Oleh: Suparlan *)
Upaya memang kewajiban manusia. Allah Swt. jualah yang menentukan. Termasuk upaya untuk mendapatkan keturuan sesuai dengan keinginan. Ada banyak cara yang dapat dilakukan. Tentu cara-cara yang baik dan benar. Cara-cara syar’iyah yang tidak melanggar larangan Illahi Robbi.
Nikah adalah perintah Illahi. Bahkan nikah adalah ibadah. Mencari nafkah adalah ibadah. Jika shalat dan puasa dan ibadah yang lain adalah ibadah mahdhoh, maka nikah, mencari nafkah untuk menghidupi istri dan anak-anak, membersihkan got, membangun jembatan, dan ikut serta dalam program pembangunan bangsa dan negara adalah ibadah ghoiru mahdhoh.
Acara akad nikah sudah dilaksanakan. Prosesi upacara pernikahan yang membuat kenangan temanten pria dan wanita pun usai dilaksanakan. Calon ayah dan calon ibu, dan bahkan kakek dan neneknya mulai mendambakan anak dari hasil pernikahan tersebut. Calon ayah dan ibu pun mulai membayangkan keturunan apakah didambakan.
“Aku ingin laki-laki, kulitnya yang putih, yang ngganteng”, kata sang ayah.
“Biar tidak seperti ayah kan?” sela sang istri.
“Yalah, memperbaiki keturunan”, sambung sang ayah.
“Tentu jangan lupa keturunan yang sholeh atau sholehah”, lanjut sang istri.
Demikianlah kira-kira dialog imaiginer antara calon ayah dan istri ketika menginginkan anak keturuan yang diharapkan. Salahkah itu? Sama sekali tidak. Itulah upaya yang dimaksud dalam tulisan singkat ini, sebagai hasil diskusi singkat beberapa teman di kantor TU Universitas Tama Jagakarsa beberapa hari lalu. Hal itu sama sekali tidak ada salahnya. Namun, soalnya adalah bagaimana agar keinginan calon ayah dan calon ibu dapat terkabulkan? Allah Swt. tidak akan mengubah nasib suatu kaum, jika kaum itu tidak berusaha untuk mengubahnya. Demikianlah firman Tuhan mengingatkan kita semua.
Calon ayah rupanya termasuk kategori kreatif. Datanglah ia ke seorang dokter untuk konsultasi tentang bagaimana agar keturuan yang diharapkan sesuai dengan keinginannya.
“Dok, saya ini baru saja nikah beberapa hari lalu. Saya ingin anak saya berkulit kuning langsat, tidak hitam kusam seperti bapaknya. Apakah hal itu dimungkinkan?” demikianlah pertanyaan yang diajukan seorang calon ayah – demi keamanan dan kesopanan tidak disebutkan nama dan alamatnya – kepada dokter. Apa lagi dialog ini hanyalah dialog imajiner. Tokoh yang ditulis dalam dialog ini memang benar-benar ada, tetapi untuk kepentingan tertentu dibungkus sedemikian rupa agar tidak diketahui nama dan alamat sebenarnya.
“Oh sangat mungkin Pak. Itu sesuai dengan konsep kesehatan dalam zaman ini. Bukankah itu juga selaras dengan firman Allah bahwa manusia berusaha, Allah yang menentukan” demikian penjelasan dokter yang ramah ini.
“Pendek kata, apa saja yang harus kami lakukan? Persyaratan apa yang harus kami penuhi?” deretan pertanyaan diajukan kepada dokter. Inilah sekilas jawaban dokter kepada calon ayah.
“Pertama setelah usia kandungan menginjak sekitar dua atau tiga bulan, istri harus memperoleh asupan gizi yang optimal. Gizi makanan hendaknya yang mengandung ikan dan sejenisnya. Kalau perlu harus menjadi konsumsi sehari-hari bagi sang istri tercinta” jelas dokter.
Dengan penjelasan dokter tersebut, calon ayah pun mengangguk-angguk sambil tersenyum kepada dokter.
“Apakah calon ayahnya juga harus mengkonsumsi makanan seperti itu?” tanya calon ayah sedikit bergurau kepada dokter.
“Oh ya …. pastilah Pak. Bapak sendiri harus mengonsumsinya, supaya tenaganya kuat seperti kuda heeee. Pastilah gizi semacam itu sangat kita perlukan. Bahkan jangan lupa minum jamu JAREMU KENCENG.
“Apa pula tu dok?” balasnya.
Tentangga saya menjelaskan singkatan dari (1) JAHE MERAH, (2) SEREH, (3) MADU, (4) KENCUR, dan (5) CENGKEH.
“Okelah Pak, soal jamu baca saja tulisan dalam laman terkenal www.suparlan.com. Kita teruskan syarat yang kedua.
Kedua, buatlah suasana laki-laki dalam kehidupan istri Bapak. Misalnya, beri bacaan tentang kegemaran laki-laki. Majalah tentang laki-laki seperti yang memuat olah raga keras seperti tinju, gulat, sepak bola, dan sebagainya. Suasana laki-laki harus ada dalam kehidupan sehari-hari sang istri.
“Ya ya Pak” jawabnya kepada dokter seperti tidak sabar lagi untuk segera mempraktikkan syarat-syarat yang dijelaskan kepada calon ayah ini.
“Apakah ada persyaratan lain dokter?” tanya sang calon ayah lagi.
“Kedua persyaratan tersebut yang paling utama. Tentu dapat ditambah dengan syarat-syarat lainnya. Jika kedua persyaratan tersebut sudah dipenuhi, isnyaallah Tuhan akan memberkati. Keinginan bapak akan terpenuhi. Tentu saja doa kepada Illahi Robbi jangan sampai lupa. Mudah-mudahan keingingan bapak terkabulkan. Amin, ya robbal alamin.
*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com.
Depok, 13 Oktober 2015.