ArtikelPendidikan

Laporan Kegiatan Fasilitasi Pelatihan Whole School Development Putaran III

159 views
Tidak ada komentar

Oleh Suparlan *)

No teacher, no education; no education, no social-economics development
(Ho Chi Mien, Bapak Pendidikan Bangsa Vietnam)

Education is not a preparation of life, but it’s life itself
(John Dewey)

Who don’t make a plan, make a fail
(Anoname)

1. Pengantar

Kegiatan fasilitasi Pelatihan WSD Putaran III DC 21 di Kendari ini, bagi pelapor, merupakan kelanjutan dari kegiatan untuk “mendampingi” Bapak Sekretaris Ditjen Mandikdasmen, Bapak Bambang Indriyanto, dalam acara pembukaan kegiatan Konsultasi Nasional AIBEP di Bali pada malam hari tanggal 10 Maret 2010. Pada pagi hari tanggal 11 Maret 2010, ketika beliau kembali ke Jakarta, saat itulah saya bersama beliau berangkat ke Bandara Ngurah Rai untuk melanjutkan perjalanan ke Kendari via Makassar.

Kegiatan Pelatihan Kelompok Kerja Pengembangan Sekolah Terpadu (WSD) Putaran III DC 21 di Kendari dilaksanakan di Hotel Imperial mulai tanggal 11 – 14 Maret 2010, dan saya mengikuti kegiatan ini pada tanggal 11 – 13 Maret 2010. Pelatihan dibuka malam hari, dan sesi selanjutnya dilaksanakan pada tanggal 12 Maret 2010.

Ibu Rumiyati, S. Pd memulai sesi pelatihan dengan menyampaikan tata tertib pelatihan, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh peserta. Tidak lupa mengajak peserta meneriakkan yel-yel AIBEP dan yel-yel khas Kendari, yaitu: Pendidikan =  YES, Gratis = tunggu dulu.

2. Review Penyusunan KTSP

Peserta dibagi menjadi 5 (lima) kelompok berdasarkan klasifikasi peserta: (1) pengawas sekolah, (2) kepala sekolah, (3) guru, (4) komite sekolah, dan (5) orangtua siswa. Diskusi kelompok ini membahas beberapa pertanyaan penting sekitar proses penyusunan KTSP sebagai berikut: (1) bagaimana prosesnya, (2) adakah kendala dan masalah yang dihadapi, (3) apa solusinya, (4) pengalaman penting dalam proses penyusunan KTSP itu, dan (5) langkah-langkah selanjutnya.

Proses diskusi dan presentasi hasil diskusi berlanjut semarak. Dengan teknik “lempar bola” Ibu Rumiyati dapat mengendalikan proses diskusi dengan lancar. Beberapa hal yang disampaikan peserta dalam presentasi antara lain sebagai berikut:

  1. Proses penyusunan KTSP telah dilaksanakan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, sesuai dengan perannya masing-masing.
  2. Peserta dari unsur komite sekolah menyampaikan pendapatnya bahwa urutan  peran itu adalah (1) kepala sekolah, (2) guru, (3) pengawas sekolah, (4) komite sekolah, dan (5) orangtua murid.
  3. Hasil penyusunan KTSP dirasakan memang belum maksimal, karena antara lain pemahaman tentang KTSP juga dirasakan belum maksimal.
  4. Ada beberapa masalah yang disampaikan oleh peserta, antara lain: (1) SDM yang sangat sedikit, ada sekolah dengan satu PNS kepala sekolah, dan dua guru honor, (2) anggaran yang sangat terbatas untuk melaksanakan proses penyusunan KTSP, (3) teknik “copy paste” dirasakan dapat mengurangi proses kreatif para pemangku kepentingan.

Pada akhir sesi ini saya diberikan kesempatan untuk memberikan penguatan, antara lain sebagai berikut:

  1. Benar, bahwa yang menjadi “vocal point” dalam kegiatan penyusunan KTSP adalah kepala sekolah. Tetapi, bukan berarti bahwa proses itu hanya dibebankan kepada kepala sekolah, tetapi menjadi tanggung jawab bersama semua pemangku kepentingan.
  2. Proses penyusunan KTSP memang tidak akan selesai dalam satu kali pertemuan. Pertama kali disusun draftnya, lalu dibahas dalam beberapa kali pertemuan.
  3. KTSP yang telah dihasilkan pada saat ini adalah hasil karya bersama sampai saat ini, dan selanjutnya akan disemupurnakan lagi.
  4. Beberapa masalah yang dihadapi pada saat proses penyusunan KTSP merupakan pengalaman berharga bagi semua pemangku kepentingan.
  5. Seperti dijelaskan oleh Ibu Rumiyati, penyusunan KTSP dapat melalui melalui proses: (1) adopsi, dengan cara memperoleh contoh atau bahan dari sekolah lain yang sudah maju, (2) adaptasi, proses penyesuaian dengan kondisi dan kebutuhan sekolah, (3) verifikasi, proses penelaahan dari pelbagai pihak terkait, dan (4) validasi, proses pengesahan KTSP.

3. Review Dokumen I KTSP

Sesi ini disampaikan Bapak Baso, S.Pd. Dalam sesi ini, pembagian kelompok kembali ke kelompok satuan pendidikan atau sekolah masing-masing. Setiap kelompok diberikan instrumen lembara telaahan yang menyanyakan tentang beberapa hal tentang Dokumen I, mulai dari visi, sampai dengan kalender sekolah. Masing-masing sekolah menelaah secara mandiri Dokumen I KTSP yang telah dihasilkan oleh sekolahnya sendiri. Proses diskusi dan presentasi berjalan lancar.

Beberapa hal yang disampaikan dalam presentasi kelompok antara lain adalah:

  1. Kurang pemahaman tentang penentuan KKM.
  2. Lambatnya penerbitan kalender sekolah oleh Dinas Pendidikan.

Pada akhir kegiatan ini, saya dimintai untuk menyampaikan penguatan sebagai berikut:

  1. Seperti telah disampaikan oleh Ibu Rimiyati, S.Pd, proses sosialisasi seperti sekarang ini dapat menjadi wahana untuk meningkatkan pemahaman tentang banyak aspek tentang proses penyusunan KTSP.
  2. Sesuai dengan konsep MBS, penyusunan kalender sekolah justru harus disusun sendiri oleh sekolah, dan tidak harus menunggu kalender yang diterbitkan oleh Dinas Pendidikan. Tentu saja dengan memperhatikan kalender sekolah yang dibuat oleh Dinas Pendidikan.

4. Review Dokumen II KTSP

Sesi ini kembali dipandu oleh Ibu Rumiyati, S. Pd. Masing-masing kelompok sekolah menelaah Dokumen II milik sekolah lain dengan menggunakan instrumen yang telah dibagikan, mulai dari menelaah silabus, protap, prosem, sampai dengan RPP semua mata pelajaran.

Presentasi hasil diskusi disampaikan oleh sekolah berdasarkan kesiapannya dalam mengisi instrumen telaahan. Proses diskusi dan presentasi berlangsung lancar. Kembali beberapa peserta menyampaikan beberapa permasalahan dalam proses penyusunan Dokumen II KTSP, antara lain tentang:

  1. Beberapa dokumen RPP belum lengkap untuk semua mata pelajaran.
  2. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh masalah kekurangan guru di sekolah yang akan menyusun menyusun RPP untuk Dokumen II ini.

5. Peran, Fungsi, dan Tujuan Komite Sekolah

Sesi ini disampaikan oleh Bapak Laode Gurumpi, S. Pd, yang memperkenalkan dirinya orang Muna dan membangun mahligai rumah tangga dengan seorang istri dari Yogyakarta. Beliau menyampaikan materi dengan metode: (1) sosiodrama tentang masalah komite kekolah, (2) puzzle tentang tujuan, peran, dan fungsi komite sekolah, dan (3) diskusi tentang masalah-masalah dan kendala tentang pelaksanaan peran dan fungsi komite sekolah.

Dalam sesi ini terdapat kesempatan yang baik sekali untuk menyampaikan materi penting yang terdapat dalam PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, yang termasuk di dalamnya adalah tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Dalam acara ini saya menyampaikan beberapa hal sebagai berikut:

  1. PP Nomor 17 Tahun 2010 ini adalah PP yang sudah lama kita nanti-nantikan. Konsep RPP ini telah difinalkan di Depdiknas pada sekitar Bulan April 2008.
  2. PP ini menjelaskan dan mengatur tentang banyak aspek: (1) mulai dari pendidikan anak usia dini sampai dengan pendidikan tinggi, (2) mulai dari pendidikan formal, pendidikan nonformal, sampai dengan pendidikan informal, (3) mulai dari pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pendidikan berbasis masyarakat sampai dengan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
  3. Berkenaan dengan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, di dalam PP ini dijelaskan antara lain: (1) pengertian Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, (2) peran dan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, (3) proses pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, (4) jumlah pengurus Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, termasuk di dalamnya tentang (5) SK penetapan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

6. Paguyuban Kelas (PK)

Materi Paguyuban Kelas disampaikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari materi komite sekolah. Setelah akhir sesi ini, saya menyampaikan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Ada cerita sedikit tentang sejarah kelahiran PK. Konsep PK dilahirkan oleh kegiatan MBE (Managing Basic Education) dari bantuan USAID; Banyaknya orangtua siswa yang mengantarkan anak-anaknya ke sekolah. Para orangtua siswa ini kemudian merasa perlu untuk membentuk PK untuk membantu guru dalam mempersiapkan proses belajar mengajar.
  2. PK merupakan embrio proses pembentukan komite sekolah. Saya pernah mengikuti proses pembentukan komite sekolah SD di Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah. Proses pembentukan komite sekolah dilaksanakan dengan penuh semangat oleh semua pihak, termasuk orangtua siswa, yang memilih seorang wakilnya yang akan duduk di komite sekolah. Setiap kelas mengadakan pemilihan calon yang akan menjadi pengurus komite sekolah. Selain calon dari PK, ada calon dari wakil sekolah, dan calon dari wakil masyarakat, yang berasal dari tokoh masyarakat, tokoh pemerintah desa, tokoh agama, dan sebagainya.

7. Pendataan Sosial Ekonomi Orangtua Siswa

Sesi ini disajikan oleh Drs. Hasjim Amir. Materi yang disajikan antara lain tentang beberapa hal tentang pentingnya pendataan sosial ekonomi orangtua siswa dalam rangka strategi untuk kegiatan fundrising yang akan dilaksanakan oleh Komite Sekolah. Pada akhir sesi, saya menyampaikan penguatan dengan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Sebagaimana disampaikan oleh pemateri bahwa pendataan sosial ekonomi orangtua siswa diperlukan sebagai strategi untuk kegiatan fundrising;
  2. Data yang diperoleh merupakan bahan untuk perencanaan; sementara sudah dijelaskan bahwa perencanaan merupakan fungsi pertama dan utama dalam manajemen.
  3. Ada beberapa macam data, baik yang harus diperoleh dan dilaporkan secara rutin, misalnya data pokok pendidikan. Selain itu, sekolah juga memerlukan data khusus yang sewaktu-waktu diperlukan untuk kegiatan sekolah. Sebagai contoh dari lapangan, ketika menjadi kepala sekolah di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIK), ketika pelaksanaan upacara bendera telah terjadi ada beberapa siswa yang jatuh pingsan. Oleh karena itu terpikirkan perlunya data tentang jumlah siswa yang tidak sarapan pagi ketika berangkat ke sekolah. Setelah kuesioner disebarluaskan kepada orangtua siswa, ternyata ada sekitar 40% siswa yang tidak sarapan pagi. Anak-anak berangkat berangkat terlalu pagi, sehingga tidak sempat sarapan pagi. Data ini yang kemudian diperlukan untuk membuat program pemberian makanan tambahan (bubur kacang hijau) setiap hari tertentu, selain perlunya himbauan kepada orangtua siswa agar membiasakan sarapan pagi untuk anak-anak sebelum berangkat sekolah.

8. Strategi Penggalangan Dana (Fundrising)

Sesi ini telah disampaikan sesuai dengan materi dalam paparan dengan improvisasi contoh-contoh yang diperlukan untuk memperkaya materi ini. Pada akhir sesi, saya menyampaikan beberapa penguatan sebagai berikut:

  1. Persepsi masyarakat tentang ”sekolah gratis” dan tingkat sosial ekonomi masyarakat yang masih rendah, memang dapat menjadi kendala dalam pelaksanaan penggalangan dana;
  2. Penggunaan strategi penggalangan dana harus telah dibangun kepercayaan (trust) terlebih dahulu. Jika orangtua dan masyarakat sudah memiliki kepercayaan kepada sekolah dan komite sekolah, maka strategi itu akan mudah dilaksanakan;
  3. Kegiatan pentas seni atau pameran hasil karya siswa merupakan strategi yang sangat baik untuk menciptakan kepercayaan tersebut. Di samping itu, transparansi dalam penggunaan dana dari orangtua dan masyarakat dapat menjadi hal yang sangat kuat untuk menumbuhkan kepercayaan tersebut;
  4. Komite sekolah mungkin memang belum memiliki pengalaman untuk menjalin kerja sama dengan DUDI, misalnya dengan membuat MOU (memorandum of understanding) dengan DUDI dan institusi terkait. Perlu diketahui, semua perusahaan memiliki kewajiban untuk memberikan sedikit keuntungannya bagi masyarakat, yang disebut CSR (corporate social responsibility). Oleh karena itu, diharapkan agar komite sekolah dapat menjalin kerja sama dengan pihak perusahaan atau DUDI.

9. Keterampilan Bernegosiasi

Sesi ini disampaikan oleh Drs. Ambo Sakka, dengan kegiatan sebagai berikut: (1) peragaan negosiasi suatu sekolah yang mempunyai masalah kekurangan guru di sekolahnya, (2) tanggapan peserta pelatihan terhadap sosiodrama tentang negosiasi itu. Tanggapan peserta terhadap sosiodrama tentang keterampilan bernegosiasi berjalan sangat seru dengan dinamika tanya jawab yang mendalam.

Pada akhir sesi, saya diberikan waktu untuk menyampaikan penguatan tentang sesi pendataan sosial ekonomi orangtua siswa dan sesi keterampilan bernegosiasi. Beberapa hal yang saya sampaikan dalam kesempatan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Sebagaimana telah disampaikan oleh penyaji, keterampilan bernegosiasi merupakan bagian dari kehidupan kita. Oleh karena itu kepala sekolah dan ketua komite sekolah harus memiliki keterampilan bernegosiasi;
  2. Terkait dengan keterampilan bernegosiasi, memang harus kita miliki, karena seperti telah disampaikan oleh pemateri, keterampilan bernegosiasi adalah bagian dari kehidupan kita. Selain itu, keterampilan bernegosiasi merupakan kegiatan untuk mencari kesepakatan antara dua belah pihak atau lebih, baik melalui negosiasi formal maupun informal.

10. Penutup

Demikianlah beberapa hal yang dapat dijelaskan secara singkat dalam laporan ini, sebagai pertanggungjawaban dalam pelaksanaan tugas sebagai NT (national trainer) AIBEP (Australia Indonesia Basic Education Program). Laporan ini mudah-mudahan dapat bermanfaat untuk mengetahui tentang pelaksanaan program WSD pada khususnya, sekaligus sebagai bahan evalausi untuk penyempurnaan program ini pada pelakasanaan program ini selanjutnya. Amin.

*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.

Depok, 15 Maret 2010.

Related Articles

Tak ditemukan hasil apapun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts

Artikel, Pendidikan

Hanya Satu Hari

  *** Menjadi sukses itu bukanlah suatu kewajiban, yang menjadi kewajiban adalah perjuangan kita untuk menjadi sukses. Bila…