Ilmu itu dapat dikatakan baik apabila dapat diamalkan dan berguna bagi kesejahteraan masyarakat (John Dewey)
Tuhan menciptakan otak yang begitu hebat dalam tempo enam bulan pertama, ia mampu menampung informasi dengan kecepatan yang mengagumkan (Glenn Domanm, pengarang buku Teach Your Baby to Read)
Pekerjaan terpenting yang pernah saya lakukan adalah mengajar (Imam Al-Ghazali)
Buku pertama saya yang terbit pada tahun 2004 adalah mengenai kecerdasan ganda (multiple intelligence). Penulis sangat tertarik untuk menulis buku itu karena dirangsang oleh satu frase kalimat dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Frase “mencerdaskan kehidupan bangsa” itu merupakan satu dari empat tujuan negara yang akan didirikan, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengapa para pendiri republik ini menyebutkan frase kalimat itu, sekali lagi, “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Sementara itu, dalam kehidupan kita sehari-hari, istilah cerdas hanyalah sebagai sinonim dari “cerdik, pandai, pintar” (Kamus Dewan, 1977: 232), yang lebih memaknai cerdas dari aspek intelektual semata-mata. Padahal ternyata cerdas mempunyai aspek yang jauh lebih luas, yang akan dijelaskan dalam tulisan singkat ini. Yang jelas, cerdas tidak bisa disamakan hanya dengan kata cerdik, pandai, atau pintar. Menyekolahkan anak bukan hanya agar anak itu cerdik, pandai, atau pintar. Agar anak kita cerdas, dalam pengertian yang komprehensif. Departemen Pendidikan Nasional pernah merumuskan tujuan pendidikan nasional sebagai “membangun manusia Indonesia yang cerdas secara komprehensif”. Dalam Bahasa Malaysia, yang bersumber dari Bahasa Melayu, memberikan padanan kata cerdas dengan “bestari”. Itulah sebabnya, ketika Malaysia ingin membangun sekolah unggulan, tokoh pendidikan Malaysia memberikan nama sekolah itu sebagai “Sekolah Bestari” yang dipadankan dengan “Smart School“, yakni sekolah yang seluruh proses belajar mengajar menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (komputer). Sekolah Bestari atau Smart School merupakan salah satu flagship dari Wawasan 2020, gagasan Datuk Sri Mahathir Muhammad, yang sampai saat ini masih terus diusahakan untuk dievaluasi hasilnya sampai dengan tahun 2020. Jika cerdas mengandung makna untuk semua tipe kecerdasan majemuk, di Malaysia juga dikenal istilah “cergas” yang mengandung makna cerdas dari aspek bodily kinesthetics atau kecerdasan fisikalnya.
Sekali lagi, frase kalimat dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang telah menggelitik saya untuk menulis buku tentang kecerdasan ganda. Itulah sebabnya maka buku itu saya beri tajuk “Mencerdaskan Kehudupan Bangsa: Dari Konsepi Sampai Dengan Implementasi”, yang diterbitkan Penerbit Hikayat di Yogyakarta. Setelah membaca buku karya Howard Gardner tentang Multiple Intelligence tersebut, saya mengakui kehebatan para pendiri republik kita, dengan konsepnya “mencerdaskan kehidupan bangsa”, yang secara fomal lahir bersamaan dengan penetapan Undang-Undang Dasar 1945. Sementara konsep “kecerdasan ganda” yang lahir dalam karya Howard Gardner dalam tulisan “Frame of Mind: the Theory of Multiple Intelligences” pada tahun 1983. Dengan demikian, konsep “mencerdaskan kehidupan bangsa” telah lahir 38 tahun jauh sebelum konsep “kecerdasan ganda” Howard Gardner. Oleh karena itu, kita wajib bersyukur karena negeri ini telah memiliki konsep modern tentang kemampuan manusia Indonesia yang akan dibangun melalui pendidikan. Hanya sayang, konsep “mencerdaskan kehidupan bangsa” tersebut tinggal sebagai konsep yang belum dijabarkan secara operasional ke dalam tujuan pendidikan nasional. Penjabaran dari konsep “mencerdaskan kehidupan bangsa” itulah sebenarnya yang harus dijadikan indikator keberhasilan pembangunan pendidikan, termasuk indikator pencapaian tujuan pendidikan nasional, di samping secara eksternal dapat saja menggunakan indikator yang dikembangkan oleh tes-tes internasional, baik melalui TIMMS (Trends in International Mathematics and Science Study) dan PISA (Program for International Student Assessment).
Tulisan singkat ini sengaja saya rangkum secara singkat dari buku itu, untuk menjelaskan kembali beberapa aspek penting mengenai kecerdasan ganda (multiple intelligence).
Howard Gardner, Daniel Goleman, dan Bobbi de Porter
Howard Gardner adalah seorang dosen psikologi dari Harvard School of Education. Daniel Goleman adalah seorang doktor dalam bidang psikologi dari Harvard University. Kedua-duanya merupakan dua sejoli yang telah banyak mempublikasikan tulisannya tentang kecerdasan emosional (emotional intelligence) pada khususnya, dan pada umumnya tentang kecerdasan ganda atau kecerdasan majemuk (multiple intelligence). Menurut kedua pakar kecerdasan ganda ini, keberhasilan manusia tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektualnya saja, tetapi juga ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya. Jika keduanya menyebutkan tujuh tipe kecerdasan ganda, maka Bobby de Porter (1999: 96 – 98) dalam bukunya “Quantum Teaching” telah memformulasikan tujuh tipe kecerdasan ganda tersebut menjadi delapan kecerdasan ganda.
Makna dan Tipe Kecerdasan Ganda
Pada hakikatnya, kecerdasan ganda tidak lain adalah kemampuan dasar yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada manusia. Dahulu kita berkeyakinan bahwa kemampuan dasar manusia yang paling menentan dalam kehidupan manusia adalah dalam aspek intelektualnya. Dewasa ini dalam kecerdasan ganda, kemampuan dasar manusia itu tidak hanya dalam aspek intelektual, tetapi juga bebeapa aspek yang lain, terutama aspek emosionalnya.
Howard Gardner dan Daniel Goleman menyebutkan tujuh tipe kecerdasan ganda, bahkan dikaitkan dengan kemampuan, dan kemungkinan karier yang dimiliki manusia, yang dapat dijelaskan dalam tabel berikut:
Tipe Kecerdasan |
Kemampuan |
Kemungkinan Karier |
Kecerdasan visual |
|
|
Kecerdasan linguistik |
|
|
Kecerdasan matematis |
|
|
Kecerdasan kinestetik (gerakan tubuh) |
|
|
Kecerdasan musikal |
|
|
Kecerdasan interpersonal |
|
|
Kecerdasan intrapersonal |
|
|
Sementara itu, Bobbi de Porter telah memformulasikan tujuh tipe kecerdasan ganda menurut Howard Gardner dan Daniel Goleman tersebut menjadi delapan tipe kecerdasan ganda dengan membuat akronim SLIM n BILL dalam tabel sebagai berikut:
Akronim |
Tipe Kecerdasan | Kecenderungan Sifat |
S |
Kecerdasan Spasial-visual | Menggambar, membuat sketsa, mencoret-coret, visualisasi, menggambar grafik, desain, tabel, seni, video, film |
L |
Kecerdasan Linguistik | Berbicara, menulis, bercerita, mendengarkan, membaca buku, kaset, dialog, diskusi, puisi, lirik, mengeja, bahasa asing, surat, pidato, makalah, esai. |
I |
Kecerdasan Interpersonal | Memimpin, mengorganisasi, berinteraksi, berbagi, menyayangi, berbicara, sosialisasi, menjadi pendamai, permainan kelompok, klub. |
M |
Kecerdasan Musikal | Menyanyi, bersenandung, mengetuk-ngetuk, irama, melodi, kecepatan, warna nada, menggunakan alat musik. |
N |
Kecerdasan Naturalis | Jalan-jalan di alam terbuka, berinteraksi dengan binatang, menatap binatang, meramal cuaca, simulasi penemuan |
B |
Kecerdasan Badan-Kinestetik | Menari, olahraga, menyentuh, drama, indra peraba. |
I |
Kecerdasan Intrapersonal | Berfikir, meditasi, merenung, membuat jurnal, introspeksi |
L |
Kecerdasan Logis-Matematis | Bereksperimen, bertanya, menghitung, logika, fakta, teka-teki, skenario. |
Konsep “kecerdasan ganda” tersebut dapat saja dikembangkan menjadi tiga taksonomi tujuan pendidikan menurut Benjamin S. Bloom, yakni 1) kognitif, 2) afektif, dan 3) psikomotor, yang dalam Kurikulum 2013 dikenal dengan tiga ranah tujuan pendidikan, yakni 1) ranah sikap, 2) ranah pengetahuan, dan 3) ranah keterampilan.
Refleksi
Demikianlah sekilas lintas yang perlu kita ketahui tentang kecerdasan ganda, terutama tentang tujuh atau delapan tipe kecerdasan ganda, baik menurut Howard Gardner dan Daniel Goleman, maupun menurt Bobbi Porter. Kecerdasan bukan hanya melulu tentang aspek intelektual, tetapi juga tentang aspek-aspek yang lain, terutama tujuh atau delapan tipe kecerdasan ganda.
Ada satu kesimpulan yang sangat berharga bagi dunia pendidikan dari teori kecerdasan ganda ini, sebagaimana dikemukakan oleh Daniel Goleman bahwa “satu-satunya sumbangan paling penting untuk perkembangan anak adalah membantu anak untuk dapat menemukan bidang yang paling cocok dengan kemampuan dasar (kecerdasannya)”. Tipe kecerdasan manakah yang paling sesuai dengan kemapuan dan kemauan sang anak.
Kesimpulan singkat yang dapat kita petik dari uraian tersebut antara lain sebagai berikut:
Pertama, konsep “mencerdaskan kehidupan bangsa” yang digagas oleh para pendiri NKRI telah lahir mendahului kelahiran konsep “kecerdasan majemuk” karya Howard Gardner dkk;
Kedua, konsep “mencerdaskan kehidupan bangsa” dan konsep “kecerdasan majemuk” dapat saja dikaitkan dengan tiga ranah tujuan pendidikan menurut Benjamin S. Bloom, yakni 1) kognitif, 2) afektif, dan 3) psikomotor.
Ketiga, konsep “mencerdaskan kehidupan bangsa” harus dijabarkan menjadi tujuan pendidikan yang lebih operasional, yang dikembangkan menjadi indikator pencapaian tujuan pendidikan nasional.
*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.
Depok, Agustus 2012.
2 Komentar. Leave new
Pak Hisham, kalau sedang main ke Jakarta, main ke rumah. Apa khabar anak-anak? Salam.
terima kasih saya mendapat ringkasan komplit tentang kegandaan kecerdasan manusia. barakallah….