Oleh: Suparlan *)
Sekali lagi, inilah bukti adanya Hukum Kekelan Energi itu. Pada siapa saja. Terutama dapat kita hayati oleh diri sendiri. Energi yang kita keluarkan semua tercatat dalam microchip atau kotak hitam kita masing-masing. Tidak ada yang terlewatkan dalam catatan Allah Swt.
Hukum Kekekalan Energi Positif
Ippho Santosa, penulis buku Success Protocol, membeberkan kebenaran Hukum Kekekalan Energi itu pada dirinya sendiri. Energi itu tidak ke mana-mana. Allah Swt. mencatatnya super tertib dan super teliti. Pak Dwi adalah pegawai yang rajin. Dia jujur. Dia nrimo. Dia ikhlas. Istilah yang tepat menurut Surat Al Ikhlas, yang ternyata tidak ada kata-kata ikhlasnya. Yang ada adalah kata-kata Allah, Allah, dan Allah. Kejujuran dan ketidakjujuran kita adalah energi yang telah kita tunaikan. Semuanya tercatat dalam kotak hitam Allah. Pengabdian Pak Dwi, yang ternyata adalah ayahnya sendiri. Nilai pengabdian dan kejujuran Pak Dwi dari pekerjaan yang telah dilaksanakan dengan ikhlas ternyata diterima sendiri oleh anaknya, yang tidak lain adalah Ippho Santosa dengan berbagai jalan Tuhan, seperti kesuksesan dalam menerbitkan buku yang dituliskan dengan mega best seller (terbit satu juta eksemplar). Allahu Akbar. Hukum kekekalan enrgi yang telah diberikan dengan ikhlas oleh Ayahanda Ippho Santosa teleh disalurkan Allah kepada rezki yang diterima dari mana saja datangnya. Subhanallah. Allahu Akbar.
Hukum Kekekalan Energi Negatif
Contoh lain tentang kebenaran Hukum Kekekalan Energi juga berlaku pada diri sendiri. Tetapi dengan peristiwa sebaliknya. Maaf itulah kejadian yang sejujurnya. Mudah-mudahan menjadi pelajaran bagi semuanya. Terutama bagi pribadi saya sendiri. Pada hari Sabtu kemarin, tanggal 17 Oktober 2015, saya bergegas pergi ke Kantor Penerbit Arya Duta untuk menawarkan dua buku saya untuk diterbitkan.
Sepulang dari Kantor Penerbit Arya Duta tersebut hukum itu terjadi. Tiba-tiba eksternal hard disk saya jatuh, sebenarnya tidaklah keras. Tetapi apa daya, sebagian isinya tidak dapat dibuka. Termasuk dokumen-dokumen yang lain. Untung bukan yang rencana diterbitkan oleh Penerbit Arya Duta. Saya terpaku mendengar penjelasan toko servis data komputer di Mal Ratu Plaza. Anak muda ahli servis data komputer ini menjelaskan bahwa laptop saya headnya patah yang berpengaruh kepada piringan yang menyimpan data. Saya hanya bisa mengatakan ya, karena saya tidak ahli dalam urusan data dalam eksternal hard disk yang barusan jatuh di kantor Penerbit Arya Duta tersebut. Ya, sudahlah. Ongkos untuk memperbaiki eksternal hard disk itu saya tanyakan, ternyata lebih mahal dari harga eksternal hard disknya itu sendiri. Di atas angka satu juta rupiah.
Bahkan, sebelumnya peristiwa itu telah berlaku pada diri sendiri, yakni charger laptop merek DELL yang baru saya beli kurang setahun yang lalu tak bisa menghidupkan lamptop lagi. Terpaksa harus diganti charger-nya seharga Rp450.000. Okelah. Agar laptop tersebut bisa digunakan kembali, uang itu pun harus keluar dari kocek. Tidak ada pilihan lain. Keputusan Allah yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Dengan ikhlas saya menerima keputusan Allah. Sampai saat ini, saya belum tahu persis sebab-sebab berlakunya hukum Kekekalan Energi tersebut pada diri saya. Boleh jadi, menolak jaji yang memberikan santunan anak yatim telah menjadi salah satu penyebabnya. Dengan demikian zakat ekstrim yang diajarkan oleh Ippho Santosa belum sempat ditunaikan selama ini. Itulah akibatnya. Allah telah memerintahkan kepada saya untuk menggantinya dengan biaya-biaya pengeluaran yang tidak disangka-sangka. Ada sebab pastilah ada akibatnya. Insya Allah saya menerimanya secara ikhlas.
Mentor dalam gaya menulis
Dalam hati kecil, saya telah bertekat untuk menjadikan Ippho Santosa sebagai mentor saya. Tidak mengapa. Meski Ippho Santosa masih seusia anak pertama saya. Usia kalender saya memang sudah 66 tahun. Tetapi usia psikologis yang belum ada apa-apanya. Saya ingin menulis sepanjang hayat.
Oleh karena itu, saya akan melakukan hijrah dari genre tulisan lama ke genre baru, mengubah gaya tulisan dari formal writing menjadi communicative writing. Buku-buku tulisan saya saya baca-baca ulang memang masih menganut genre lama. Saya akan mengubahnya secara substansial. Saya diingatkan oleh Paulo Freire tentang makna menulis. Writing is not walking on the words, but grasping the soul of them. Menulis adalah bukan berjalan pada kata-kata, tetapi menangkap jiwanya. Saya betul-betul telah menangkap makna beberapa kata dan kalimat dalam buku Success Protocol. Kemudian mencoba menerapkanya dalam semua tulisan saya. Mudah-mudahan hal ini menjadi jalan hijrah yang telah dan akan saya lalui dalam kehidupan ini.
Akhirul Kalam
Untuk mengakhiri tulisan ini, saya ingin melalukan evaluasi diri bahwa buku-buku yang telah diterbitkan oleh beberapa penerbit biarlah menjadi sejarah untuk melihat genre lama yang telah saya gunakan. Secara pribadi, buku pertama bertajuk “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa: Dari Konsepsi Sampai Dengan Implementasi” menjadi momentum genre lama yang telah saya hasilkan. Berdasarkan pengelaman selama lebih dari sepuluh tahun, dari tahun 2004 sampai dengan 2015, gaya tersebut memang agak susah untuk mengubahnya. Tetapi dengan semangat Hijrah 1437 H, saya akan mencoba dan mencoba untuk mengubah gaya tulisan lama menjadi gaya tulisan baru. Insya Allah.
Saya ingat pepatah yang sering saya ucapkan saat memberikan penataran. Pepatah itu mengatakan bahwa “Tidak ada yang tidak berubah di dunia ini, kecuali kata perubahan itu sendiri”. Insya Allah. Saya akan melakukan perubahan itu. Tuhan memberkati. Kerja, kerja, dan kerja. Ditambah dengan berkah, berkah, dan berkah. Amin. Ya Robbal alamin.
*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com
Depok, 20 Oktober 2015.
1 Komentar. Leave new
Saya pun ingin berbagi pengalaman hukum kekekalan energi. (1) Semasa kuliah, saya saksikan bapak penjaga kampus memiliki tiga putri. Masya Allah cuantik-cuantik, padahal secara lahiriah keduaorangtuanya dapat dikatakan biasa-biasa saja. Yang membuat saya kagum adalah keramahtamahan disertai senyum bahagia sang penjaga kampus. Ramah kepada siapa pun, baik kepada dosen atau staf, maupun pada mahasiswa yang seringkali nge-bon di warung kecil miliknya di lingkungan kampus. Saya berkesimpulan ketika itu, mungkin keramahtamahan inilah yang membuat ketiga putrinya cantik-cantik.
(2) Ayah dan ibu saya keduanya guru sekolah dasar, di mana pada masa pensiun ibu (almh) adalah kepala SD dan ayah guru SMA. Saya berkeyakinan kenapa ke-8 putranya cenderung pada dunia pendidikan (pengajaran/guru) adalah faktor kedua orangtua yang mewariskan hukum kekekalan energi positif, meski sebagian besar putranya tidak secara langsung bersinggungan dengan pendidikan tinggi kependidikan (paedagogik). Putra ke-1 memang sejak awal memasuki sekolah keguruan (SPG), sekarang pengajar (kepala SD). Putra ke-2 sekarang aktif di bidang penerbitan, pernah mengabdikan diri menjadi pengurus komite sekolah (bidang pendidikan juga). Putra ke-3 memasuki pendidikan tinggi keguruan (tadris), sekarang pengajar. Putra ke-4 berlatar belakang pendidikan teknik, sekarang mengelola yayasan pendidikan (TK-SMA). Putra ke-5 memperoleh pendidikan tinggi bidang kesehatan lingkungan. Namun, setelah melamar ke sana-sini untuk mengaplikasikan ilmunya tidak pernah kesampaian, akhirnya mengajar juga yang awalnya hanya untuk mengisi waktu namun kemudian dapat menyelesaikan kuliah bidang keguruan. Putra ke-6 oleh karena tuntutan tugas seringkali memberikan materi tentang SDM di kantornya (mengajar juga). Putra ke-7 berprofesi sebagai penulis buku-buku statistik kedokteran/kesehatan dan konsultan penelitian calon dokter spesialis. Memang dia dokter dan dosen lepas, namun tidak berpraktek dokter sebagaimana umumnya. Dan, yang ke-8 enjoy dengan pekerjaannya (honorer) sebagai penyuluh di tingkat desa/kecamatan sejak jaman-nya PNPM, sarjana turun ke desa. Intinya adalah mengajar juga…. Alhamdulillah, semoga menjadi amal salih yang terus menerus mengalir hingga Yaumil Akhir. Amin …