1. Inti hakikat ibadah, khususnya puasa Ramadhan, adalah menahan diri. Menahan diri dari tuntutan hasrat di sekitar pusar, baik sejengkal di atasnya, apalagi di bawahnya. Juga menahan diri dari keinginan pancaindera secara lebih luas. Menjaga mata, telinga, dan juga mulut agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt.
2. Menahan diri merupakan pekerjaan yang berat, ketika kita diwajibkan untuk menunaikan ibada puasa Ramadhan. Inilah hikmah yang harus dapat dipetik dari pelaksanaan ibadah Puasa. Penghayatan terhadap nilai-nilai puasa harus dialami dalam dunia nyata. Bukan seperti “semedi” atau “bertapa” yang dilakukan dalam alam ghaib. Itulah sebabnya hasil ibadah puasa mestinya “aplicable”, langsung dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai manual dalam kehidupan.
3. Sebagai contoh, dalam bulan Ramadhan terdapat amalan zakat fitrah, setiap umat wajib menyerahkan zakat fitrah yang akan diserahkan kepada saudara-saudara kita yang kurang mampu dari segi ekonomi. Saat peringatan Hari Raya Idul Fitri, tidak seorang pun yang tidak dapat makan pada hari itu. Untuk menyelesaikan masalah ini, zakat fitrah yang harus diberikan kepada mustahik adalah senilai dengan sekali makan pada hari itu. Bagaimana dengan hari-hari yang lain? Ini menjadi masalah besar di banyak negeri Muslim, yang konon indeks kesalehan sosialnya justru lebih rendah dari negara-negara sekuler. Di negara Saudi Arabia sendiri, di jalan-jalan banyak pengemis musiman yang meminta-minta kepada jama’ah haji. Dengan demikian, penyelesaian masalah kemiskinan tidak cukup hanya melaksanakan kewajiban zakat. Harus ada manajemen zakat yang profesional untuk dapat mengentaskan masalah kemiskinan di banyak negeri Muslim.
4. Namun, setidaknya melalui ibadah puasa Ramadhan umat telah mulai mendidik dirinya sendiri untuk dapat berbagi di bulan yang suci. Saya melihat semangat yang sangat kuat untuk saling berbagi, terutama kepada sesama. Seorang ibu ada yang sejak malam sebelum Hari Raya tiba telah menyiapkan amplon berisi sejumlah uang yang tidak seberapa untuk para kru pengangkut sampah, juga untuk para satpam yang menjaga keamanan lingkungan, dan untuk sesama yang hidupnya memang perlu dibantu. Cara tradisional seperti ini memang perlu dikritisi untuk dapat menciptakan satu sistem yang lebih baik. Untuk itu, penulis teringat dengan pernyataan Prof. Dr. Muhammad Sjafi’i Antonio yang mengingatkan kepada umat agar tidak hanya menjadikan Al-Quran sebagai bacaan saja, tetapi harus menjadikan Al-Quran sebagai “hudallinnas”, menjadi maual dalam kehidupan, termasuk untuk mengatur kehidupan sosial-ekonomi, yang dalam kenyataan Umat Islam termasuk dalam kondisi sosial-ekonomi yang rendah, bahkan dalam kondisi politik-sosial-ekonomi-budaya yang lemah.
5. Sebagai contoh, masyarakat Palestina sekarang ini ditimpa cobaan yang sungguh sangat berat. Setiap jam dan hari bom telah ditembakkan ke Gaza, dan mengenai kawasan penduduk sipil. Betapa anak-anak dan wanita telah menjadi korban kegaganasan Israel. Sudah tentu ini memerlukan bantuan dari seluruh umat, memerlukan semangat saling berbagai di Hari Raya Idul Futri ini. Mudah-musahan.
6. Oleh karena itu maka tidak ada jalan lain kecuali dengan upaya untuk memberdayakan umat, untuk saling bersatu, saling membantu, saling berbagi, tertutama di hari yang suci ini, di Hari Raya Idul Fitri ini.
7. Sejak diciptakan manusia pertama, yakni Nabi Adam dan Ibu Hawa, yang diturunkan dari Surga, manusia diciptakan tidak sendirian. Manusia diciptakan dengan manusia lain agar dapat bekerja sama dan saling bekerja sama dan saling berbagi. Manusia tidak bisa hidup sendirian. Oleh karena itu manusia mahluk sosial. Yang kuat membantu yang lemah, dan yang lemah pun juga dapat membantu yang kuat. Itulah sebabnya dikenal saling bekerja sama.
8. Apakah dalam era teknologi informasi dan komunikasi manusia juga masih memerlukan harus saling berbagai, atau saling bekerja sama? Benar, bahkan harus. Dalam dunia perusahaan terdapat hukum kerja sama yang menyatakan “we are not looking for a super man, but we are looking for a good a super team”. Dengan kata lain, “kita tidak mencari seorang yang super, tetapi kita mencari tim yang super. Artinya diperlukan satu tim yang tangguh. Wallahu alam.
Depok, 2 Agustus 2014.