وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. (Adz-Dzariyat : 56).
Ah aneh-aneh saja Pak Parlan ini! Cari judul ceramah kok soal filsafat segala. Lagi pula filsafat apa lagi itu? Demikianlah kira-kira komentar dari para pembaca setelah membaca judul ini. Ya sudahlah, kalau mau terus baca ya teruskan, kalau nggak mau ya berhenti saja. Aman kan? Oh tidak!! Saya sangat mengharapkan Anda masih mau meneruskan membaca tulisan ini.
Para pembaca yang masih mau membaca,
Judul itu saya pungut dari petuah teman jalan kaki saya. Pak Darmoyono, namanya. Usianya sudah 79 tahun. Sehabis subuh saya hampir selalu jalan kaki bersamanya, dan sambil jalan kaki itulah, beliau selalu menceritakan pengalamannya, termasuk tentang filsafat talang.
Apa sih filsafat itu? Orang biasa menyebutkan filsafat sebagai ilmu yang sesungguhnya. Ilmu yang mengajarkan tentang haikat kebenaran. Bagitulah kira-kira. Dalam hal ini Al Qur’an adalah sumber ilmu yang mengajarkan tentang kebenaran itu. Tetapi ingat, apabila ada pemeluknya yang telah berbuat salah, itu bukan karena Al Qur’an-nya yang salah, tetapi semata-mata karena oknumnya itu sendiri. Mengapa? Karena Allah SWT telah memberikan petunjuk untuk dipedomani. Bahkan Allah telah “menuliskan” dua kitab yang harus kita pedomani dalam kehidupan. Pertama, kitab suci dengan ayat-ayat Qauliyah dalam Al-Quran, yang berisi 30 Juj, 114 Surat, dan 6666 ayat. Kedua, adalah kitab yang terbentang dalam jagad raya seisinya, bumi, matahari, bintang gemintang, dan seluruh penghuninya, termasuk manusia. Manusia merupakan ciptaan yang tertinggi derajatnya. Ketinggian derajat itu semata-mata karena iman. Allah SWT berfirman dalam Surah Ali Imran 139:
مُؤْمِنِينَكُنْتُمْ إِنْ الأعْلَوْنَ وَأَنْتُمُ تَحْزَنُوا وَلا تَهِنُوا وَلا
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
Ketinggian derajat manusia itu dapat dijelaskan secara lebih dalam dan luas lagi. Tapi untuk kali sampai di sini dahulu. Singkat kata, ketinggian derajat itu, karena Allah SWT telah menganugerahi “otak”. Dalam teori ilmu pendirikan, otak manusia akan berkem-bang secara optimal pada usia dini (balita).
Filsafat Talang
Ketika Allah SWT memberikan kesempatan manusia untuk hidup di tempat yang basah, sebagai contoh, Pak Darmoyono, dapat kerjaan di BNI 46. Semua itu rahmat dari Allah SWT, dan harus disyukuri. Karena berada di tempat yang “basah” maka, kata Pak Darmo tentu ada saja yang aliran air yang mengalir ke tempat basah itu. insyaallah kita akan terkena basahnya talang itu. Asal jangan sekali-kali kita berusaha untuk “membuat bocor” talangnya. Ohhhh itu audzubillah, jangan sekali-kali melakukannya. Itu artinya kita ikut menjadi virus yang menggerogoti kehidupan ini. Cukuplah kita basah karena pengaruh talangnya yang basah, misalnya kita dapat hadiah dari nasabah yang telah dilayani dengan baik. Tapi itu bukan sebagai “gratifikasi” dengan “deal-deal janji”. Bukan pula sebagai “pungutan” yang menekan. Dengan kata lain, jangan sampai menjadi “membuat bocor talang” dengan tujuan untuk mengalirkan air yang lebih besar untuk kepentingan diri pri-badi. Apakah pembaca yang budiman telah memahami makna filsafat talang tersebut? Alhamdulillah.
Filsafat Teko atau Ceret
Tetangga lain, telah mengajarkan kepada kita tentang filsafat teko atau ceret. Apa itu teko atau ceret? Tidak lain adalah tempat menyimpan air minum. Kalau dalam filsafat talang, air diibaratkan sebagai “kesejahteraan” atau “kekayaan”, maka air dalam filsafat teko atau ceret ini diibaratkan sebagai ilmu. Ya, sekali lagi ini “ilmu”, bukan “ngelmu”, seperti “ngelmu dukun”. Dalam istilah lain disebut “ilmu pengetahuan” atau “science”. Ya, ilmu itu harus diamalkan. Ulama hadits terkemuka, yakni Al Bukhari berkata, “Al ‘Ilmu Qoblal Qouli Wal ‘Amali (Ilmu Sebelum Berkata dan Berbuat)” Perkataan ini merupakan kesimpulan yang diambil dari firman Allah ta’ala:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
“Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad [47]: 19)
Dalam ayat ini, Allah memulai dengan ‘ilmuilah’ lalu mengatakan ‘mohonlah ampun’. Ilmuilah yang dimaksudkan adalah perintah untuk berilmu terlebih dahulu, sedangkan ‘mohonlah ampun’ adalah amalan. Ini pertanda bahwa ilmu hendaklah lebih dahulu.
Ilmu memiliki keutamaan yang luar biasa, antara lain Allah SWT akan meninggikan derajat orang yang berilmu di akhirat dan di dunia>
Allah Ta’ala berfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS Al Mujadalah: 11)
Dari dua kitab yang telah diturunkan Allah SWT tersebut, yakni berupa ayat-ayat kauliyah dan ayat-ayat kauniyah, akan melahirkan berbagai cabang ilmu pengetahuan dan anak cabang ilmu pengetahuan yang luar biasa banyaknya. Dengan berbagai cabang ilmu itulah manusia dapat memanfaatkan sebagai penerang jalan kegelapan dalam kehidupan manusia, baik dalam urusan dunia maupun akhirat.
Uraian tentang keutamaan ilmu memerlukan lebih banyak ruang dan kesempatan untuk menjelaskan. Yang jelas, jika kita memiliki ilmu, maka berbagi-bagilah ilmu itu untuk orang lain. Sesuai dengan filsafat teko, air dalam teko memang harus sering dituang. Jika tidak, maka air dalam teko itu akan membusuk dan tidak bermanfaat. Kalau sering dituang, maka kita harus melaksanakan kewajiaban yang lain, yakni menuntut ilmu lebih lebih banyak lagi belajar, “thalabul ilmi”, karena manusia harus belajar seumur hidup (life long education). Wallahu alam bishawab.
Mudah-mudahan bermanfaat. Amin.
Depok, 31 Juli 2013.
1 Komentar. Leave new
Insya Allah..dari uraian bapak akan menambah perbendaharaan ilmu yang saya terima, teringat apa yang pernah saya baca dari kumpulan kata-kata bijak bahwasanya”Bagi orang yang berilmu yang ingin meraih kebahagiaan di dunia maupun di akhirat, maka kuncinya hendaklah ia mengamalkan ilmunya kepada orang-orang”dan hikmah dari silaturahmi Idul Fitri kemarin ke rumah bapak,banyak ilmu yang saya dapat, dan bapak sekeluarga sudah merasakan kebahagiaan dunia dari ilmu tersebut, mudah-mudahan ini akan mengantarkan kepada kebahagiaan akhirat yang haqiqi.Amin yaa robbal alamin.