ArtikelPendidikan

Sekolah Gratis: Contoh Perjalanan Konsep Yang Belum Selesai

878 views
Tidak ada komentar

Oleh Suparlan *)

”Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA”
Pasal 31 (2) dalam UUD 1945 hasil Amandemen)

”Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar TANPA MEMUNGUT BIAYA.”
Pasal 34 (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Mereka yang berfikiran hebat membicarakan ide-ide. Mereka yang berfikiran sedang membicarakan peristiwa-peristiwa. Mereka yang berfikiran sempit membicarakan orang lain
(Eleanor Roosevelt, 1884 – 1962, mantan first lady AS)

Terobosan paling menyenangkan pada abad ke-21 tidak datang dari kemajuan teknologi, tapi dari pengembangan konsep yang dinamakan kemanusiaan
(John Naisbit, futurolog Amerika Serikat)

Sungguh! Bak harapan yang biasanya jauh panggang dari api dengan kenyataan. Bak teori yang sering berbeda dengan praktiknya. Bak janji yang sering tidak ditepati. Itulah konsep pendidikan gratis. Diskusi e-mail tentang konsep ini muncul sejak pertama kali saya kenal apa itu e-mail. Sampai saat ini pun diskusi itu belum usai. Apalagi ada titik temu. Sangat lucu dan lucu sekali. Wallahu alam.

Tak ayal lagi. Pembicaraan tentang sekolah gratis akhirnya juga muncul ketika diadakan pertemuan pengurus Dewan Pendidikan Kota Bekasi pada tanggal 4 Juli 2008. Dalam acara itu, Dewan Pendidikan Daerah Kota Bekasi (DPD Kota Bekasi) telah mengundang saya untuk menyampaikan topik khusus tentang proses pemilihan pengurus baru Dewan Pendidikan. Agenda pertemuan itu merupakan tahap awal dari seluruh rangkaian kegiatan pemilihan pengurus baru Dewan Pendidikan.

Setelah usai saya menyampaikan paparan tentang proses penyusunan pengurus baru DPD Kota Bekasi, acara tanya jawab pun dimulai. Dan ujung-ujungnya sampailah pembicaraan kepada masalah sekolah gratis ini. Sungguh! Pengurus DPD Kota Bekasi sangat antusias dalam membahasnya. Setahu saja, pihak pemerintah, baik pusat maupun daerah pun tidak pernah memberikan tanggapan atau penjelasan mengenai masalah ini.

Apa itu sekolah gratis?

Istilah ”sekolah gratis” hanya ada dalam ucapan dan kata-kata. Ucapan itu hanya muncul dari para pejabat, khususnya para calon gubernur, bupati atau walokota. Terus terang, istilah ”sekolah gratis” tidak pernah ada dalam ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. Tidak ada sepatah kata pun. Yang ada adalah adalah istilah PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA dalam UUD 1945 dan TANPA MEMUNGUT BIAYA dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Marilah kita kutip saja kedua azas legalitas tersebut.

Pasal 31 (2) dalam UUD 1945 hasil Amandemen menyebutkan bahwa:

”Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA”

Sementara Pasal 34 (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa:

”Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar TANPA MEMUNGUT BIAYA.”

Jadi, makna amanat tersebut sebenarnya memang sama dengan ”gratis”. Itu tidak dapat dipungkiri. Tidak ada silang pendapat mengenai masalah ini. Tetapi, biaya apa saja yang harus gratis? Itulah pentingnya penjabaran lebih lanjut dari UUD dan UU tersebut. Itulah perlunya PP yang akan mengatur lebih lanjut tentang pengertian lebih lanjut mengenai ”PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA” dan TANPA MEMUNGUT BIAYA”, termasuk apakah masyarakat sama sekali TIDAK BOLEH UNTUK BERAMAL?  Apakah ketentuan ini harus memaksa orang tidak boleh membuka pintu sorga baginya? Heee. Itu semua harus dijabarkan lebih lanjut melalui ketentuan yang lebih operasional.

Contoh dari negeri jiran

Negeri jiran dapat kita jadikan contoh. Malaysia telah meluncurkan kebijakan ”Sekolah Rendah Percuma”. Jangan dulu tertawa. Istilah ”percuma” itu maksudnya sama dengan ”gratis”. Contoh yang lebih terasa aneh? ”Pintu Kecemasan”, apa lagi itu? Pintu darurat. Itulah artinya. OK. Sekolah Rendah sama artinya dengan Sekolah Rakyat tempo dulu atau Sekolah Dasar saat ini. Kapan kebijakan Sekolah Rendah Percuma dilaksanakan? Konon kebijakan ini telah dilaksanakan sejak tahun 1960-an. Wow sudah lama sekali!!!  Tanpa acara pencanangan lagi!! Meski tanpa acara pencangan yang megah, kebijakan ini telah mampu memberikan akses yang demikian luas kepada anak usia Sekolah Rendah untuk menuntut pendidikan.

Mengapa gratis?

Mengapa harus gratis, atau PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA atau TANPA MEMUNGUT BIAYA? Alasannya sudah tentu karena program wajib belajar. Latar belakang utamanya adalah agar semua anak usia wajib belajar dapat memperoleh akses belajar. Akses pendidikan tidak boleh memandang latar belakang sosial, ekonomi, budaya, dan semua latar belakang lainnya. Semua anak usia 7 – 15 tahun harus dapat memperoleh pendidikan yang bermutu. Itulah jawabannya.

Apakah dengan demikian tidak ada satu celah pun yang diperbolehkan kalau ada orangtua siswa yang mau membantu sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikannya? Kondisinya sangat beragam. Pelaksanaan sekolah gratis di banyak daerah kabupaten/kota di Indonesia telah melahirkan respon yang berlebihan. Ada dinas pendidikan yang mengancam untuk mencopotnya. Ada juga Bawasda yang tidak mau bertanggung jawab. Bahkan ada yang akan mendatangkan KPK segala. Dengan demikian, kebijakan sekolah gratis mempunyai dampak yang luar biasa negatif, yakni membunuh peranserta masyarakat. Bahkan ada daerah yang telah mulai berfikir untuk membubarkan Komite Sekolah, karena mereka berpandangan Komite Sekolah sudah tidak diperlukan lagi.

Apakah dengan sekolah gratis dapat meningkatkan mutunya?

Sudah tentu ini harus diteliti lebih lanjut oleh perguruan tinggi, atau lembaga penelitian yang memiliki otoritas untuk melakukan penelitian. Pintu telah terbuka untuk ini. Namun demikian, secara empiris banyak pihak, termasuk Dewan Pendidikan yang telah mencoba  melakukan pengamatan tentang fenomena ini. Apakah apakah biaya pendidikan yang telah diberikan kepada sekolah melalui program sekolah gratis tersebut, yang sekolah sama sekali tidak boleh memungut uang dari orangtua siswa, sebenarnya telah dapat memenuhi kebutuhan sekolah? Inilah pertanyaan yang harus dijawab terlebih dahulu. Berapa satuan biaya yang sesungguhnya yang diperlukan untuk memenuhi biaya pendidikan sesuai dengan standar pembiayaan? Tulisan ini tidak akan membicarakan ini secara mendetail.

Ketidakjelasan mengenai hal tersebut ternyata telah menyebabkan beberapa sekolah yang mengeluh tentang kekuarangan biaya, misalnya untuk ”menyediakan minum teh” untuk kepala sekolah dan gurunya. Biaya yang diberikan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam rangka sekolah gratis tersebut ternyata tidak fleksibel untuk dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Keluhan semacam itulah yang muncul di arena tanya jawab yang muncul dalam pertemuan dengan Dewan Pendidikan dan Dinas Pendidikan.

Konsep yang belum jelas?

Berdasarkan uraian di atas, kemudian saya sampai kepada kesimpulan sebagai berikut.

Pertama, bahwa konsep sekolah gratis masih perlu dijabarkan secara lebih rinci dengan ketentuan perundah-undangan yang lebih operasional. PP tentang Wajib Belajar atau PP tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan sebenarnya harus dapat mewadahi pelaksanaan konsep ini. Apalagi jika dapat dijabarkan secara lebih rinci lagi dengan beberapa legislasi di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Provinsi dan kabupaten/kota sekarang ini masih juga mengalami kebingunan dalam membuat perda pendidikan. Mengapa? PP tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan belum juga terbit. Apa kapstoknya? Kata mereka.

Kedua, konsep sekolah gratis merupakan salah satu contoh dari konsep-konsep yang belum selesai, belum jelas, dan belum tuntas. Konsep ini masih membuat kebingunan bagi para pelaksana di lapangan, juga bagi masyarakat. Beberapa pertanyaan masih belum dapat dijawab secara pasti. Misalnya, (1) apakah biaya sekolah gratis itu hanya untuk memenuhi standar biaya minimal atau termasuk untuk peningkatan mutu pendidikan yang lebih optimal, (2) bagaimana dengan biaya untuk SBI (sekolah bertaraf internasional) dan sejenisnya, (3) apakah dengan konsep ini memang orangtua atau masyarakat sama sekali tidak boleh memberikan bantuan kepada sekolah?

Ketiga, tahun 2009 merupakan penghujung masa bakti pemerintahan SBY-JK, termasuk menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan. Harus dapat dipastikan agar pemerintah membuat laporan pertanggungjawaban tentang pelaksanaan bidang pendidikan selama masa baktinya. Laporan ini merupakan bentuk akuntabilitas nyata yang akan dijadikan bahan penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan di masa bakti berikutnya. Laporan Presiden tentang bidang pendidikan harus dibuat. Minimal laporan Mendiknas tentang bidang pendidikan, termasuk di dalamnya pelaksanaan amanat undang-undang tentang pendidikan, seperti PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA dalam UUD 1945 dan TANPA MEMUNGUT BIAYA dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Refleksi

Sungguh! Janji adalah hutang. Janji para pemimpin kepada rakyatnya juga hutang yang harus dipertanggungjawabkan. Hutang kepada Tuhan dan rakyat. Mudah-mudahan kita semua dapat mempertanggungjawabkan hutang-hutang itu, termasuk konsep sekolah gratis yang belum selesai. Mudah-mudahan pembahasan tentang konsep sekolah gratis ini adalah membicarakan ide-ide besar kemanusiaan di abad ke-21 ini. Wallahu alam bishawab.

*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.

Depok, 5 Juli 2008.

Related Articles

Tak ditemukan hasil apapun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts