Oleh Suparlan *)
Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasah [Pasal 56 (1)]
Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/Kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis [Pasal 56 (2)].
Deru menggebu semangat untuk melahirkan atau membentuk dewan pendidikan nasional sudah tidak seperti dahulu ketika tahap sosialisasi. Banyak orang ketika itu berharap besar agar dewan pendidikan nasional segera lahir dan ikut berperan serta dalam mengawal pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di tanah air. Minimal harapan itu dikemukakan ketika diadakan lokakarya dewan pendidikan provinsi dan kabupaten/kota dari seluruh Indonesia. Sudah pupuskah harapan itu kini?
Belum. Sampai saat ini dewan pendidikan provinsi dan kabupaten/kota masih saja selalu menanyakan tentang kapan dewan pendidikan nasional dibentuk. Ya. Harapan itu selalu dikemukakan, dengan keinginan besar agar keberadaan dewan pendidikan di tingkat nasional dapat menjadi “rekan senasif-seperjuangan” bagi dewan pendidikan kabupaten/kota yang sudah sejak tahun 2002 berdiri. Bahkan, 19 dewan pendidikan provinsi juga sudah terbentuk mengikuti jejak dan langkah dewan pendidikan kabupaten/kota.
Dasar hukum dan landasan operasional
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memang menjadi dasar hukum yang cukup kuat untuk membentuk dewan pendidikan nasional. Pasal 56 (2) menyebutkan sebagai berikut:
“Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/Kota yang tidak mempunyai hubungan hirarkis [Pasal 56 (2)].
Amanat UU tersebut oleh Depdiknas telah ditindaklanjuti dengan komitmen yang telah tertuang dalam Renstra Depdiknas 2005 -2009, yang menyebutkan salah satu key development milestone bahwa “dewan pendidikan nasional terbentuk tahun 2009”. Lalu, kurang apa lagi kalau sudah begini? Ya. Kurang program dan kegiatannya. Untuk ini, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah kemudian telah menyusun rencana dan program, sebagaimana telah tertuang dalam “Kegiatan Pembinaan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah”. Dalam tahun anggaran 2009, salah satu kegiatannya adalah “lokakarya nasional dalam rangka pembentukan dewan pendidikan nasional”. Nah, mudah-mudahan kegiatan ini benar-benar akan menjadi mementum sejarah proses pembentukan dewan pendidikan nasional yang memang sudah lama kita nanti-nantikan.
Masalah yang mengganjal
Ya. Tidak ada hidup tanpa masalah. Demikian juga dengan dewan pendidikan. Salah satu masalah yang mengganjal proses pembentukan dewan pendidikan nasional adalah belum terbitnya PP tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. PP-nya sudah lama dirancang. RPP terakhir yang penulis ketahui adalah RPP “versi edit” bersih tanggal 22 April 2008. Entah apalah dan mengapa RPP itu sampai saat ini belum juga ditandatangani oleh Presiden.
Apakah uji publiknya yang mengalami kendala? Uji publik menjadi tahapan yang harus dilakukan untuk dapat memastikan substansi RPP telah sesuai dengan amanat rakyat. Ataukah ada masalah yang lain dan lain lagi di tingkat sistem maskro? Yang jelas, untuk keterlambatan penerbitan RPP ini, kinerja Departemen Pendidikan Nasional akan menjadi taruhannya. Mengapa? Karena, pasal 75 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menyebutkan “Semua peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-undang ini harus diselesaikan paling lambat dua tahun terhitung sejak berlakunya Undang-undang ini”.
Better late than never
Dengan demikian, pemenuhan amanat UU tersebut sudah terlambat paling tidak tiga tahunan. Tetapi, bukankah lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali? Berdasarkan argumen ini, maka akan lebih baik jika proses pembentukan dewan pendidikan nasional dapat dilanjutkan, sambil secara simultan terus berusaha melakukan percepatan penerbitan PP tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan. Perlu diketahui bahwa di dalam PP tersebut terdapat pasal dan ayat yang mengatur secara lebih operasional tentang dewan pendidikan dan komite sekolah, termasuk di dalamnya tentang peran serta masyarakat dan pendidikan berbasis masyarakat (community-based education).
Lokakarya Nasional
Kalau tidak ada aral yang melintang, Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah akan segera melaksanakan hajat lokakarya nasional dalam rangka pembentukan dewan pendidikan nasional pada awal tahun anggaran 2009 ini. Hajat besar ini diharapkan setidaknya akan menghasilan dua keluaran (output), yaitu: (1) panitia pembentukan dewan pendidikan nasional, (2) tim pemercapatan penerbitan PP tenang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Seperti dalam proses dan mekanisme pembentukan dewan pendidikan kabupaten/kota dan komite sekolah yang diatur dalam Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang dewan pendidikan dan komite sekolah, pemerintah tidak boleh secara langsung membentuk dewan pendidikan. Pemerintah hanya boleh memberikan fasilitasi proses pembentukan dewan pendidikan. Oleh karena itu, lokakarya itu hanya sampai kepada hasil membentuk panitia pembentukan. Panitia inilah yang akan melakukan proses dan mekanisme pembentukan dewan pendidikan nasional untuk selanjutnya disampaikan kepada Mendiknas untuk dikukuhkan. Tentu saja, panitia pembentukan dewan pendidikan nasional harus mencerminkan semua pemangku kepentingan pendidikan di tingkat nasioal, termasuk dunia usaha yang seharusnya memiliki kontribusi yang tinggi terhadap dunia pendidikan.
Simultan dengan pelaksanaan proses pembentukan dewan pendidikan nasional oleh panitia pembentukan dewan pendidikan nasional tersebut, tim pemercepat penerbitan PP tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan juga harus segera melakukan aksinya. Pembahasan kembali RPP versi mutakhir harus dapat segera dilakukan. Setelah itu, proses konsultasi dan koordinasi dengan semua pihak pengambil kebijakan tentang PP tersebut juga harus dilakukan. Tujuannya tidak lain agar RPP tersebut dapat segera diterbitkan, kalau memungkinkan dapat mengawali proses pembentukan dewan pendidikan nasional. Atau paling tidak dapat bersama-sama berhasil diselesaikan dengan tuntas.
Akhir kata
Ibarat berlari maraton, proses awal ini masih dalam tahap persiapan menuju gelanggang perlombaan lari maraton. Belum lagi kita pasang kuda-kuda start siap berlari. Juga belum dalam kondisi yang terengah-engah berada dalam gelanggang pertandingan itu. Apalagi mencapai garis finish. Kita berada dalam posisi sebelum start. Mari kita laksanakan hajat besar Direktorat Jenderal Mandikdasmen untuk membentuk dewan pendidikan nasional ini. Marilah kita tetap menjaga semangat yang menggelora, seperti ketika dewan pendidikan masih dalam proses sosialisasi. Marilah kita songsong pembentukan dewan pendidikan nasional dengan tetap berpegang pada nilai-nilai falsafah Ki Hajar Dewantara “ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani”. Amin.
*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.
Depok, 16 Januari 2009
1 Komentar. Leave new
Alhamdulillah, akhirnya Panitia Pemilihan Anggota Dewan Pendidikan Nasional telah ditandatangani oleh Mendikbud pada tanggal 14 Agustus 2014. Ini merupakan starting point kegiatan Panitia Pemilihan Anggota Dewan Pendidikan Nasional untuk melakukan langkah-langkah pembentukan Dewan Pendidikan Nasional. Mudah-mudahan, ketua Panitia Pemilihan Anggota Dewan Pendidikan, yang dalam hal ini adalah Sekretaris Jenderal Pendidikan, dan anggotanya beberapa pejabat eselon I, dan tiga orang wakil dari Dewan Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Amin. Salam.