan dengan rasa gembira. Bolehkah budaya seperti ini diadopsi? Tidak ada satu larangan, tidak ada pula pantangan. Tetapi etiskah ketika banyak warga masyarakat — yang kebanyakan juga Muslin — masih harus mencari sesuap nasi untuk makan di hari esok. Ketika mereka masih harus mengais-ngais di tempat sampah, mengamen, meminta-minta di perempatan jalan, yang lalu melalaikan ibadah puasanya sendiri? Etiskah memeriahkan kedatangan puasa dengan membakar mercon atau dengan pesta kembang api seperti itu? Kegembiraan sesaat seperti itu hanya untuk manfaat sesaat. Sedang kegembiraan yang lebih besar, yakni ketika kita harus beribadah dengan khusuk, melatih hati untuk menjadi lebih bersih dari dosa-dosa, melatih kasih dengan sesama, mengendalikan nafsu angkara murka, ternyata kurang mendapatkan perhatian kita semua dalam bulan penuh berkah ini. Bukankah uang untuk membeli mercon akan lebih baik disimpan untuk masa depan?
Mercon harus dipandang dari kaca mata yang seimbang, antara manfaat dan mudaratnya. Tidak boleh kita memandangnya berlebihan dari sudut pandang manfaatnya saja. Tidak. Kita harus melihat sudut mudaratnya juga. Bahkan, dalam suasana ekonomi yang susah seperti sekarang ini, ketika harga telah melambung tinggi, ketika minyak tanah hilang di pasaran, maka sudut pandang mudarat ini seyogyanya harus lebih dikedepankan. Anak-anak harus dilatih hidup prihatin. Anak-anak kita harus kita latih hidup hemat. Karena sesungguhnya perilaku hidup boros adalah sahabatnya setan. Anak-anak kita harus dididik menghargai kedatangan bulan suci Ramadhan, bukan dengan banyak-banyakan membakar mercon, tetapi dengan cara lebih khusuk lagi menjalankan ibadah, menahan hawa nafwu. Ramadhan adalah bulan penuh rahmat, penuh ampunan. Ramadhan adalah bulan pelatihan untuk meningkatkan amal kebajikan, bukan berhura-hura dengan membakar mercon. Tahukah kita, siapakah sesungguhnya yang untung dari perilaku membakar mercon? Sama sekali bukan umat. Marilah kita pikirkan masak-masak mengenai yang satu ini.
Mercon memang menyenangkan. Mercon memang menggembirakan banyak orang. Tetapi tidak ingatkah kita ketika rumah meledak akibat ulah membuat mercon? Tidak ingatkah kita ketika ada tangan-tangan mungil yang putus akibat mercon meledak keras di tangan, karena terlambat melepaskannya. Belum lagi kalau nanti ada ledakan mercon yang teramat keras dengan mudah menimbulkan prasangka dari aparat keamanan sebagai ledakan bom dari teroris. Padahal, Islam sama sekali bukan agama kaum teroris. Islam adalah agama rahmatan lil alamin. Seyogyanya kita tidak boleh melakukan kegiatan semacam teroris kepada teroris yang sebenarnya (the real terorist). Kebaikan dibalas kebaikan itu biasa. Sama halnya, kejelekan dibalas dengan kejelekan. Tetapi kebaikan dibalas dengan kejelekan itu adalah perbuatan durhaka. Sebaliknya kejelekan dibalas dengan kebaikan adalah perbuatan mulia. Kita berharap menjadi manusia yang mulia. Manusia yang mulia adalah manusia yang bisa memuliakan orang lain. Bukan dengan menggembirakan sesama umat hanya dengan ledakan mercon, tetapi menggembirakan sesama umat dengan akhlak dan amal mulia.
Mudah-mudahan puasa hari pertama kita ini diterima sebagai amal mulia kita. Amin, ya robbal alamin.
*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.
Depok, 13 September 2007