Artikel

Tanggal 5 Agustus 2008: Cucuku Acha Menginjak Usia Dua Tahun

600 views
Tidak ada komentar

Fazla Athaya Prabudi (Cute Acha). Demikianlah nama yang diberikan oleh ayahnya kepada cucu pertamaku, dari anak keduaku perempuan, Dian Septiana. Cucuku akan merayakan ulang tahunnya yang kedua, tanggal 5 Agustus 2008 ini. Sayang pada saat itu aku harus bertugas ke Makassar selama empat hari. Tak mengapa, tulisan ini menjadi catatan tentang pertumbuhkembangan cucuku ketika menginjak usia lima tahun.

Pada ulang tahun pertamanya, setahun lalu, acaranya berjalan lancar dan cukup meriah. Mungkin suasana ulang tahun pertama itu belum dirasakan sebagai hari yang istimewa bagi cucuku, sebaliknya aku sungguh sangat senang melihat cucuku mulai bisa bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Pemandu acara yang diberikan oleh KFC, yang diminta untuk menyediakan makanan dan pernak-pernik perlengkapannya, telah melaksanakan acara itu dengan lancar. Ayah dan ibunya, serta kakek dan neneknya dapat melihat dan mengikuti acara itu sebagai satu hiburan yang tersendiri.

Jika pada ulang tahun pertama adegan cucuku yang membuat kita tertegun adalah kamampuannya untuk mulai bisa berjalan. Ekspresi kebahagiaan itu bukan dirasakan oleh ayah budan dan kakek neneknya saja, tetapi juga tampak dirasakan oleh sang cucu sendiri. Berjalan dalam selangkah dua langkah dirasakan sebagai selaksa kebahagiaan yang amat bermakna dalam kehidupan keluarga besar kami. Kado-kado kecil yang diberikan kepada cucuku tidak menjadi pusat perhatian dalam acara ulang tahun pertama itu. Yang menjadi pusat perhatian justru adalah kemampuan cucuku dalam berjalan, kemampuan untuk mau mencoba meniup lilin, meski belum berhasil. Tepuk tangan meriah dan gelak tawa suka cita berlangsung di sepanjang acara itu.

Beberapa Catatan Pertumbuhkembangan

Ada beberapa catatan penting yang perlu saya tulis dalam artikel ini.

Pertama, betapa kuatnya tepuk tangan telah memberikan semangat kepada cucuku. Suatu ketika ada sobekan kertas tercecer di lantai. Ada tempat sampah di dekat pintu tangga turun di lantai atas. Saya mulai melihat cucuku memperhatikan ketika aku menaruh sobekan sampah ke tempat sampah tidak jauh dari tempat cucuku bermain. Aku mencoba mencoba memberitahunya untuk meletakkan sobekan kertas ke dalam tempat sampah seperti yang telah kulakukan. Eh, dengan segera cucuku melakukannya persis yang telah kulakukan. Setelah itu saya pun bertepuk tangan. Lalu, saya berikan kepadanya sesobek kertas yang lain, dan saya katakan ”coba letakkan sampah ke tempat sampah ini”. Cucuku belum bisa merespon secara verbal. Ia sudah bisa berjalan. Dan dengan langkah yang tertatih-tatih ia pun meletakkan sobekan kertas ke dalam tempat sampah untuk yang kedua kali. Ia menoleh kepadaku sambil membawa sobekan kertas ke tempat sampah, dan diletakkanlah sobekan kertas itu ke dalamnya. Lalu saya bertepuk tangan untuknya. Senyum lebar tersunggih di bibirnya yang mungil. Pertama kali masih terlihat agak kaku, tetapi sudah ada ekspresi gembira. Tetapi untuk kedua dan seterusnya ekspresinya menjadi bertambah besar. Senyumnya secara spontan ketika diberikan tepukan tangan setelah cucu belajar menempatkan sampah di tempatnya. Itu kemampuannya ketika berumus sekitar etahun berapa bulan begitu. Ternyata, tepuk tangan dapat menjadi ”reward” yang luar biasa dan mberikan semangat yang sangat kuat bagi siapa pun juga, termasuk cucuku.

Kedua, menendang bola. Itu termasuk kecerdasan bodily-kinestetik. Kecerdasan fisikal. Cucuku memiliki kemampuan menendang bola plastik yang luar biasa. Sudah beberapa gelas yang pecah, akibat bola yang ditendang mengarah ke gelas di atas meja. Aku pun tertawa saja dibuatnya. Gelas masih dapat dicari lagi. Tapi kemampuan fisik cucuku harus tumbuh dan berkembang, yang tidak bisa menunggu waktu entah kapan, karena pada usia balita kemampuan itu harus mulai dipupuk. Tendangan bola yang paling keras adalah dari kaki kanannya. Hal ini amat tergantung pada pengenalan pertamanya. Aku mencoba meminta untuk menendang dengan kaki kirinya, tetapi kemampuannya masih sangat kurang dibandingkan dengan kaki kakannya. Tendangan yang dia sukai adalah ketika mengenai kepalaku. Aku pura-pura jatuh sempoyongan ketika bola itu mengenai kepala atau badanku. Ia merasa lebih bersemangat untuk menendangnya lagi. Ya, aku seakan menjadi ”striker” dan aku penjaga gawangnya. Dan ketika bola dapat melakui gawang, cucuku pun berteriak ”goal-goal”.

Selain sepak bola, cucuku juga sudah mengenal bola basket. Di jendela lantai atas telah dipasang keranjang memasukkan bola basket terbuat dari plastik. Dengan bola basket yang kecil cucuku dengan senang memasukkan ke keranjang itu. Cucuku mulai belajar melempar bola dari jarak yang agar jauh. Aku pun bertepuk tangan ketika bola basket itu mengenai keranjang bola basket. Dengan kegiatan fisik bermain sepak bola dan bola basket itu, perut kaki cucuku menjadi lebih buncit dan keras seperti layaknya perut kaki pemain sepak bola yang sebenarnya.

Ketiga, merangkai kata. Kemampuan verbal cucuku berkembang demikian cepat. Sejak sebelum usia setahun, ia sudah bisa mengucapkan kata ”cerdas”, dan menyanyikan beberapa lagi anak-anak, walaupun hanya kata-kata akhir sair lagu. Misalnya, dalam lagu ”Cecak-cecak di dinding”, ia sudah sangat hafal kata-kata dinding, merayap, nyamuk, dan ditangkap. Tentu saja masih ’pelo”, misalnya merayap dikatakan ”ayap” atau nyamuk dengan ”amuk”, dan sebagainya. Demikian juga dengan nyanyian ”Semut-semut Kecil” Dia sudah hafal kata-kata pada ujung kalimat lagu itu, seperti kecil, kamu, takut, tanah, cacing. Demikian juga dengan lagu-lagu sederhana lainnya, seperti Tik-tik Bunyi Hujan, Kelinciku-kelinciku, dan lain-lain.

Tidak hanya hafal kata-kata, tetapi cucuku sudah memahami makna kata. Misalnya setiap pagi dia sudah bisa mengajakku ”turun ke bawah”, mengajak jalan-jalan. Ketika ditanya siapa namamu — bahkan dalam Bahasa Inggris what is your nama — secara spontan dikatakan Acha. Siapa bapakmu, dijawablah Uda. Dan seterusnya, jika ditanya siapa ibumu dijawablah Dian, siapa kakung, dijawabnya ’alan’ maksudnya Suparlan, siapa eyang, dijawabnya Nuning, dan seterusnya. Bahkan cucuku sudah bisa menghitung 1 -10 dalam Bahasa Indonesia, Inggris, dan Padang. Ketika lewat tangga dia selalu menanyakan beberapa foto di dinding tangga itu. Apa tu, katanya. Saya jawab sebenarnya, ”itu menara Eifel, dari Perancis. Setelah tanya jawab itu berlangsung beberapa kali, aku yang balik bertanya kepadanya. ”Apa itu”, tanyaku. Dengan cerdas ia menjawabnya persis yang pernah aku jawab. ”Aya efel”, jawabnya masih pelo. ’Dari mana?”, tanyaku lagi. ”Ancis”, jawabnya masih pelo.

Keempat, naik sepeda roda tiga. Ketika toko susunya memberikan hadian sepeda roda tiga, ia mulai tertarik tidak untuk menaikinya, tetapi menuntunnya saja, Disuruh naik, ia tidak mau. Sampai suatu ketika mau naik, ternyata ia belum bisa menggerakkan kakinya di pedal untuk maju dan mundur. Gerakan motoriknya mungkin belum harmonis antara gerak kanan dan kirinya. Beberapa minggu sebelum usia dua tahun, ternyata dengan kemauannya sendiri, ia telah dapat memutar pedal dengan kaki kirinya secara seimbang. Dan sepeda roda tiganya pun berjalan lancar. Pada awalnya gerakan motoriknya belum dapat membelokkan sepeda roda tiganya. Jalan sepedanya masih maju dan mundur saja. Beberapa sebelum usia dua tahun perkembangannya luar biasa. Dia telah dapat memedal sepedanya berputar-putar ke kiri dan ke kanan. Bahkan yang paling disukainya adalah menabrakkan sepedanya. Menabrak kakung menjadi atraksi menarik yang membuatnya terkekeh-kekeh. Apalagi kalau aku pura-pura jatuh karena ditabraknya itu. Ia pun tertawa terbahak-bahak. Sangat menyenangkan bermain dengan sang cucu.

Kelima, menggambar ikan. Menggambar merupakan kegiatan ciucuku yang amat menyenangkan. Sudah berapa buku kosong yang penuh dengan coret-moretnya. Mulai dari membuat ”benang ruwet” sampai dengan bentuk-bentuk yang sudah bagus, seperti lingkaran kecil, lingkaran besar. Bahkan ketika membandingkan dengan benda-benda kongkrit yang pernah dilihatnya, ia pun mulai meminta untuk menggambarkan benda-benda itu. Menggambar ikan pun menjadi bagian dari kegiatan menggambar ini. Buku dan kertas kosong pun penuh dengan gambar ikan tongkol dengan mulutnya yang menganga. ”Kakung, amba ikan”, perintahnya selalu kepadaku. Suatu ketika ayahnya membelikan papan gambar yang bisa dihapus secara otomatis itu, makin lebih rajinlah dia mencoret-coret di tempat yang lebih tepat. Bukan di sembarang tempat seperti lantai atau tembok. Berapa banyak spidol kecil dan besar yang telah habis tidak lagi penting, karena yang lebih penting adalah potensi sang cucu dapat berkembang secara optimal.

Keenam, mengenal komputer sejak sebelum umur dua tahun. Setiap sore hari sampai malam, di meja di lantai atas memang selalu ada tiga laptop yang berjejer di meja makan yang sengaja digunakan untuk meja kerja. Satu milik saya, satu yang lain milik anak bungsu yang lulusan teknologi informatika Universitas Gunadarma Depok, dan satunya lagi milik anak menantuku, yang seorang programer di perusahan multinasional. Yah begitulah ada telkom speedy yang telah memberikan layanan internet 24 jam di rumah. Suasana memang sudah demikian kondusif untuk pengaruh teknologi komputernya. Suatu ketika saya ingin tahu bagimana respon cucuku terhadap foto-foto anak-anak seusianya. Penulis sengaja membuka situs http://www.youtube.com, dan saya cari baby. Penulis bilang kepada sang cucu, “Acha…. ini ada baby, bagus, tertawa ….” Muncullah dilayar kaca seorang anak yang seusia dia yang sedang tertawa terbahak-bahak — mungkin dengan dicolek bagian badannya, atau bagaimana. Setelah selesai tayangan pertama. Acha kemudian meminta kakeknya untuk membuka foto-foto anak-anak yang lain. Sungguh banyak ternyata filem-filem lucu singkat seperti itu. Bahkan ada juga film singkat bagaimana seorang bayi mulai belajar menetek kepada ibunya. Begitulah seterusnya sampai cucuku faham tentang filem seperti itu. elepas salat Subuh aku pun selalu ada di depan laptop untuk terus saja menulis dan menulis. Ketika sang cucu bangun dan membuka kunci pintunya, maka secara spontan sang cucu minta “baby-baby-baby”. Dan saya terus membuka youtube, dan penulis bukalah film baby sesuai dengan yang telah diminta. Maka, terkekeh-kekehlah aku berdua dibuatnya,

Bahkan sekarang ini yang diminta bukan hanya membuka youtube tentang baby, tetapi juga motocross, dan pesawat, tetapi membuka komputer untuk menulis huruf-huruf dalam komputer itu. “Aca kung”, perintahnya kepadaku. Maksudnya “membaca kung”. Maka kubukalah new blank document  untuk menulis huruf-huruf yang ia mau. Tangan mungilnya seakan ingin segera memencek huruf yang ada, sampai aku harus membuat ia sabar menunggu new blank document itu terbuka. Sebentar yaaaaa…., kataku kepadanya. Ia pun menirukannya, “nta yaaa “. Maksudnya “sebentar yaaaa”. Dan terbukalah screen komputer itu. Setelah itu font-nya aku perbesar menjadi 26, dan hurufnya dibuat huruf capital dengan caps lock, dan mulailah menulis AAAA, untuk Acha, Adel, Atuk, dsb. Lalu diteruskan huruf lain KKKK untuk kakung, dan seterusnya sampai tiga halaman penuh dengan huruf-huruf.

Fazla Athaya Prabudi

Foto tersebut dibuat dengan menggunakan HP ini dibuat ketika cucuku sedang menghapus dengan cara “memencet backspace” huruf-huruf yang telah dibuatnya.

Ketujuh, mulai kenal dengan game. Suatu ketika, pakdenya (anakku pertama) — sering dipanggil uncle Arif —  memperoleh hadiah dari calonnya sebuah perangkat yang ada gamenya. Mulailah ia khusuk memainkan game itu dengan uncle-nya. Setiap kali uncle-nya pulang, selalu cucuku segera menanyakan “ana embakan” atau “maksudnya mana game yang ada tembakannya”. Dengan telentang dia memegang perangkat itu dan memijit-mijit tombol yang ada, untuk memainkan game.

Kedelapan, belajar salat. Ketika aku atau eyangnya salat di rumah, cucuku sudah mulai menirukan gerakan orang salat. Biasanya aku menggelar sajadah dua, satu untukku dan satunya lagi untuk cucuku. Ia berdiri, dan kemudian menirukan aku sujud. Pada tallad akhir, ketika aku sudah mengucapkan salam, maka aku berdoa, dan saat itulah ia duduk di pahaku, dan menirukan aku berrdzikir dengan cara menggerak-gerakkan ujung jarinya menghitung jumlah dzikir . Baru ketika aku mengucapkan amin untuk menutup doaku, maka iapun mengucapkan kata yang sama, yakni amin. Ia pun berdiri dari duduknya.

Akhir Kata

Sebenarnya masih banyak data dan informasi tentang pertumbuhkembangan cucu saya. Saya menulisnya bukan hanya sebagai dokumen kenang-kenangan tentang cucuku, tetapi untuk bahan kajian tentang aspek-aspek yang terkait dengan pendidikan, khususnya pendidikan anak usia dini. Mudah-mudahan informasi ini ada manfaatnya bagi pembaca website http://www.suparlan.com Aku ingin mencoba menginformasikan secara periodik pertumbuh-kembangan cucuku tercinta. Insyaallah.

*) Website: www.suparlan.com; E-mail: me [at] suparlan [dot] com.

Makassar, 5 Agustus 2008

Related Articles

Tak ditemukan hasil apapun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts