ArtikelBudayaDunia IslamPendidikan

Kelahiran Ilmu-Ilmu Kauniyah

263 views
Tidak ada komentar

***
Ikatlah Ilmu Dengan Menuliskannya
(Sayyidina Ali)

***

Beberapa hari yang lalu, saya memperoleh kata-kata bijak di internet tentang petuah sakti dari ahli hikmah terkemuka Sayyidina Ali, yang menyebutkan “ikatlah ilmu dengan menuliskannya.” Kata-kata hikmah ini memberikan pelajaran tentang pentingnya kompetensi menulis (writing) dalam kehidupan. Pastilah kita sangat mengenal empat kompetensi dalam ilmu Bahasa, yakni 1) mendengarkan (listening), 2) membaca (reading), 3) bercakap (speaking), dan 4) menulis (writing). Sudah tentu keempat kompetensi Bahasa tersebut saling terkait tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Kompetensi dalam menulis sudah tentu akan terkait dengan kompetensi membaca. Kompetensi dalam bercakap terkait dengan kompetensi mendengarkan. Demikian seterusnya. Kelahiran semua ilmu yang akan dibawas secara singkat sudah tentu melalui empat kompetensi tersebut.

Pengetahuan, Ilmu Pengetahuan, Ilmu, dan Sains

Pengetahuan artinya hasil dari apa yang kita ketahui. Kemudian dituliskan, entah berapa abad lalu. Bahkan pengetahuan menulis mempunyai ilmu yang tersendiri. Berapa banyak macam huruf dan bahasa yang ada di dunia ini, mulai dari huruf yang dikenal dengan huruf paku. Misalnya huruf dan Bahasa Jawa berasal dari huruf Sangsekerta, dan seterusnya. Ketika Maha Patih Gajah Mada bersaksi tentang Tan Amukti Palapa, yang nota bene dalam Bahasa Jawa Kuno atau Bahasa Sangsekerta, ternyata kata “palapa” itu masih digunakan dalam Bahasa Madura. “Palapah” dalam Bahasa Madura artinya bumbu yang membuat makanan menjadi lezat. Tan Amukti Palapa artinya tidak akan makan enak tidur kepenak, atau tepatnya “tidak akan duduk enak atau enak-enakan,” atau tidak akan “lepas tangan, atau berpangku tangan, atau lepas tangan” jika Nusantara belum menjadi negeri yang bersatu padu, maju dan makmur. Harus “turun tangan,” konsep Anies Baswedan. Jadi, siapa pun yang menjadi pemimpin di negeri ini harus meneladani Gajah Mada, antara lain dengan cara berpuasa dari tindak korupsi, maksiat, bahkan tindakan radikal, atau ekstrimisme, atau pun namanya. Mudah-mudahan masih ada.

Semua hasil yang kita peroleh dari proses mengetahui adalah pengetahuan. Jika pada suatu saat kita diajak orang tua untuk pergi ke luar kota. Apa saja yang kita ketahui dari pengalaman diajak orang tua itulah kita sebut sebagai pengetahuan. Semua pengetahuan tersebut pada saatnya akan ditulis dan dianalisis kemudian disebutlah sebagai ilmu pengetahuan. Misalnya tentang air, udara, yang kemudian diketahui memiliki ciri-ciri tertentu. Air memiliki sifat yang berbeda dengan benda padat. Demikian seterusnya. Ilmu Pengetahuan tersebut kemudian disebut sebagai ilmu saja. Tentu saja, ada berbagai ragam ilmu berdasarkan kategori-kategori yang membedakan. Bahkan ada ilmu yang kemudian “bersifat aneh,” misalnya “ilmu nujum” dan sebagainya, yang tidak dapat kita lihat wujud dan bendanya. Ilmu yang sifatnya dapat kita ketahui wujud dan bendanya itulah yang kemudian kita sebut bukan sebagai ilmu alamiah, karena mengikuti kaidah alam, seperti air yang telah kita bicarakan tersebut. Ilmu alamiah itulah yang kita sebut sebagai sains (science). Kelahiran science sebagai ilmu yang sifatnya alamiah tentu berbarengan kelahiran ilmu-ilmu yang sifatnya bukan-alamiah, seperti ilmu sosial, budaya, dan sebaginya. Itulah sebabnya, kita mengenal ilmu alamiah atau natural science dan social science, yang dapat dipilah-pilah menjadi cabang ilmu dan ranting-rantingnya. Kalau dapat kita hitung, ribuan ilmu dan cabang ilmu yang telah dilahirkan manusia dengan otaknya yang cemerlang. Hanya manusialah yang melahirkan ilmu pengetahuan, hanya karena otaknya. Tidak oleh binatang dan mahluk-mahluk lainnya, termasuk malaikat dan setan. Allah Swt. telah menciptakan mahluk ciptaan-Nya di dunia ini, dan berkat kemampuan otaknyalah manusialah yang melahirkan sekian banyak ilmu pengetahuan.

Ayat-Ayat Kauliyah dan Ayat-Ayat Kauniyah

Sebagai panduan dalam kehidupan ini, Allah Swt. telah memberikan petunjuk berupa ayat-ayat kauliah kepada manusia, yakni ayat-ayat yang tertulis dalam Kitab Suci-Nya, baik yang telah diturunkan kepada mahluk manusia sebelum zaman ini maupun yang diturunkan pada zaman ini. Allah Swt. telah menurunkan Kitab-Kitab Kauliyah. Semua agama wahyu memiliki ayat-ayat kauliyah dalam kitab sucinya menjadi petunjuk bagi manusia. Sedang dalam agama-agama ardi (dunia) kitab sucinya berasal dari hasil pemilikiran para pemimpin agama yang bersangkutan, yang disebut sebagai manusia suci. Dari semua ayat-ayat kauliyah tersebut, dipercaya bahwa Al-Qur’an adalah ayat-kauliyah terakhir yang diturunkan Allah Swt. kepada manusia. Dengan demikian, Muhammad dipercaya sebagai Nabi terakhir. Oleh karena itu ayat-ayat kauliyah tersebut dipercaya sebagai kitab suci yang terlengkap untuk manusia. Oleh karena itu pulalah maka semua umat manusia seharusnya menggunakan kitab kauliyah yang terlengkap tersebut. Itulah sebabnya Islam dapat disebut sebagai rahmatan lil alamin, atau sebagai rahmat bagi alam, karena menggunakan ayat-ayat kauliah yang paling lengkap.

Selain menciptakan manusia, Allah Swt. juga menciptakan alam seisinya, berupa jagad raya seisinya, termasuk tata surya seisinya. Matahari sebagai pusat tata surya merupakan bagian kecil dari jagad raya ciptaan Allah Swt. ini. Bahkan satu titik bintang yang kita lihat di langit luas itu hanyalah satu tata surya sendiri. Apa yang telah diciptakan Allah Swt. Jagat raya seisinya itulah yang telah melahirkan ayat-ayat kauniyah.

Dalam ilmu astronomi, disebutkan bahwa bintang-bintang di langit yang luas tersebut merupakan bagian dari tata surya. Ilmu astronomi lahir sebagai ilmu kauniyah, karena menggunakan hukum-hukum Allah Swt. yang bersumber dari ayat-ayat kauniyah tersebut. Ribuan ilmu telah lahir dari ayat-ayat kauniyah ini. Banyak ilmu yang menjelaskan tentang alam, seperti astronomi (ilmu perbindangan), kosmologi (ilmu tentang kajadian jagad raya), geologi (ilmu tentang tanah), biologi (ilmu tentang mahluk hidup), geografi (ilmu tentang permukaan bumi), ekonomi (ilmu tentang pemenuhan kebutuhan hidup manusia), pedagogi (ilmu tentang mendidik anak), dan banyak lagi yang lain. Jangan lupa ilmu kedokteran untuk konsultasi kalau kita sakit, ilmu aljabar untuk proses hitung menghitung. Lagi-lagi jangan lupa, perkembangan peradaban manusia di dunia ini lahir berkat kelahiran ilmu-ilmu kauliyah dan kauniyah tersebut. Orang-orang Barat, termasuk Barack Obama, mengakui sumbangan Islam tentang peradaban manusia di dunia ini. Kedokteran dan kesehatan, berhitung dan matematika merupakan sumbangan umat Islam. Ilmu tentang herbal atau obat-obatan dari tumbuh-tumbuhan dan binatang adalah ilmu kesehatan warisan nenek moyang. Salah satunya adalah manfaat sambiloto untuk hidup sehat sesuai dengan Kiat Hidup Sehat Tanpa Obat (www.suparlan.com). Saat ini sambiloto telah dipatenkan oleh Amerika sebagai obat HIV, bukan dipatenkan oleh ibu-ibu penjual jamu. Kita ketahui bahwa Presiden Jokowi biasa minum jamu akan tetap sehat.

Di samping ilmu-ilmu tentang kealaman, banyak pula ilmu-ilmu tentang kemanusiaan, seperti antropologi (ilmu tentang kebudayaan), sosiologi (ilmu tentang masyarakat), politik (ilmu tentang mengatur pemerintahan, termasuk di dalamnya tentang teori Trias Politika), dan banyak lagi ilmu-ilmu lainnya, termasuk isme-isme yang diciptakan manusia, seperti sosialisme, nasionalisme, demokrasi, ilmu hukum dan pengadilan, dan isme-isme yang lain sangat banyak itu, baik isme yang positif maupun isme-isme yang sebaliknya.

Kesesuaian Ilmu-Ilmu Kauliyah dan Ilmu-Ilmu Kauniyah

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana hubungan antara ilmu-ilmu kauliyah dan ilmu-ilmu kauniah? Sudah barang tentu, kepastian kebenaran ilmu-ilmu kauliyah tidak dapat ditandingi, karena ilmu-ilmu itu berupa hukum-hukum yang langsung diturunkan dari Allah Swt. Sedangkan ilmu-ulmu kauniah kebenarannya ditentukan oleh hasil analisis akal manusia. Dengan demikian, kebenaran ilmu-ilmu kauniyah harus melalui proses penalaran otak manusia, dan itulah sebabnya harus merujuk kepada ilmu kauliyah. Pedagogi adalah ilmu kauniyah, sebagai hasil pemikiran manusia. Oleh karena itu harus dibandingkan dan diselaraskan dengan hukum-hukum dari Allah Swt. Sebagai contoh, pendidikan anak usia dini pada usia 0 – 5 tahun dalam teori pendidikan dikenal luas sebagai “the golden ages” atau usia keemasan. Dalam usia ini, perkembangan otak manusia mengalami perkembangan yang sangat optimal. Kebenaran ilmu kauniyah ini sudah barang tentu harus diselaraskan dengan ilmu kauliyah, misalnya dijelaskan bahwa pendidikan berlangsung sejak lahir sampai sepanjang hayat, dan anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Jika ilmu kauniyah selaras dengan ilmu kauliyah, artinya kedua hukum dari ayat kauliyah sejalan dengan ayat kauniyah, dan sangat baik untuk diamalkan. Sementara yang bertentangan, atau tidak sejalan, pastilah yang benar adalah yang bersumber dari hukum Allah Swt., walaupun juga ada petunjuk yang menjelaskan bahwa “kamu lebih tahu urusanmu.”

Bagaimana dengan demokrasi?

Beberapa kalangan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap ilmu-ilmu kauniyah. Misalnya ketidaksetujuan terhadap demokrasi, nasionalisme, kapitalisme, imperalisme, hak azasi manusia, multikuralisme, radikaliame, dan sebagainya. Terkait dengan hal ini, perlu ditanyakan pula dengan ilmu-ilmu lain yang lahir dari konsep ayat-ayat kauniyah, misalnya konsep pemerintah kerajaan, konsep khilafah, monarki, dan sebaginya. Tentu saja, perbandingan terhadap semua konsep tersebut harus dilakukan, untuk menentukan bahwa maka ilmu atau konsep yang benar. Misalnya imperalisme, kolonialisme, neokolonialisme, tentu bukan hanya bertentangan dengan ilmu kauliyah tetapi juga bertentangan dengan ayat kauniyah yang lain. Bahkan kini muncul istilah baru bid’ah yang dimaknai sebagai semua tindakan baru atau yang mengada-ada, dan yang tidak berasal dari ayat-ayat kauliah. Pandangan ini menyebutkan bahwa isme-isme tersebut sebagai bid’ah. Tampaknya, masalah bid’ah telah diperluas cakupannya, bukan hanya dalam masalah ibadah mahdhoh, tetapi diarahkan kepada hal-hal baru yang terkait dengan masalah ilmu-ilmu kauniyah.

Tentu, hal itu tidak akan menyelesaikan soal bid’ah yang sebenarnya. Lebih baik jika hal itu diarahkan kepada upaya mencari dalil syari’ah tentang banyak urusan yang ternyata belum ada manualnya. Syafii Antonio, pakar ekonomi syari’ah pernah berbicara di Masjid Baitut Tholibin, Kompleks Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senayan, Jakarta, pernah membuat jama’ah terpukau dengan uraian beliau tentang ekonomi syari’ah. Dengan Al-Qur’an yang diacung-acungkan kepada jama’ah, beliau menegaskan bahwa umat ini belum punya manual tentang bagaimana mengurus ekonomi, dan urusan lain secara Islami. Memang, mantan penganut Kong Huchu itu tidak membahas tentang manual untuk mengurus demokrasi secara syari’ah. Kalau ada ekonomi syari’ah, kenapa tidak ada demokrasi syari’ah? Sehingga tidak perlu menolak demokrasi hanya gara-gara ilmu atau isme itu dari Barat. Gerakan syari’at, boleh jadi tidak perlu menunggu negeri ini berdasarkan Islam. Gerakan yang dilakukan oleh Syafii Antonio harus diteruskan, sampai menjelajah ke semua ilmu atau isme-isme yang lain. Misalnya tentang pedagogi syari’ah. Mendidik secara syari’ah, berpakaian secara syari’ah. Semuanya perlu manual operasional. Demikian penjelasan Syafii Antonio tentang Ekonomi Syari’ah, yang sering mengutip ayat dalam Bahasa Arab dan Bahasa Inggris yang fasih.

Penerapan ilmu kauniyah sudah barang tentu harus dikaji dan dibandingkan dengan ilmu kauniyah lainnya. Bahkan harus dikembalikan dengan hukum-hukum yang berasal dari ilmu kauliyah. Semuanya masih harus dianalisis kebenarannya. Tentu sudah pasti harus dikembalikan kepada ayat-ayat kauliah, tetapi juga harus mempertimbangkan kebenaran ilmu-ilmu kauniyah.

Bagaimana dengan Demokrasi Syari’ah

Teori tentang suara terbanyak konon tidak sesuai dengan hukum Islam, karena suara terbanyak belum tentu sesuai dengan hukum itu. Katakanlah, anggota DPR sedang membahas tentang praktik perjudian, atau praktik minum keras, atau tuna susila, yang kini sedang giat diberantas, seperti juga korupsi. Jika jumlah terbanyak anggota DPR justru setuju dengan semua praktik itu, maka hukum yang dipakai adalah hukum yang bertentangan dengan hukum Allah Swt. Dengan demikian ungkapan tentang “Suara Rakyat adalah Suara Tuhan,” konon dinilai tidak ada sumbernya. Dengan alasan itulah, maka demokrasi mendapatkan penolakan. Padahal, boleh jadi karena demokrasi belum diterjemahkan dalam manual-manual yang berdasarkan Syariáh. Penolakan seperti itu, tentu akan terkait dengan teori, ilmu, dan isme-isme yang lain.

The heart of religion is the religion of heart. The heart of the heart is peace and love

Ada pandangan yang menyatakan bahwa sistem demokrasi kita anggap tidak relevan lagi dalam abad ini, termasuk ilmu-ilmu dan isme-isme yang demikian banyak itu. Konon katanya sudah hitungan abad ilmu-ilmu dan isme-iseme tersebut kita gunakan, tetapi toh tidak dapat mengubah dunia. Alih-alih dapat memperbaiki dunia. Malah sebalinya menghancurkannya barangkali. Pasti akan terjadi perbedaan pendapat dan pandangan terhadap kedua ayat tersebut, baik kauliyah dan ayat kauniyah. Allah Swt. menyampaikan bahwa perbedaan itu fitrah. Justru karena perbedaan itulah yang seharusnya melahirkan kerja sama. Adakah jalan untuk menyatukan perbedaan pandangan tersebut? Jalan panjang sudah tentu. Dengan dinamika sudah pasti.

Apakah memang benar isme-isme dan ilmu-ilmu kauniyah tersebut salah? Atau bahkan bid’ah dholallah? Tidak semua ilmu dan isme itu benar dan lurus adanya. Tentu tidak semua isme dan ilmu itu juga salah adanya. Mengapa? Karena yang melahirkannya semua ilmu tersebut adalah mahluk Allah Swt. yang tertinggi derajatnya yang namanya manusia, hasil karya otak manusia, baik otak kiri (the left brain) yang berurusan tentang hitung menghitung, dan otak kanan (yang berurusan dengan tentang kepribadian, Bahasa, dan sebagainya. Untuk meluruskannya, marilah kita saling duduk bersama dengan cinta dan damai. Bukan dengan menggebrak meja seperti yang sekarang terjadi.

Refleksi

Jika kita berandai-andai menyatakan bahwa beberapa isme dan ilmu itu kita tolak mentah-mentah, katakanlah misalnya demokrasi, multikulturalisme, hak azasi manusia, kesetaraan gender, dan mungkin banyak ilmu dan isme lainnya, maka sistem apatah lagi yang harus menggantikannya? Apakah sistem itu sudah diujicobakan dalam kehidupan? Inilah awal dan akhir pembahasan kita tentang kelahiran ilmu-ilmu kauniyah dewasa ini. Sekali lagi, marilah kita mendiskusikan dan membahasnya dengan prinsip cinta dan damai (love and peace). Karena perbedaan adalah fitrah manusia. Allah akan mudah sekali untuk menyatukan perbedaan itu dalam sejekap. Tetapi Allah Swt. tidak akan. Mengapa? Agar kita dapat bekerja sama. Wallahu alam bishawab.

Bahan kepustakaan:
1. www.satriadharma.com
2. Beberapa ayat suci dari Al-Qur’an;
3. Bulletin Hisbuttahrir;
4. Sayidiman Suryohadiprojo, Mengobarkan Kembali Api Pancasila.

*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com.

Jakarta, 21 April 2015.

Tags: Ilmu, Kauniyah

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts

Artikel

Lembaga Ad Hoc Pendidikan

***  Pendidikan adalah senjata terkuat yang bisa digunakan untuk mengubah dunia (Nelson Mandela, pejuang anti-apartheid dan politikus Afrika…