ArtikelBudaya

Sepuluh Unsur Karakter Utama Menurut Orang Yunani

452 views
Tidak ada komentar

Oleh Suparlan *)

Character education is not a quick-fix program; it is a part of school life. The question becomes who is responsible for reinforcing age-old qualities of character? Obviously there is no single panacea; however, in the “ideal world”, families, schools, and communities would work in harmony to teach young people the positive character traits that would reduce violence in our society
(Donna R. Anderson, Journal of Instructional Psychology, September, 2000)

Effective teachers and schools must extend the incorporation of character education beyond the classroom and into the community. A firm foundation will be established if schools, families, community organizations, and other agencies work together for an integrated approach to character education
(Donna R. Anderson, Journal of Instructional Psychology, September, 2000)

Tulisan singkat ini dipetik dan disarikan dari artikel Sanford N. McDonnell bertajuk “Character is Destiny” atau “Karakter adalah Takdir”. Mengingat pentingnya pendidikan karakter, yang sekarang ini sedang menjadi salah satu primadona kebijakan pendidikan di Indonesia, maka ada baiknya jika kita dapat mempelajari sepuluh kebajikan utama (cardinal virtues) menurut orang Yunani sebagai berikut.

Pertama, orang Yunani percaya bahwa kebijaksanaan (wisdom) merupakan ibu dari semua kebajikan yang harus dimiliki oleh semua orang. Orang Yunani menyebut kebijaksanaan sebagai satu bentuk perilaku “kehati-hatian” (prudence) ketika kita akan  mengambil keputusan. Dalam menentukan keputusan, kita tidak boleh sembrono, tidak sembarangan. Sebaliknya, dalam menentukan keputusan, kita harus melakukannya dengan penuh pertimbangan untuk kepentingan bagi semua pihak.

Kedua, orang Yunani juga percaya bahwa keadilan (justice) merupakan kebajikan yang diperlukan untuk dapat menghormati hak semua orang, termasuk hak dan harga diri kita sendiri, penghargaan terhadap hak dan martabat bagi kita sendiri. Keadilan, menurut orang Yunani, mencakup kebajikan interpersonal untuk menjaga hubungan baik antara diri kita dengan orang lain, yaitu kejujuran, rasa hormat, tanggung jawab, dan toleransi.

Ketiga, adalah ketabahan (fortitude). Kebajikan ini, pada umumnya telah banyak kita lupakan. Padalah, ketabahan adalah ketangguhan batin yang memungkinkan kita dapat mengatasi masalah yang kita hadapi, menahan diri dari kesulitan, ketidaknyamanan, bahkan juga dari kemungkinan kegagalan atau kekalahan yang kita alami. Ketabahan ini erat kaitannya dengan kesabaran dalam menghadapi semua masalah dalam kehidupan. Namun demikian, ketabahan dan kesabaran bukan berarti menyerah kalah terhadap masalah, tetapi berusaha untuk memecahkannya.

Keempat, adalah pengendalian diri (self-control). Kontrol diri atau sering kita buat akronim “kodir” adalah kemampuan untuk mengatur diri kita sendiri. Hal ini memungkinkan kita dapat mengendalikan amarah, mengatur nafsu bahkan nafsu seksual, menahan godaan, dan menunda kepuasan untuk mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Pengendalian diri merupakan kemampuan untuk melaksanakan sesuatu dengan perencanaan yang matang, agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.

Kelima, adalah kasih (love). Kasih adalah kerelaan diri untuk berkorban demi orang lain. Unsur-unsur penting dalam kebajikan kasih ini antara lain adalah empati, belas kasih, kebaikan, kemurahan hati, layanan, kepatuhan atau loyalitas, patriotisme, dan kepemaafan, yang semuanya menjadi keutamaan dari kasih atau cinta. Cinta kasih tanpa pamrih tidak mengharapkan balasan. Adakah kekuatan yang paling utama di alam semesta ini, jika bukan kasih?

Keenam, adalah sikap positif (positive attitude). Jika kita memiliki sikap negatif dalam kehidupan ini, maka kita seperti memiliki beban yang berat bagi diri dan orang lain. Betapa tidak! Karena orang lain dianggap akan selalu mencelakakan diri kita. Oleh karena itu, beban berat yang berasal dari sikap negatif itu akan merugikan diri sendiri dan orang lain juga.

Unsur karakter utama yang ketujuh adalah kerja keras (hard work). Kerja keras merupakan unsur karakter utama yang tidak dapat digantikan dengan unsur yang lain. Tidak ada orang yang berhasil dalam kehidupan ini tanpa kerja keras, karena tidak keberhasilan yang tiba-tiba turun dari langit. Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, jika kaum itu tidak mengubahnya sendiri, dengan kerja keras. Unsur karakter kerja keras meliputi inisiatif, ketekunan, penetapan tujuan yang benar, sumber-sumber daya yang cukup.

Unsur karakter utama kedelapan adalah integritas (integrity). Integritas adalah teguh dalam mengikuti prinsip moral yang dipegangnya, menjaga kata yang sama dengan perbuatan, dan teguh terhadap pendirian yang telah dipercayai, dan mengatakan kebenaran kepada orang lain. Bentuk yang paling berbahaya dalam kehidupan ini adalah menipu diri sendiri dan menipu orang lain; dan ini tidak terjadi bagi orang yang memiliki integritas.

Unsur karakter utama kesembilan adalah syukur (gratitude). Rasa syukur sering digambarkan sebagai rahasia hidup bahagia. Rasa syukur adalah berhenti mengeluh tentang semua kelemahan, kekurangan, dan mulai berterima kasih terhadap semua apa yang telah dimiliki selama ini. Bahkan rasa syukur ini juga bukan hanya terhadap semua yang dimiliki, tetapi juga terhadap semua kekuarangan kita.

Kesepuluh, adalah kerendahan hati (humility). Unsur karakter kerendahan hati dapat dianggap sebagai dasar dari kesepuluh unsur karakter utama tersebut. Rendah hati sama sekali tidak sama dengan rendah diri. Kerendahan hati diperlukan untuk memperoleh kebajikan yang lain karena telah membuat kita sadar akan ketidaksempurnaan kita dalam upaya untuk menjadi yang terbaik. Kerendahan hati juga memungkinkan kita untuk dapat mengambil tanggung jawab, untuk tidak saling menyalahkan jika terjadi kelemahan, serta untuk secara terbuka meminta maaf jika ternyata memang telah terjadi kesalahan.

Akhir kata, pertanyaan pertama adalah ”sudahkah kita memahami kesepuluh unsur karakter utama tersebut?”. Kemudian, pertanyaan kedua dan selanjutnya adalah ”sudahkan kita memilikinya, mencintainya, dan kemudian telah berusaha untuk menerapkannya dalam kehidupan kita? Sudah barang tentu, jawabannya ada dalam diri kita masing-masing.

*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.

Jakarta, 21 Oktober 2010.

Related Articles

Tak ditemukan hasil apapun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts

Artikel

Selamat Hari Ibu

 Selamat Hari Ibu; Semoga Para Ibu Menjadi Ibu Bangsa yang Dapat Mendidik Anak-anak Bangsa Menjadi Generasi Bangsa yang…