Oleh: Suparlan *
Alhamdulillah. Dua orang dokter spesialis telah menjadi mentor dalam perjalanan saya dan keluarga dari Jakarta-Surabaya. Pertama adalah Dr. Sardjono Utomo, SpRad. Kedua adalah Dr. M. Mur Azis, Sp.PD. Mohon maaf singkatan ini Spesialis Penyakit Dalam. Bukan Sarjana Pendidikan (S.Pd.) (Lihat Ejaan Yang Disempurnakan).
Perjalanan keluarga dari Jakarta-Surabaya, 17 – 25 Desember 2015. Naik kereta api dari Stasiun Gambir Jakarta ke stasiun Pasar Turi Surabaya. Bahkan pulangnya juga dengan arah yang berlawanan, dari Pasar Turi ke Gambir. Kenangan lama naik kereta api ini berbeda 180 derajat dibandingkan dengan naik Kereta Api Mutiara Selatan pada tahun 1982. Pada waktu itu pertama kali saya mengenal alat transportasi kereta api. Saat itu saya harus menggelar koran lusuh sebagai alas tidur di kereta api di antara tempat duduk yang berjeja-jejal dalam kereta api.
Koran lusuh ini telah memberi kenangan tersendiri. Karena saat itu saya memperoleh panggilan dari Bapak Amir Machmud, Menteri Dalam Negeri, untuk menerima hadiah sebagai juara pertama dalam lomba karya tulis Korpri tingkat nasional.[1] Alhamdulillah dan Alhamdulillah. Sampai akhirnya dapat berjumpa dua orang dokter yang saya pandang menjadi mentor. Apa itu mentor? Guru pribadi. Jika tidak pernah berdiskusi dengan kedua dokter spesialis ini. Boleh jadi saya tidak akan pernah dapat mengingat kembali kenangan masa lalu itu. Jika seandainya Allah Swt. tidak mempertamukan dengan kedua orang dokter yang luar biasa ini. Tentulah tulisan singkat ini tidak akan dapat menjadi media untuk meluahkan rasa terima kasih kepada beliau berdua.
Sardjono Utomo
Saya juga baru tahu beliau ternyata telah menyandang gelar sebagai dokter spesialis. Puluhan tahun lalu saya mengenal beliau sebagai menantu Bapak M. Rasjid di asrama Jalan Panglima Sudirman Pamekasan Madura. Anak saya Arif Hidayat sering memanggil mertua beliau dengan Mbah Rasjid. Maaf, saya ternyata tidak akan cukup ruang untuk menjelaskan kenangan dengan Mbah Rasjid ini. Yang jelas, Sardjono Utomi saya kenal sebagai seorang dokter muda yang ngganteng, menantu Mbah Rasjid itu. Allah jualah yang mempertemukan dengan beliau saat saya pergi ke rumah Almarhum Ibu Mertua saya di Jalan Amin Jakfar Pamekasan. Shalat Subuh di Masjid Taqwa Pemekasan telah mempertemukan kami berdua. Rumah Ibu Mertua dan rumah beliau bertetangga dengan masjid Taqwa. Saya pernah mengajar di SPG Muhammadiyag dan juga menjadi kepala sekolah SMA Muhammadiyah di Kompleks Masjid Taqwa. Habis salam kami berjumpa dan saling menyapa dengan dikter spesialis Radiologi ini. Akhirnya saya mampirlah ke rumah Pak Dokter ini. Tidak lama, karena saya tahu banyak pasien yang menunggunya. Saya pun juga harus bersiap-siap untuk meneruskan perjalanan ke kampung halaman, Trenggalek, untuk menjenguk Ibu tercinta di Desa Tawing, Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek. Singkat kata, sambil minum teh yang hangat, Dokter Sardjono Utomo bercerita tentang keempat putra dan putrinya. Beliau memberikan kebebasan kepada putra-putri beliau untuk memilih jurusan dalam kuliahnya. Putrinya yang cantik ternyata tidak menjadi dokter seperti ayahnya, tapi memilih mengurus manajemen rumah sakit dan apotek milik beliau. Bukan satu hal yang kebetulan, karena pelajaran yang sangat berharga untuk diri saya sendiri dan para pembaca. Kita perlu memberikan kebebasan untuk memilih sekolah atau universitas bagi anak-anak seseuai dengan bakat dan kecerdasannya. Kembali saya ingat pesan UNESCO tentang empat pilar belajar: (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to be, dan (4) learning to live to gather. Belajar menjadi dirinya sendiri, seperti putra putri Pak Dokter Sardjono Utomo. Bukan belajar menjadi apa yang dimaui oleh orang tuanya. Cerita ini didukung oleh cerita berikutnya, ada seorang pasien yang selalu konsultasi dengan Pak Dokter Sardjono Utomo. Pasien ini selalu merasa sakit yang luar biasa ketika menghadapi tahun ajaran baru. Badan dan tangannya tidak bisa digerakkan untuk berdiri dan menulis di papan tulis di depan kelas. Setelah pasien ini konsultasi cukup lama, ternyata pasien itu disimpulkan oleh Dikter Sardjono bahwa pasiennya mengidap penyakit trauma psikologis. Ceritanya, pasien ini sebenarnya tidak ingin menjadi guru, tetapi orang tuanya memaksanya mengambil kuliah dalam jurusan keguruan dan pendidikan. Keseimpulannya, pemaksaan apa pun akan berakibat fatal terjadinya penyakit yang berkepanjanganan. Kembali kepada empat pilar pembelajaran menurut UNESCO, learning to be atau belajar untuk menjadi dirinya sendiri ternyata menjadi pilar yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Alhamdulillah. Pengalaman otentik Dokter Sardjono Utomi ini patut menjadi pelajaran kita semua, khususnya untuk penggiat dunia pendidikan.
M. Nur Aziz
Kembali, Allah jualah yang mempertemukan saya dan istri saya dengan dokter penyakit dalam ini. Alhamdulillah. Kebetulan beliau bersama istri dan empat putra-putri beliau duduk berdekatan dengan tempat duduk di kereta api Gerbong Ke-5. Keempat putra-putri beliau aktif bermain-main. Saling dorong, saling colek, saling mencari tempat duduk yang paling disenangi. Saya senang mengamati tingkah laku anak-anak yang masih lugu itu. Saya lihat Pak M. Nur Aziz membuka laptopnya. Saya sendiri tidak bawa mainan yang satu ingi. Saya jadi agak linglung karena tidak bawa laptop, karena tidak bisa merekam peristiwa yang saya alami dengan menulislannya. Saya tanya “sibuk pak.” “Hanya buka-buka tulisan dari web. Tentu saja tentang “perginjalan.” Akhirnya saya tahu bahwa beliau sedang menempuh studi spesialis ginjal. Akhirnya kami berdiskusi tentang berbagai hal. Tentang pendidikan, kesehatan, dan bahkan tentang kehidupan beragama. Dokter ahli ginjal ini tertarik tentang teori kecerdasan ganda (dual brain development)[2]. Saya menebak kecerdasan putri pertama beliau. Dengan melihat kedua tangan putrinya, saya kemudian menebak “oh bukan matematika” dan putra ketiga beliau tenyata juga “non-mathematic.” Saya jelaskan kepada beliau tentang teori tersebut. Beliau mengiyakan tebakan saya bahwa putri pertama beliau memang lebih suka bahasa. Beliau melihatnya dengan kaca mata agama. Allah menciptakan manusia beraneka ragam. Belau menyetujui perlunya talent scouting untuk mengetahui bakat dan potensi peserta didik. Saya menambahkan bahwa konsep SIFIN untuk menyetahui secara dini kecerdasan anak sejak masuk TK. Dengan melihat finger print analysis, orang tua dan guru dapat mengarahkan peserta didik untuk meneruskan sekolahnya sesuai dengan bakat dan potensinya. Beliau pun sepakat dengan saya bahwa tidak perlu memaksakan kepada anak-anak menurut kehendak orang tuanya. Itu tidak sesuai dengan konsep pendidikan menurut Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantoro dan Paulo Fereire (tokoh pendidikan Brazil) tentang Pendidikan Pembebasan.
*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com.
Depok, 25 Desember 2015.
[1] Suparlan, Korpri Dua Puluh Tahun Lalu, www.suparlan.com.
[2] Suparlan, Menebak Kecerdasan, www.suparlan.com, 10 Oktober 2015.
2 Komentar. Leave new
ILMU LADUNI ITU APA YA? Yang penting bukan Ilmu Teror saja. Ya Allah, lindungilah kami anak-anak bangsa ini menjadi menusia seutuhnya. Bukan manusia yang suka ngebom orang lain. Membunuh seorang sama dengan membunuh satu manusia, tapi membunuh wanita dan anak wanita sama dengan membunuh semua umat manusia. Audzubilahimindzakik. Salam.
Membaca artikel Pak Parlan tentang pengalaman perjalanannya bersama dua orang dokter spesialis di atas, ada tulisan saya juga terkait seorang dokter, oleh karena saya senang mengapresiasi mereka yang berprestasi.
Dokter yang satu ini tidak melakukan praktik sebagaimana lazimnya dokter bidang kesehatan sebagaimana yang Pak Parlan ceritakan di atas, namun lebih banyak menulis buku dan melakukan pelatihan/penelitian bidang kedokteran dan kesehatan. Buku yang ditulisnya pun berkaitan dengan ilmu statistika yang diperoleh secara autodidak — bukan ilmu yang digelutinya selama masa perkuliahan.
ILMU LADUNI: istilah ini tidak ditemukan dalam KBBI misalnya, namun menurut Google diperoleh kabar bahwa ilmu laduni/ilmu mauhub adalah segala pengetahuan, satu ilmu untuk mendapatkan segala ilmu spiritual langsung dari Tuhan. Juga ada yang mengartikan merupakan salah satu ilmu yang harus dimilki oleh orang yang ingin menjadi ahli tafsir Alquran. Tampaknya, oleh karena dr. MSD, M.Epid. (dalam tulisan ini) tidak secara khusus belajar/kuliah ilmu statistika, namun telah menulis puluhan buku statistika kedokteran dan kesehatan secara autodidak yang dipublikasikan luas (www.bukusopiyudin.com), mungkin bisa dikategorikan sebagai ‘ilmu laduni’. Bagaimana pendapat Anda? Barakallah …
ILMU ‘LADUNI’ PUTRA GURU SD*)
Karya Dadang Adnan Dahlan
Anak ketujuh delapan bersaudara
Adik kakak keluarga sarjana
Orangtua Hajjah Yuyu** – Haji Dahlan
Guru SD (di) ‘plosok Garut — tanah Pasundan
Lulus bangku SMA Negeri Tiga
Bandung juara sekolah ternama
Fakultas Kedokteran di depan mata
Universitas Indonesia Jakarta
Sejatinya praktik profesi dokter
Utamakan menulis buku statistik
Penelitian kedokteran, kesehatan
Ilmu laduni anugerah autodidak
>> Muhamad Sopiyudin Dahlan trah guru
>> Temukan metode unik MSD
>> Gerbang paham epidemiologi
>> Biostatistik, metodologi penelitian
>> Rintisan awal dua ribu empat-an
>> Muhamad Sopiyudin Dahlan putra guru
>> Patenkan metode unik MSD
>> Multiaksial Sopiyudin Dahlan
>> Multiaksial Statistik Diagnosis
>> MSD: Mudah, Simpel, namun men-Dalam …!
Jatinangor, 9 Desember 2015 (Pilkada Serentak 2015)
*) SEPULUH tulisan terkait:
– Gito Rollies dan Budi Pekerti Luhur
– Pramuwisma Yudisium Cum Laude (Darwati Untag Semarang)
– Anak Pemulung Torehkan Mimpi (Soni Budiyanto Undip Semarang)
– Optimis tak Larut dalam Sepi (Slamet Suryantoro SMPN 2 Sewon Bantul Yogya/Tunanetra))
– Putri Buruh Tani Rekor Wisuda Tercepat (Devi Triasari UNS Solo)
– Orang Miskin tak Dilarang Sukses (Raeni Unnes Semarang)
– Bani Ilut Madsukri (Kersamanah Garut)
– Jawa Tengah: Tradisi Juara Umum OSN
– Hari Dongeng Nasional (Drs. Suyadi – Pak Raden)
– LAZNas Karyawan Muslim Chevron Indonesia
**) ALLAAHUMMAGHFIRLAHU WARHAMHU WA’AFIHI WA’FU ‘ANHU …