ArtikelPendidikan

Mendidik dan Mengajar dengan Cinta

396 views
Tidak ada komentar

Oleh Baedhowi *) dan Suparlan * *)

Guru yang baik akan memperlakukan siswanya seperti anaknya sendiri. Dia akan menjawab semua pertanyaan meskipun pertanyaan bodoh.
(Fatmoumata [11 tahun] dari Chad).

Guru yang baik ialah yang menganggap semua muridnya sebagai anak-anaknya sendiri, yang setiap hari akan mendapat curahan kasih sayangnya. Guru yang baik ialah yang memberikan masa depan cemerlang dengan membekali anak didiknya dengan visi yang tajam dan ilmu yang menjanjikan. Guru yang demikian adalah guru yang berjasa meskipun tanpa diberi tanda jasa. Guru yang demikian substansinya adalah pahlawan.
(D. Zawawi Imron)

Honesty is the first chapter in the book of wisdom.
Kejujuran adalah bab pertama dalam buku kebijaksanaan.
(Thomas Jefferson)

Guru merupakan faktor utama dalam proses pendidikan dan pengajaran. Ada beberapa faktor lain yang juga berpengaruh dalam proses tersebut, yakni siswa, dan kurikulum. Selain itu ada faktor penunjang yang kini dipandang juga sangat fital keberadaannya, yakni fasilitas pendidikan. Dalam hal ini, perlu diakui bahwa pada masa lalu, sebelum dunia mengalami perkembangan teknologi yang maha dahsyat, proses pendidikan dapat dilakukan hanya di bawah pohon.

Mendidik sering dimaknai sama dengan mengajar. Sebenarnya, makna mendidik lebih luas maknanya dibandingkan dengan mengajar. Mendidik dapat dilakukan dengan cara mengajar. Tetapi mengajar di dalam kelas, sebagai misal, tidak selalu sebagai proses untuk mendidik. Memang, mendidik dan mengajar sering dimaknai secara tumpang tindih. Seorang guru mengajar di dalam kelas dengan maksud untuk mendidik peserta didik. Lebih dari itu, tingkah laku guru akan menjadi faktor yang penting dalam proses pendidikan, karena tingkah laku guru akan menjadi suri teladan bagi murid-muridnya. Pepatah petitih masa lalu “guru kencing berdiri, murid kencing barlari” sangat tepat untuk menggambarkan tentang proses pendidikan dengan suri keteladanan ini. Bahkan kini pepatah petitih itu dipelesetkan menjadi “guru kencing berdiri, murid mengencingi gurunya”. Audzubillah.

Pendidikan memiliki tiga proses yang saling kait mengait dan saling pengaruh mempengaruhi satu dengan yang lain. Pertama, sebagai proses pembentukan kebiasaan (habit formation). Kedua, sebagai proses pengajaran dan pembelajaran (teaching and learning process), dan ketiga adalah sebagai proses keteladan yang dilakukan oleh para guru (role model) (Prof. Suyanto, Ph.D, dalam Pembukaan Diklat Integrasi Imtaq, 2 Agustus 2005).

Kompetensi Guru

Untuk melaksanakan proses pendidikan dan pengajaran, guru harus memiliki seperangkat kompetensi yang harus dikuasai dan dimiliki. Menurut Barlow, kompetensi adalah ‘the ability of a teacher to responsibly perform his or her duties appropriately’ (Muhibin Syah, 1995:230).atau ‘kemampuan seorang guru untuk menunjukkan secara bertanggung jawab tugas-tugasnya dengan tepat’. Dalam hal standar kompetensi guru, Pearson (1980) telah mengidentifikasi guru yang kompeten dengan tiga masalah pokok, yakni: (1) what standards must a teacher meet to teach satisfactorily rather than minimally, (2) what skills are required in general for a person to perform at this level, (3) does the person in question have these requisite skills. Untuk menjelaskan tentang pengertian tentang kompetensi itulah maka Gronczi (1997) dan Hager (1995) menjelaskan bahwa “An integrated view sees competence as a complex combination of knowledge, attitudes, skills, and values displayed in the context of task performance”. Dengan kata lain secara singkat dapat diartikan bahwa kompetensi guru merupakan kombinasi kompleks dari pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai-nilai yang ditunjukkan oleh guru dalam konteks kinerja tugas yang diberikan kepadanya. Sejalan dengan definisi tersebut, Direktorat Tenaga Kependidikan, Dikdasmen menjelaskan bahwa “kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak”. Dijelaskan lebih lanjut bahwa “kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru” (Direktorat Tenaga Kependidikan, Standar Kompetensi Guru Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, 2003: 5).

Berdasarkan pengertian tersebut, standar kompetensi guru dipilah ke dalam tiga komponen yang saling kait mengait, yakni: (1) pengelolaan pembelajaran, (2) pengembangan profesi, dan (3) penguasaan akademik. Ketiga komponen SKG tersebut, masing-masing terdiri atas beberapa kompetensi, komponen pertama terdiri atas lima kompetensi, komponen kedua memiliki satu kompetensi, dan komponen ketiga terdiri atas dua kompetensi. Dengan demikian, ketiga komponen tersebut secara keseluruhan meliputi 7 (tujuh) kompetensi, yakni: (1) penyusunan rencana pembelajaran, (2) pelaksanaan interaksi belajar mengajar, (3) penilaian prestasi belajar peserta didik, (4) pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik, (5) pengembangan profesi, (6) pemahaman wasasan kependidikan, dan (7) penguasaan bahan kajian akademik (sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan).

Cinta, Kepercayaan, dan Kewibawaan

Keseluruhan kompetensi tersebut harus dibungkus dengan sikap dan kepribadian guru yang baik. Salah satu nilai paling penting dalam sikap dan kepribadian guru yang bait itu adalah rasa cinta kasih guru kepada siswanya sebagaimana dikutip pada awal tulisan ini. Seorang siswa Sekolah Dasar di negara Chad, ketika ditanya tentang guru yang bagaimana yang mereka inginkan, ia menyatakan “Guru yang baik akan memperlakukan siswanya seperti anaknya sendiri. Dia akan menjawab semua pertanyaan meskipun pertanyaan bodoh (Fatmoumata [11 tahun] dari Chad). Seorang sastrawan kondang dari Madura, D. Zawawi Imron, menyatakan bahwa “Guru yang baik ialah yang menganggap semua muridnya sebagai anak-anaknya sendiri, yang setiap hari akan mendapat curahan kasih sayangnya. Guru yang baik ialah yang memberikan masa depan cemerlang dengan membekali anak didiknya dengan visi yang tajam dan ilmu yang menjanjikan. Guru yang demikian adalah guru yang berjasa meskipun tanpa diberi tanda jasa. Guru yang demikian substansinya adalah pahlawan”. Lebih dari itu, cinta kasih guru kepada semua siswanya tanpa pilih kasih haruslah dilandari dengan kejujuran. Bapak pendiri Amerika Serikat menyatakan “Honesty is the first chapter in the book of wisdom. Kejujuran adalah bab pertama dalam buku kebijaksanaan” (Thomas Jefferson).

Memang, cinta merupakan salah satu penting dari tiga syarat penting dalam proses mendidik dan mengajar. Pertama adalah cinta, kedua adalah kepercayaan, dan ketiga adalah kewibawaan. Ketiga syarat ini saling pengaruh mempengaruhi dan saling kait mengait. Cinta akan menimbulkan kepercayaan. Seorang Ibu menyusui anaknya dengan rasa cinta. Seorang Bapak menimang-nimang anaknya dengan rasa cinta. Ketika sang anak ditimang-timang atau bahkan di angkat-angkat ke atas. Mengapa sang anak tidak takut jatuh? Karena sang anak memiliki kepercayaan kepada sang Bapak. Sang anak percaya bahwa Bapaknya tidak akan menjatuhkannya. Seterusnya, kepercayaan sang anak inilah yang menghadirkan kewibawaan bagi sang Bapak. Kewibawaan adalah kemampuan untuk dapat mempengaruhi orang lain. Kewibawaan akan lahir jika ada kepercayaan. Anak akan menurut atau mengikuti perintah dan arahan dari Bapak karena adanya kepercayaan kepada sang Bapak, atau dalam hal ini guru akan diikuti perintahnya oleh peserta didik jika peserta didik menaruh kepercayaan kepada gurunya. Itulah tiga syarat terjadinya proses pendidikan dan pengajaran.

Walhasil, guru melaksanakan proses pendidikan dan pengajaran harus dengan rasa cinta. Dengan cinta yang tuluslah anak-anak kita akan menaruh kepercayaan kepada gurunya, dan dengan kepercayaan itu, sang guru akan menjadi guru yang berwibawa di mata murid-muridnya. So what gito lho? Dengan meminjam kalimat populer dari Aming dalam lagunya yang kocak itu, para guru harus dapat menilai dirinya sendiri, apakah para guru telah mendidik dan mengajar dengan modal cinta? Anda pada gurulah yang paling tahu. Wallhu alam bishawab.

*) Staf Ahli Mendiknas Bidang Kurikulum dan Media Pendidikan
**) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.

Cipayung, 2 Agustus 2005

Related Articles

Tak ditemukan hasil apapun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts

Artikel

Lembaga Pendidikan Bestari

  *** Sesungguhnya setetes air hujan itulah yang lama-lama menjadi seluas samurdera (Anoname) Jika hujan adalah kegagalan, dan…