ArtikelBudayaPendidikan

Garuda Pancasila

936 views
3 Komentar

Oleh: Suparlan *)

 GARUDA PANCASILA

PENDAHULUAN

Republika, Rabu, 3 Agustus 2016, Dr. (Hc) Zulkifli Hasan, SE, MM, Ketua MPR RI, dalam acara kuliah umum di depan mahasiswa baru Universitas Sriwijaya, menyampaikan bahwa Pancasila sebagai dasar negara RI seperti ada dan tiada. Lebih lanjut dikatakan bahwa meskipun keberadaannya diakui, maknanya tidak difahami banyak orang. Dalam acara kuliah umum yang dihadiri Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Selatan Ishak Mekki dan Rektor Unsri Anis Saggaff, Ketua MPR menjelaskan bahwa sebagai dasar negara sudah final. Dari survey MPR, 96% responden menyatakan setuju, 1% tidak menjawab, dan 3% menyatakan tidak setuju. Oleh karena itu Ketua MPR mengharapkan masyarakat untuk mendalami Pancasila. Dalam kesempatan itu, Ketua MPR melontarkan pertanyaan kepada mahasiwa “Apakah penting Pancasila diajarkan kembali di sekolah?” Dijawab mahasiswa serentak, “Penting.”

Pernyataan Ketua MPR RI itulah yang mendorong untuk menulis kembali tentang “Garuda Pancasila” secara singkat ini, termasuk terbetik keinginan untuk mengadakan semacan sosialisasi tentang Garuda Pancasila di kalangan masyarakat, di sekolah kompleks perumahan Taman Depok Permai, di sekitar Masjid Al-Mujahidin, Depok II Timur, Kota Depok, jika kondisi dan situasi memungkinkan. Apalagi waktunya sangat tepat karena bersamaan dengan peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-71. Dalam hal ini hanya satu makna yang ingin dimasyarakatkan, yakni apakah mankna IKA dalam semboyan Bhinneka Tunggak Ika. Saya ingin survei berapa prosen yang menjawab SATU dan berapa prosen yang menjawab ITU?

Yang harus segera dilakukan adalah mengunggah tulisan ini dalam Portal Pendidikan yang baru saja diluncurkan, yakni MASDIK.COM. Sesuai dengan namanya, Portal Pendidikan ini adalah untuk menampung SUARA MASYARAKAT dalam bidang pendidikan untuk menjadi masukan positif kepada Pemerintah. Sinergi antara PEMERINTAH dan MASYARAKAT sangat penting, karena keduanya ibarat SUAMI ISTERI yang harus membangun komunikasi efektif untuk membangun pendidikan. Mengapa hanya disebutkan pendidikan? Karena pendidikan adalah kehidupan. Education is not a preparation of life, but it is life itself.” Pendidikan bukan persiapan kehidupan, tapi pendidikan adalah kehidupan itu sendiri.

MAKNA LAMBANG NEGARA GARUDA PANCASILA

Garuda Pancasila terdiri atas tiga komponen utama, yakni: 1) Burung Garuda, 2) perisai, dan 3) pita putih.

Burung Garuda merupakan burung mistis yang berasal dari Mitologi Hindu yang berasal dari India dan berkembang di wilayah Indonesia sejak abad ke-6. Burung Garuda itu sendiri melambangkan kekuatan, sementara warna emas pada burung garuda itu melambangkan kemegahan atau kejayaan. 

Tanggal 17 Agustus 1945
Jumlah masing-masing sayap bulunya berjumlah 17 yang mempunyai makna tanggal kemerdakaan negara kita yakni tanggal 17. Bulu ekor memiliki jumlah 8 yang melambangkan bulan kemerdekaan negara kita bulan Agustus yang merupakan bulan ke-8, dan bulu-bulu di pangkal ekor atau perisai berjumlah 19 helai dan di lehernya berjumlah 45 helai. Dengan demikian, jumlah bulu yang ada di setiap sayap burung garuda  melambangkan tanggal kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945.

Di samping itu, sayap yang membentang siap terbang ke angkasa melambangkan dinamika dan semangat untuk menjunjung tinggi nama baik bangsa dan negara Indonesia

Jalan Kebenaran

Kepala Burung Garuda menoleh ke kanan mempunyai makna bahwa Indonesia memilih jalan kebenaran. Para pendiri NKRI mengharapkan agar Indonesia menjadi negara yang melaksanakan jalan kebenaran, tidak bermaksud untuk menempuh jalan yang salah, atau jalan kemungkaran.

Perisai Pancasila

Perisai yang dikalungkan pada leher burung Garuda melambangkan untuk pertahanan negara Indonesia. Pada perisai itu mengandung lima simbol yang masing-masing simbol melambangkan lima sila dasar negara Pancasila.

Sila Pertama, pada bagian tengah terdapat simbol bintang bersudut lima yang melambangkan sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan yang Maha Esa. Lambang bintang dimaksudkan sebagai sebuah cahaya, seperti layaknya Tuhan yang menjadi cahaya kerohanian bagi setiap manusia. Sedangkan latar berwarna hitam melambangkan warna alam atau warna asli, yang menunjukkan bahwa Tuhan bukanlah sekedar rekaan manusia, tetapi sumber dari segalanya dan telah ada sebelum segala, yakni sesuatu di dunia ini ada.

Sila Kedua, di bagian kanan bawah terdapat rantai yang melambangkan sila kedua Pancasila, yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Rantai tersebut terdiri atas mata rantai berbentuk segi empat dan lingkaran yang saling berkait membentuk lingkaran. Mata rantai berbentuk segi empat melambangkan laki-laki, sedangkan yang lingkaran melambangkan perempuan. Mata rantai yang saling berkait pun melambangkan bahwa setiap manusia, laki-laki dan perempuan, membutuhkan satu sama lain dan perlu bersatu sehingga seling mempekuat seperti sebuah rantai.

Sila Ketiga, di bagian kanan atas terdapat gambar pohon beringin yang melambangkan sila ketiga, yakni Persatuan Indonesia. Pohon beringin digunakan karena pohon beringin merupakan pohon yang besar dan rindang, yang menyebabkan banyak orang bisa berteduh di bawahnya, seperti halnya semua rakyat Indonesia bisa ” berteduh ” di bawah naungan negara Indonesia. Selain itu, pohon beringin memiliki sulur dan akar yang menjalar ke mana-mana, namun tetap berasal dari satu pohon yang sama, seperti halnya keragaman suku bangsa yang menyatu di bawah nama Indonesia.

Sila Keempat, di sebelah kiri atas terdapat lambang kepala banteng yang melambangkan sila keempat, yakni Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /Perwakilan. Lambang banteng digunakan karena banteng merupakan hewan sosial yang suka berkumpul, seperti halnya musyawarah di mana orang-orang harus berkumpul untuk mendiskusikan sesuatu. Hasil diskusi tersebut kemudian dilaksanakan melalui gotong royong atau kolaborasi atau kerja sama.

Sila Kelima, di sebelah kiri bawah terdapat lambang padi dan kapas yang melambangkan sila kelima, yakni Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas digunakan karena merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, yakni pangan dan sandang sebagai syarat utama untuk mencapai kemakmuran yang merupakan tujuan utama bagi kehidupan rakyat.

Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis horizontal berwarna hitam tebal yang menggambarkan garis khatulistiwa yang ciri geografis lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu negara tropis yang di lintasi garis khatulistiwa yang membentang dari timur ke barat dari Provinsi Aceh sampai ke Provinsi Papua.

Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaa Indonesia “Merah-Putih”. Merah berarti berani dan putih berarti suci. Sedangkan bagian tengahnya berwarna dasar hitam berarti warna alam atau warna asli.

Pita Putih

Pada bagian bawah Garuda Pancasila, terdapat pita putih yang dicengkeram dengan kuat oleh cakar Garuda, yang bertuliskan ” BHINNEKA TUNGGAL IKA ” yang ditulis dengan huruf latin, yang merupakan semboyan negara Indonesia. Kata “BHINNEKA berasal dari kata kata BHINNA DAN IKA, dan  TUNGGAL IKA yang berarti:

  • Bhinna : artinya berbeda-beda atau pecah.
  • Ika : artinya itu.
  • Tunggal : artinya Satu.
  • Ika : artinya itu.

Dengan demikian secara keseluruhan kalimat Bhinneka Tunggal Ika artinya “BERBEDA-BEDA ITU, SATU ITU,” yang secara bebas dapat diartikan “MESKIPUN BERBEDA-BEDA, KITA TETAP SATU JUGA.” Penjelasan ini perlu ditegaskan kembali, karena dalam masyarakat masih terdapat kesalahan pemahaman bahwa kata “IKA” = “SATU” padahal IKA = ITU, sedang kata TUNGGAL = SATU. Semboyang (moto) nasional Indonesia Bhinneka Tunggal Ika ternyata maknanya sama dengan moto Negara Amerika Serikat, yakni Unity in Diversity yang artinya Kesatuan dalam Perbedaan, yang diciptkan oleh para pendiri negara itu pada saat pernyataan kemerdekaannya (declaration of independence) pada tanggal 4 Juli 1776.

Bhinneka Tunggal Ika merupakan kata dalam Bahasa Jawa Kuno, yang diambil dari buku Kakawin Sutasoma karangan Mpu Tantular, seorang pujangga dari Kerajaan Majapahit pada abad ke-14. Perkataan itu menggambarkan persatuan dan kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai pulau, ras, suku, bangsa, adat, kebudayaan, bahasa, serta agama.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEBANGSAAN

Kelahiran Empat Pilar Kebangsaan memang perlu dihargai, karena mengingatkan kepada semua anak bangsa tentang pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa, dan pentingnya semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Namun, pengamat hukum tata negara menilai bahwa mendudukkan Pancasila sebagai pilar kebangsaan yang sejajar dengan Undang-Undang Dasar (UUD), NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika tidaklah tepat. “Pancasila tidak bisa diikutsertakan dengan Undang-Undang Dasar, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,” kata Fatkhul dikutip detik.com (28/12). Dalam hal ini, MPR mengalami kendala dalam memahami empat pilar kebangsaan dalam menempatkan Pancasila. Fatkhul menuturkan bahwa empat pilar kebangsaan bukan dilahirkan melalui produk UU, melainkan berdasarkan hasil kajian yang sampai saat ini belum memberikan hasil yang jelas. Bahkan, menurutnya, belum ditemukan dasar penyusunan empat pilar kebangsaan.

Selain itu, ia mempertanyakan legal standing dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapuskan istilah empat pilar dan tidak diperbolehkan disosialisasikan kembali sesuai gugatan masyarakat pada April 2014 atas UU No 2/2011 tentang Partai Politik (Parpol) terhadap UUD 1945. Oleh karena itu, ia menyarankan, MPR pada masa sidang mendatang harus mengundang para ahli ketatanegaraan, terutama para pakar Pancasila untuk menggali nilai-nilai instrumental Pancasila dan merumuskan hierarkinya. Mantan Ketua MK, Jimly Assidhiqie pun telah menyampaikan bahwa apa yang dilakukan MPR dengan melaksanaka sosialisasi dengan menggunakan istilah Empat Pilar telah menyalahi putusan MK dan tugas dan fungsi MPR. Prof. Jimly Assiddqie yang pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Ahad (17/5). Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi menambahkan bahwa dengan penyebutan sebagai pilar, seolah-olah dianggap setara dengan yang lain, dan pada akhirnya menimbulkan salah faham di masyarakat.  Seharusnya, MPR menghormati putusan MK dalam Amar Putusan Nomor 100/PUU-XI/2014 yang membatalkan frasa “Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara” dalam Pasal 34 ayat (3b) huruf a Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik terkait Pancasila pilar kebangsaan. Sebelumnya, pada acara Membumikan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara, Pasca-Putusan MK, yang diselenggarakan Lembaga Pelatihan dan Kajian Ulul Albab Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII), Jimly mengatakan bahwa program sosialisasi empat pilar yang dilakukan oleh MPR harus mempertimbangkan putusan MK.

Dalam hal empat pilar kebangsaan tersebut, Jimly mengusulkan Empat Pilar Kebangsaan tersebut dapat diubah terdiri atas: 1) UUD 1945, 2) NKRI, 3) Wawasan Nusantara, dan 4) Bhinneka Tungggal Ika. Keempatnya merupakan penjabaran Pancasila, sebagai filsafat dan dasar negara Indonesia.

KESIMPULAN

Para pendiri bangsa juga telah berhasil memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Negara tersebut, alhamdulillah dapat segera menentukan dasar negara, yang kemudian Pemerintah menetapkan 1 Juni sebagai hari kelahiran Pancasila, Dalam Pembukaan UUD 1945 para pendiri NKRI telah berhasil merumuskan empat tujuan negara, dan dasar negara Pancasila. Kemudian pemerintah telah menetapkan Lambang Negara Garuda Pancasila.

Pancasila dijabarkan/dilaksanakan dalam empat pilar kebangsaan, yakni: 1) UUD 1945, 2) NKRI, 3) Wawasan Nusantara, dan 4) Bhinneka Tunggal Ika.

Semua itu merupakan usaha manusia, dengan alat dan perangkat untuk menjaga kesatuan dan persatuan bagi sesama anak bangsa pada khususnya, dan sesama umat manusia pada umumnya. Tentu saja, ketinggian derajat manusia tetap ditentukan oleh keimanan dan ketaqwaan manusia kepada Allah SWT.

Sumber:

www. wikipedia.com.

Sayidiman Suryohadiprojo, Mengobarkan Api Pancasila, diunggah dalam www.suparlan.com

http://www.pusakaindonesia.org/

http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/

*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com.

 

Depok, 3 Agustus 2016.

Related Articles

Tak ditemukan hasil apapun.

3 Komentar. Leave new

  • Tidak mungkin Penerbit Kompas tidak menerima surel saya. Surel Penerbit Kompas jelas tertulis dalam Penerbit Kompas. Tapi, saya masih berharap agar surel saya masih akan ditanggapi oleh Penerbit Kompas tentang satu paragraph yang jelas perlu dikoreksi. Paragraf manakah itu?
    “Namun, Republik Indonesia kemudian membuat kelalaian dalam perjuangannya. Kelalaian pertama adalah ketika pera pemimpinnya terlalu mengutamakan IKA dan mengabaikan BHINNEKA. Sikap itu menghasilkan sentralisme yang mengutamakan kepentingan pemerintah pusat dan mengabaikan pluralisme daerah. Hal ini telah menimbulkan banyak persoalan dan kerugian bagi RI. Di masa depan hal demikian tak boleh terulang karena akan memperkuat usaha pihak-pihak yang hendak mengakhiri NKRI.”

    Paragraf inilah yang perlu klarifikasi oleh Penerbit Kompas. Itu saja! Salam MASDIK.COM.

    Balas
  • Selain itu KOREKSI TERHADAP BUKU MENGELORAKAN KEMBALI API PANCASILA, penulis Sayidiman Suryohadiprojo, diterbitkan oleh Penerbit Kompas, ditungu-tunggu responnya juga belum ada sama sekali. Hallo Penerbit Kompas??

    Balas
  • Dihitung-hitung tulisan bertajuk Garuda Pancasila tersebut sudah berusia hampir dua bulan. Saya menunggu respon masyarakat mengenai Empat Pilar Kebangsaan yang disinggung dalam tulisan tersebut. Hallo pembaca! Salam Masdik.com.

    Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts