ArtikelBudayaPendidikan

Laskar Pelangi, dari Kecerdasan Ganda Sampai dengan Cinta Pertama

310 views
1 Komentar

Oleh Suparlan *)

Jangan menangis, kekasihku… Janganlah menangis dan berbahagialah, karena kita diikat bersama dalam cinta. Hanya dengan cinta yang indah… kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan
(Kahlil Gibran)

Ibu mertua teman saya memang suka membaca. Sisa hidupnya seakan mau dimanfaatkan untuk membaca. Selain buku-buku agama, buku-buku novel dilahapnya habis dan habis. Ketika mengetahui ada buku tetralogi yang hebat karangan Andrea Harera, yang dibahas dalam acara Kick Andy, menantunya yang sangat baik hati segera membelikan keempat buku itu. Hebatnya, ketika teman saya pulang menjenguk sang ibu mertua, empat buku hampir tuntas dibacanya. Tidak hanya itu! Nenek tercinta dapat menceritakan secara detail isi buku-buku yang telah dibacanya. Salah satu judul buku yang sering diceritakan kepada menantunya adalah Laskar Pelangi. Dengan bangganya, nenek menjelaskan bahwa judul Laskar Pelangi diambil dari sepuluh siswa SD Muhammadiyah, sebuah sekolah marginal di sebuah pulau bernama Belitung (penulis lebih suka menulis dengan Belitong).

Kecerdasan Ganda

Proses pendidikan seharusnya dapat menemukan secara dini potensi dan kecerdasan anak. Menurut saya, ini pesan kuat yang dipaparkan dalam buku Laskar Pelangi. Dalam buku ini, anggota Laskar Pelangi masing-masing digambarkan memiliki tipe kecerdasan yang berbeda-beda. Potensi kecerdasan itu kelak akan menjadi kompetensi yang diperlukan untuk mendukung karir atau pekerjaan. Siswa yang bertubuh kurus bernama Lintang memiliki kecerdasan logis-matematis. Ketika Bu Mus mengajarkan matematika dengan satu cara untuk memecahkan masalah matematika, Lintang dengan cepat telah dapat menemukan tiga cara. Oleh karena itu, Lintang sering diberi tugas menjadi tutor bagi kawan-kawannya tentang mata pelajaran yang paling dibenci oleh kebanyakan siswa. Dalam bab berikutnya, diceritakan dengan apik bahwa Lintang menjadi kebanggaan seluruh warga sekolah Muhammadiyah, karena telah berhasil melahap habis pertanyaan juri lomba cerdas-cermat. Tim Sekolah Muhammadiyah telah merebut kejuaraan dalam lomba yang sangat bergengsi itu, mengalahkan tim dari Sekolah Gedong, Sekolah PN Timah.

Sementara Mahar, adalah salah satu mutiara kelas yang memiliki kecerdasan musik dan hal-hal yang berbau seni. “Kecerdasan seninya telah melahirkannya sebagai seniman serba bisa, seorang pelantun gurindam, sutradara teater, penulis yang berbakat, pelukis natural, koreografer, penyanyi, pendongeng yang ulung, dan pemain sitar yang fenomenal (halaman 140). Dalam bab lain, Mahar dilukiskan sebagai koreografer yang telah berhasil menjadikan tim Sekolah Muhammadiyah sebagai juara dalam kegiatan karnaval 17-an Agustus. Selama tiga puluh tahunan acara karnaval 17-an Agustus selalu dijuarai oleh Sekolah PN Timah. Marching Band yang menggelegar yang menjadi atraksi karnaval yang dikeluarkan oleh Sekolah PN Timah telah dipatahkan oleh kehebatan buah karya koreografi yang diciptakan Mahar, dengan tema gerak tari yang lincah dari Benua Afrika. Itulah peran Mahar yang memiliki kecerdasan dalam bidang seni. Buah karya seni Mahar telah melambungkan nama besar Sekolah Muhammadiyah yang semula hanya dikenal dengan gedung sekolah yang hampir roboh.

Sementara itu, Borek dan Kucai adalah sosok yang digambarkan telah berebut suara dalam proses pemilihan jabatan ketua kelas. Tampaknya, dia memiliki kecerdasan interpersonal, yang kelak ketika dewasa dapat melambungkan karirnya sebagai politisi.

Adapun anggota Laskar Pelangi yang, lain seperti Trapani, Syahdan, dan satu lagi A Kiong digambarkan memiliki kecerdasan kinestetik, dengan buah karyanya berupa handicraft. Sedang penulis sendiri, yang dikenal dengan Ikal, memiliki kecerdasan ganda antara bodily kinesthetic dan sekaligus dalam bidang bahasa (language). Singkat kata, potensi kecerdasan anggota Laskar Pelangi anak-anak SD Muhammadiyah, meski berasal dari keluarga yang termaljinalkan dalam bidang sosial-ekonomi, dengan sistem pendidikan yang sederhana pun dapat dikembangkan oleh kepala sekolah dan guru-gurunya yang penuh dedikasi dan komitmen yang tinggi.

Komplit

Gagasan sentralnya memang sebuah sekolah marginal dengan dedikasi yang maha tinggi dari kepala sekolah dan pendidiknya. Pak Harfan dan Bu Mus adalah dua sosok yang mewakili ketinggian dedikasi pegiat pendidikan. Dari dunia pendidikan, Laskar Pelangi telah menjelajahi berbagai ragam pesona kehidupan manusia, mulai dari sosial, ekonomi, kebudayaan, hankam, imtaq dan iptek, bahkan nuansa mistis dan dunia gaib. Komplit sudah.

Dalam bidang sosial-ekonomi, penulis telah melakukan kritik sosial tentang ketidakadilan dalam dunia pendidikan. Sekolah yang dikelola BUMN bernama PN Timah yang arogan dan tidak memiliki kepedulian terhadap anak-anak yang berada di luar gedong. Padahal seharusnya DUDI (dunia usaha dan dunia industri) harus memberikan CSR (corporate social responsibility) bagi masyarakat. Malaysia telah berhasil mengawinkan DUDI dengan perguruan tingginya. Semua Kolej Kediaman (asrama mahasiswa) di Universiti Utara Malaysia (UUM) telah dibangun oleh beberapa BUMN di Malaysia. Ada Kolej Kediaman Maybank, EON, Perwaja, Petronas, dan sebagainya. Sementara itu, BUMN di negeri kolam susu yang bernama Indonesia ini, belum sepenuhnya memiliki kesadaran tentang pentingnya usaha meningkatkan mutu pendidikan. Padahal, lulusan terbaik di negeri ini akan masuk menjadi pegawai mereka, yang akan menaikkan produktivitas perusahannya.

Dalam bidang sosial budaya, buku Laskar Pelangi telah mencoba memaparkan kondisi budaya masyarakat Pulau Belitung, yang ternyata masih belum responsif terhadap upaya  memelihara lingkungan hidup. Bahkan dalam buku ini telah menggambarkan kondisi satu suku yang bernama Sawang. Antropolog kemungkinan belum pernah menjelaskan suku yang satu ini. Yang sangat membuat terpesona, kekuatan buku ini dalam menjelaskan kontur gunung, lembah, sungai, dan jenis-jenis vauna dan floranya, termasuk nama-nama dalam Bahasa Latin, bak ahli botani dan zoologi.

Dalam bidang politik, pertahanan dan keamanan, buku ini juga telah menyentil perilaku wakil-wakil rakyat di negeri ini, yang bukan lagi menjadi rahasia umum lagi. Yang sangat menarik untuk ditulis kembali dalam artikel ini adalah acara untuk mengukur daya saing anak bangsa, berupa kegiatan lomba antar sekolah dan desah cinta pertama anak muda. Acara dua kegiatan lomba antarsekolah yang digambarkan dalam buku Laskar Pelangi itu telah membuat mata saya berkaca-kaca.

Yang Membuat Mata Berkaca-kaca

Ada dua episode cerita yang membuat mata saya berkaca-kaca. Pertama, acara Festival 17-an Agustus. Kedua, acara cerdas cermat antarsekolah. Ketika saya masih menjadi siswa di sekolah desa, acara Festival 17-an Agustusan ini memang menjadi salah satu kegiatan yang menarik. Anak-anak berpakaian daerah beraneka ragam. Diiringi bunyi drum band yang bertalu-talu. Peserta dari sekolah pavorit (kaya) dan sekolah yang termarjinalkan akan sangat berbeda secara mencolok. Gemerlap pakaian, gemerlap asesorisnya akan segera terlihat. Kalau ukurannya itu, maka pasti sekolah desa Muhammadiyah akan segera tersisihkan. Antagonis ini ternyata dapat dipatahkan oleh kehebatan Mahar yang memiliki kecerdasan seninya. Mahar telah menyulap potensi Sekolah Muhammadiyah yang miskin dengan menggunakan asesoris alami, rumbai-rumbai tali rafia, mahkota bulu ayam, bahkan kalung buah aren, yang secara tidak sengaja gatal yang ditimbulkannya telah membuat gerak tari suku Benua Afrika menjadi sangat semarak. Bunyi-bunyian puluhan tabla telah membuat atraksi garapan Mahar dari Sekolah Muhammadiyah ternyata dapat mengalahkan dentam bunyi drum band dari Sekolah PN Timah yang mewah, yang selama 30-an tahun tidak terkalahkan oleh sekolah mana pun.

Episod yang mencekam adalah loma cerdas-cermat antarsekolah. Sekolah PN Timah sudah pasti dipersiapkan dengan matang untuk menghadapi event yang membanggakan. Seperti event Olimpiade zaman sekarang, baik tingkat nasional maupun tingkat global, dengan medali emas, perak, dan perunggunya. Tim Sekolah Muhammadiyah memang tidak diperhitungkan sama sekali. Setiap tim terdiri atas tiga orang. Sekolah PN Timah mengirimkan tiga tim yang siap bertarung dalam acara itu. Sekolah Muhammadiyah hanya mengirimkan satu tim, terdiri atas Lintang, Ikal, dan Sahara. Lomba cerdas cermat itu menjadi ajang yang amat menegangkan. Bukan saja karena hadirnya sosok Drs. Zulfikar yang menjadi pendamping Tim Sekolah PN Timah. Drs. Zulfikar dikenal sebagai guru muda yang sangat terkenal kehebatannya dalam bidang sains, tetapi tentang pertanyaan besar apakah Tim Sekolah Muhammadiyah dapat ”berbunyi” dalam acara itu? Ternyata, Lintang menjadi sosok pembela harkat dan martabat sekolah pinggiran ini. Semua pertanyaan yang dibacakan oleh juri dibabat habis oleh Lintang. Hasilnya dapat dibaca. Sekolah Muhammadiyah menjadi pemenangnya. Subhanallah, subhanallah, demikian bisik Bu Mus yang telapak tangannya menjadi panas dingin ketika mengikuti acara lomba itu. Mataku berkaca-kaca sejak Lintang membunyikan bel untuk menjawab dengan pasti pada pertanyaan pertama.

Cinta Pertama

Soal cinta si Ikal dengan A Ling memang sangat mendebarkan, ketika si Ikal hampir putus asa menunggu janji pertemuan di depan Kelenteng saat acara sembahyang rebutan. Pukul 04.00 (maksudnya pukul 16.00) janji telah disepakati. Sampai dengan pukul 16.02 sang pujaan hati tidak muncul-muncul. Dengan hitungan ke-60, A Ling tidak juga datang. Kesimpulannya ”ia ingkar” (halaman 268). Coba bayangkan bagaimana rasa seorang pria yang jatuh cinta sedang menunggu kedatangan si pujaan hati.

”Aku berada di puncak kegelisahan. Tanganku dingin, jantungku berdetak makin cepat. Suara kumbang-kumbang semakin riuh merubung aku. …” Demikianlah gambaran puncak kegelisahan itu. Sikap dan keputusan pun harus segera diambil. Pedal sepeda segera akan dikayuh untuk segera meninggalkan neraka itu. Tiba-tiba dari belakang si pujaan hati datang dari belakang, dengan berucap “Siapa namamu?” Ini adalah episode cinta yang sangat mendebarkan, yang telah dicitra begitu apik.

Akhir Kata

Saya telah menamatkan buku Laskar Pelangi dengan puas. Sama dengan nenek teman saya yang bahkan telah menamatkan trilogi karya agung terebut. Saya bangga, karya ini juga telah dibaca di manca negara, termasuk negara jiran Malaysia. Cikal bakal kemelayuan Malaysia sesungguhnya berasal dari tanah Riau dan kepulauannya, termasuk Bangka dan Belitung. Ini menjadi salah satu buktinya. Dari tanah Belitung telah lahir penulis muda yang telah berhasil menghasilkan karya sastra yang sangat fenomenal. Suku kata terakhir ini saya pinjam dari buku itu, karena beberapa kata itu diungkapkan penulis. Fenomenal. Inikah cita-cita sesungguhnya penulis? Hanya Tuhanlah Yang Maha Tahu.

*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.

Depok, 28 Februari 2008

Related Articles

Tak ditemukan hasil apapun.

1 Komentar. Leave new

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts