Artikel

Beberapa Catatan Kecil dari Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Al Mujahidin

195 views
Tidak ada komentar

Oleh Suparlan*)

Pecahkan masalah dengan musyawarah dan istiharah
(Pesan dari Pondok Modern Gontor Ponorogo)

Celakalah, azablah untuk tiap-tiap orang pengumpat dan pencela. Yang menumpuk-numpuk harta benda dan menghitung-hitungnya
(QS Al Humazah 1-4)

Pada tanggal 20 dan 21 Maret 2008 beberapa hari yang lalu, Masjid Jami’ Al Mujahidin di Kompleks Perumahan Taman Depok Permai, Kota Depok, telah berhasil melangsungkan satu acara yang cukup meriah, yakni acara Maulid Nabi Muhammad SAW. Peringatan Maulid Nabi pada tahun ini memang terasa adanya kemajuan yang cukup berarti, yaitu peresmian Pos Pelayanan Kesehatan Cuma-Cuma dan BAZIS (Badan Amil Zakat, Infak, dan Sodaqoh). Kedua institusi di bawah DKM tersebut diharapkan akan dapat saling menunjang. Pendirian BAZIS tersebut diharapkan akan dapat mendukung pelaksanaan Pos Pelayanan Kesehatan Cuma-Cuma itu. Dengan acara ini, pengurus Dewan Kesejahteraan Masjif (DKM) Masjid Al Mujahidin mencoba untuk tidak terjebak dengan acara-acara yang ritual semata-mata, tetapi ingin mengembangkan sayapnya dalam acara sosial.

Tulisan singkat ini diharapkan dapat menjadi bahan refleksi, tidak saja bagi para pengurus yang saya termasuk di dalamnya, tetapi juga bagi para jamaah yang sangat beragam di kompleks ini. Bahkan mungkin juga bagi semua warga masyarakat di kompleks perumahan ini. Kita harus menyadari bahwa warga masyarakat di kompleks ini juga termasuk masyarakat yang flural, dan sedikit banyak juga mengetahui dan mendengar pelaksanaan acara tersebut .

Antara Peresmian dan Pelaksanaannya

Acara peresmian terbentuknya dua institusi di bawah DKM itu boleh dikatakan memang sudah berhasil. Namun demikian, acara seremonial peresmian dua institusi itu tidaklah hanya akan berhenti sampai di situ saja. Ada pomeo dalam masyarakat yang menyatakan bahwa “membuat itu lebih mudah daripada memeliharanya”. Itu benar sekali, karena memelihara apa yang telah dibuat memerlukan proses pelaksanaan kegiatan yang jauh lebih panjang, memerlukan konsekuensi dan konsistensi dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Tidak mustahil peresmian dua institusi tersebut akan mandeg sampai pada tingkat peresmian saja, karena pelaksanaannya tidak dapat diwujudkan karena berbagai sebab dan alas an. Itulah sebabnya maka semua pengurus DKM harus menyadari sepenuhnya bahwa proses pelaksanaan kedua institusi tersebut jauh akan lebih berat dibandingkan dengan proses peresmiaannya. Setiap program dan kegiatan yang dirasakan besar manfaatnya bagi masyarakat, sudah barang tentu akan didukung oleh seluruh warga masyarakat. Namun, beberapa hal yang biasanya akan dinilai oleh warga masyarakat.

Pertama, aspek manfaat program dan kegiatan tersebut. Kedua, aspek transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan program dan kegiatan tersebut. Kita semua berharap agar kepercayaan warga masyarakat dapat tumbuh dan dapat terus dipelihara.

Ceramah Maulid dan Motto Pondok Modern Gontor Ponorogo

Terus terang saya harus menyatakan bahwa dari beberapa ceramah yang pernah saya ikuti di masjid ini, baru kali ini saya merasa kecewa berat terhadap isi ceramah. Mungkin pendapat saya ini akan berbeda pendapat dengan kebanyakan warga. Karena terus terang saya melihat banyak orang juga pada ketawa dan berteriak menjawab pertanyaan oratoris dari sang penceramah. Namun, dalam tulisan ini saya juga harus menyatakan bahwa ada juga warga yang ternyata juga sependapat dengan saya.

Terus terang, saya sama sekali tidak punya maksud membuat kontroversi. Sama sekali saya tidak bermaksud membuat masyarakat terpecah belah, atau bahkan saling membenci satu dengan yang lain. Saya hanya ingin membuka wawasan masyarakat agar tidak berpandangan sempit dalam hal ini. Saya justru ingin mencoba menjelaskan pentingnya masyarakat memahami pentingnya motto Pondok Modern Gontor Ponorogo: (1) berbudi pekerti luhur (noble character), berbadan sehat (sound of body), (3) berpengetahuan yang luas (broad knowledge) dan (4) berfikir bebas (independent of mind). Apakah saya pernah mondok di sini. Terus terang belum. Saya hanya pernah berkunjung ke pondok yang begitu besar itu. Motto itu saya kutip dari papan lebar di depan masjid Pondok. Alangkah indahnya kalau warga masyarakat di kompleks perumahan ini, khususnya jamaah masjid, jika dapat menerapkan motto pondok itu dalam kehidupan sehari-hari.

Memang, tidak seluruh isi ceramah dalam peringatan Maulid Nabi saat itu bernilai negatif. Beberapa hal yang sangat saya acungi jempol adalah sebagai berikut. Pertama, ajakan untuk tidak merokok di dalam masjid, agar jangan kita samakan masjid dengan kamar kecil. Kedua, ajakan untuk menghormati dan memberikan salawat kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW. Hakikat kahadiran Muhammad SAW di muka bumi kita adalah untuk menyempurnakan akhlak.

Adapun beberapa isi ceramah yang saya nilai kurang proporsional untuk diucapkan dalam sebuah ceramah yang telah dihadiri oleh jamaah yang bersifat heterogen. Di samping itu, ceramah itu didengarkan juga oleh masyarakat luas. Beberapa hal kurang proporsional dalam ceramah itu antara lain adalah sebagai berikut:

Pertama, banyak pernyataan yang sering diulang yang sifatnya ”pornografis”. Sementara yang hadir dalam acara itu bukan hanya orang usia dewasa, tetapi juga anak-anak. Bahkan pada awal ceramahnya juga dikemukakan hal-hal yang tidak responsif gender. Ucapan tentang “memijit barang yang lemas menjadi ….” seharusnya tidaklah terlalu penting untuk dikemukakan dalam acara yang kita nilai terhormat ini. Suara “ger-geran” memang sempat terdengar luas. Tetapi apakah itu yang kita harapkan dari ceramah ini? Ceramah ini sama sekali bukanlah acara lawakan.

Kedua, sering diucapkan ungkapan yang bersifat hujatan kepada golongan yang tidak menyetujui adanya peringatan maulid Nabi. Hujatan ”kambing kudis” berulang kali diucapkan, yang seharusnya tidak keluar dari seorang penceramah. Terus terang saya malu bukan kepada jamaah, tetapi kepada para warga yang beragama lain yang saya kira juga ikut mendengarkan ceramah itu. Padahal Al Quran menyatakan ”celakalah dan azablah untuk tiap-tiap orang pengumpat dan pencela” (Al Humazah).

Ketiga, ceramah itu lebih menonjolkan hal-hal yang bersifat khilafiah. Padahal kita harus mengetahui bahwa masalah khilafiah ini justru hanya akan menimbulkan perdebatan dan pertentangan sesama umat. Kalangan yang tidak melakukan peringatan Maulid Nabi mempunyai alasan yang kuat, karena tidak adanya nash atau perintah dari Al Quran dan Sunnah. Kalangan ini tidak mau melakukannya karena takut melakukan perbuatan bid’ah. Namun demikian, pada saat ini banyak kalangan yang telah berfikir moderat dan tidak terlalu kaku, dan telah dapat menerima peringatan Maulid Nabi, jika peringatan itu tidak lebih sebagai tradisi kreatif dan dinamis untuk merefleksikan perjuangan Nabi Muhammad SAW (Joko Riyanto, Sindo, 21 Maret 2008). Kita semua harus mencari kesamaan bahwa peringatan Maulid Nabi sama sekali tidak sama dengan peringatan natal yang isinya untuk mengkultuskan dan apalagi menganggap Nabi Isa AS sebagai anak Tuhan, sebagaimana tradisi natal bagi umat Nasrani. Terus terang, secara pribadi saya sama sekali tidak menentang peringatan Nabi Muhammad SAW, sepanjang peringatan itu dipandang sebagai tradiri kreatif dan dinamis, bukan sebagai acara ritual sebagaimana peringatan natal bagi umat Nasrani.

Keempat, isi ceramah kurang kontekstual. Hanya menyinggung sedikit soal pentingnya memenetuk pos kesehatan cuma-cuma, tetapi tidak mengupas lebih lanjut tentang nasib umat dewasa ini telah didera masalah kemiskinan.

Kelima, terdapat ungkapan yang sedikit bernada riya’. Dikatakan bahwa yayasan milik penceramah akan membeli tanah seharga tujuh milyar, tetapi kemudian dilanjutkan dengan mengedarkan kantong amal. Hal ini sebenarnya tidak perlu dilakukan dalam acara ceramah. Akan lebih baik jika terdapat proposal yang jelas, agar secara transparan jamaah dapat memahami pentingnya proyek yang akan dikerjakan oleh yayasan ini. Cara pengumpulan dana ini tak lebih dari cara-cara pencarian dana di jalan-jalan yang menurut saya justru dapat menurunkan derajat dan martabat umat.

Refleksi

Terus terang, saya terpaksa menulis catatan kecil ini dan memasukkan ke dalam website saya dengan harapan sebagai bahan diskusi untuk membuka wawasan umat tentang hakikat sebenarnya peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Kita harus memahami bahwa sejarah peringatan Nabi Muhammad pertama kali mulai diadakan pada masa pemerintahan Shalahuddin Al Ayyubi, dengan tujuan utama untuk melakukan revitalisasi semangat umat untuk menegakkan ajaran Islam. Oleh karena itu, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW harus kita posisikan sebagai tradisi kreatif dan dinamis agar umat dapat lebih memahami ajaran Nabi Muhammad SAW dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Tanggapan terhadap tulisan ini dapat diteruskan kepada saya secara langsung atau melalui website. Yang benar hanyalah berasal dari Allah SWT, yang salah adalah dari saya sendiri, karena kepicikan pengetahuan yang saya pribadi. Wallahu ’alam bishawab.

*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.

Depok, 22 Maret 2008

Related Articles

Tak ditemukan hasil apapun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts