Oleh: Suparlan *)
Materi khutbah shalat Jumat di Masjid Al-Mujahidin Taman Depok Permai pada tanggal 2 Oktober 2015 kali ini terasa berbeda dengan materi khutbat Jumat-Jumat sebelumnya. Karena khotbahnya mempunyai materi yang relatif baru.
Bukan saja penyampaiannya dengan metode yang teduh, tetapi juga materinya. Saya duduk di shaf terdepan di sebelah sisi kiri. Akibatnya tidak secara langsung dapat menatap wajah sang Khatip. Tidak mengapa, yang penting saya dapat mengikuti kata-kata dengan jelas. Terus terang, saya memang tidak atau belum memahami bahasa Arab. Oleh karena itu, saya berusaha untuk dapat memahami makna khutbahnya dengan jelas. Karena materi yang saya nilai bagus langsung saya tulis untuk diupload ke laman pribadi. Alhamdulillah.
Sahabat Setia
Saya pernah mengikuti khutbah atau ceramah bertajuk Sahabat Setia, tetapi dengan materi yang sedikit berbeda. Dalam khutbah atau ceramah itu, dijelaskan bahwa di dunia, kita ditemani oleh sesama manusia sebagai makhluk sosial. Kita hidup saling tolong-menolong. Kita dapat saling bekerja sama. Tetapi sesama makhluk manusia, pada hakikatnya mereka tidaklah dapat menjadi sahabat yang setia yang sebenarnya. Mengapa? Karena kalau kita dimasukkan ke liang lahat, sahabat-sahabat yang tadinya paling dekat sekalipun, tidak akan mau menemani kita di liang lahat. Jadi manusia itu tidak dapat disebut sebagai sahabat setia, karena ternyata mereka hanya mengantarkan sampai di tepi liang lahat. Ya pastilah.
Sahabat yang lain di dunia adalah harta benda. Selama di dunia, rumah kita akan melindungi dari panas teriknya matahari. Mobil mewah kita akan mengantarkan kita ke mana saja. Segala macam harta benda kita akan memenuhi segala kebutuhan kita selama di dunia. Kalau kita akhirnya akan pergi ke alam baka, semua harta benda tersebut akan kita tinggalkan semua. Tidak satu pun harta benda tadi dapat menjadi sahabat setia kita. Karena semua harta benda yang dimiliki tenyata tidak satu pun yang kita bawa.
Lalu, siapakah gerangan yang akan menjadi sahabat setia kita sesungguhnya? Satu-satunya sahabat yang akan menjadi sahabat setia kita adalah amal shaleh. Ketika manusia dipanggil Allah untuk kembali kea lam barzah, akan ditemani oleh tiga hal. Pertama, amal jariyah. Kedua, ilmu yang bermanfaat, dan ketiga anak yang shaleh. Jadi, siapakah sesungguhnya sahabat setia yang akan senantiasa menemani kita, sampai ke liang lahat sekalipun? Adalah amal kita sendiri.
Sahabat setia yang dijelaskan dalam khutbah Jumat kali ini sedikit berbeda dengan sahabat setia yang telah dijelaskan di atas. Sahabat setia dimaksud dalam khutbah Jumat kali ini tidak lain adalah sahabat-sahabat yang saling ingat-mengingatkan, baik tentang hal-hal kebaikan maupun hal-hal keburukan. Mengingatkan tentang hal-hal kebaikan, tentu saja untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Swt. Dengan kata lain, dengan sesama sahabat kita sebaiknya hidup rukun bersama ahlul Quran, bersama orang-orang ahli ibadah, ahli shadaqah, dan sebagainya.
Sebaliknya, kita diingatkan juga sagar jangan berkumpul dengan sesama orang-orang kafir, ahli maksiat, kaum munafik, kemungkaran, ahli bid’ah, dan sebagainya.
Dengan demikian, sesama sahabat, kita harus saling mengingatkan untuk beramar makruf (mengajak kebaikan) dan kemudian juga bernahi munkar (menghindari kemungkaran). Dengan demikian, kita memang tidak harus menjadi generasi penerus, tetapi sebaiknya kita menjadi generasi pelurus.
Sesama saudara, apa pun yang dirasakan oleh sabahat, kita akan ikut merasakannya. Oleh karena itu, sesama sahabat, kita harus saling ingat-mengingatkan. Inilah yang disebut sebagai sahabat setia yang sebenarnya, agar kelak dapat bersama-sama masuk ke surganya Allah Swt.
Generasi Pelurus, bukan Generasi Penerus
Sejak lama kita diajak untuk bersama-sama menjadi generasi penerus bangsa. Jika yang diteruskan adalah hal-hal yang positif, alhamdulillah. Tetapi masalahnya dalam perjalanannya, yang telah kita lakukan bukan hanya hal-hal yang positif, bahkan banyak hal negatif yang ternyata juga dilakukan oleh sebagian dari kita. Misalnya, perilaku korupsi ternyata juga dilakukan oleh para tokoh, para pemimpin, dalam berbagai karir. Ada pejabat negara (eksekutif), pimpinan dan anggota legislatif, juga yudikatif, dan yang lainnya. Dalam hal ini, kita tidak harus menjadi penerus bangsa, tetapi justru harus menjadi generasi pelurus. Meluruskan perilaku negatif.
Dalam hal konsep saling mengingatkan tersebut, sebenarnya janganlah kita justru menjadi generasi penerus perilaku negatif, seperti perilaku korupsi, narkoba, kejahatan moral, tawuran antar siswa, tawuran antar gang, antar suku, dan sebagainya. Sebagaimana doa yang biasa kita baca yakni ïhdinasirothol mustakim. Akan lebih baik lagi jika dapat menjadi generasi pelurus. Bahkan menjadi generasi pencerah. Sama dengan judul film Sang Pencerah yang kita tonton di televisi.
Apakah yang diteruskan? Menjadi generasi penerus, dalam arti apa pun yang diwariskan oleh generasi sebelumnya berusaha diteruskan. Termasuk perilaku korupsi, perilaku kebejatan akhlak, perilaku maksiat, dan perilaku-perilaku yang bertentangan dengan Al-Quran. Generasi yang demikian ini adalah gerasi penerus. Kalau yang diteruskan adalah perilaku positif, tentu saja baik sekali. Tetapi jika yang diteruskan adalah perilaku-perilaku yang sebaliknya, maka generasi penerus yang demikian adalah sama sekali tidak kita harapkan.
Akhirul Kalam
Istilah menjadi generasi penerus bangsa dengan tidak sengaja telah menjadi kosa kata yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Ternyata kosa kata itu mengandung makna yang negatif. Tang kita teruskan kepada anak-anak cucuk kita, anak-anak bangsa ini bukan hanya yang positif. Boleh jadi hal-hal yang negatif, seperti kosupsi, narkoba, dan semua perilaku negatif lainnya. Dalam hal inilah, maka sebaiknya kosa kata tersebut harus kita ubah menjadi generasi pelurus. Agar kita maklum untuk meluruskan kesalahan-kesalahan, bahkan
*) Laman: www.suparlan.com; Surel: me@suparlan.com.
Depok, 2 Oktober 2015.
3 Komentar. Leave new
Betul, untuk itu dalam mengisi hidup ini janganlah terlalu banyak bermain-main. Buang-buang waktu. Lihatlah pada kenyataannya setiap hari, berapa banyak waktu, tenaga dan biaya terbuang, sementara hasil yang bermutu terabaikan. Semua orang sibuk, sibuk memikirkan kebutuhan duniawinya, setiap hari, setiap jam, setiap menit dan setiap detik, sama semua seperti itu. Sebagai muslim, coba kita bertanya, seberapa besarkah pengorbanan yang telah kita berikan untuk kemajuan Islam. Dalam arti memberikan pengertian yang benar tentang Islam. Misalnya, untuk kemajuan Islam pernahkah kita berjanji untuk 3 (tiga) hal, (1). Akan menempuh jalan ketakwaan dan tidak akan memandang agama dengan sikap tidak peduli atau mengabaikan agama, melainkan berusaha memperbaiki perilaku diri sendiri setiap hari. (2). Menanamkan dalam diri sendiri dengan penuh minat mempelajari dan mendalami ajaran Islam kemudian menyampaikan (menTablighan) kepada setiap orang didunia ini tentang keindahan-keindahan ajaran yang diberikan dan dicontohkan oleh Yang Mulia Nabi Besar, Nabi Muhammad Rosullulloh Saw, kebaikan-kebaikannya dalam kehidupan sehari-hari. (3) Berusaha dengan sepenuh hati menyelamatkan umat Islam dari perbudakan Ekonomi dan Budaya dengan melaksanakan secara khusyu’ SIRATUN NABI (memperingati perjalanan Hidup Nabi Muhammad Saw), saat ini tidak dipungkiri lagi kebanyakan Umat Islam amat tergantung pada budaya Barat (perhatikan secara Politik, Ekonomi, Budaya, dlsb). Sehingga MEREKA dengan mudah dari waktu ke waktu mempermainkan perasaan orang-orang Islam. (4) Amat penting sekali dan harus di akui oleh Umat Muslim bahwa junjungan kita Yang Mulia Nabi Besar, Nabi Muhammad Rosullulloh Saw, adalah RAHMATAN LIL ‘AALAMIIN, rahmat bagi sekalian alam (lihat Al Qur’an Suci surah Al-Anbiya ayat 107) yang bumyinya ” wa maa arsalnaaka illa rahmatal lil ‘aalamiin” artinya “Dan tidaklah KAMI mengutus engkau, melainkan sebagai rahmat bagi sekalian alam”. Jadi kita sangat perlu menyampaikan kepada dunia contoh kasih sayang dan rahmat yang Beliau Saw sampaikan kepada dunia, sehingga orang-orang Islam harus mengubah perilaku mereka. Yang Mulia Nabi Besar, Nabi Muhammad Rosululloh Saw adalah wujud yang paling banyak mengamalkan syariat yang turun kepada beliau Saw, betapa sangat tingginya solidaritas yang beliau Saw tunjukkan kepada segenap mahluk Allah dan beliau Saw adalah penjelmaan yang sangat kongkrit dari kasih sayang, lihatlah tidak pernah ada kekejaman/kekejian yang pernah beliau Saw contohkan kepada umatnya. (HelpDesk 085883412201_ConsultFree).-
Sungguh istilah yang sangat perlu! Generasi Pelurus untuk meluruskan hal-hal yang kontraproduktif (dosa), dan Generasi Penerus untuk melanjutkan hal-hal yang baik (amal salih). Untuk siswa sekolah dasar sejak 2007 saya istilahkan Generasi Harapan Andalan, oleh karena merekalah generasi yang akan menjadi penerus dan pelurus kelak setelah dewasa.
GENERASI HARAPAN ANDALAN *)
Lyrik : Dadang Adnan Dahlan
Lagu : Supriatna Motekar
Ayah-bunda, dan guru pesankan
Pemerintah pun mengampanyekan
Siswa pembelajar siap terdepan
Generasi harapan andalan
Pakailah sabun mencuci tangan
Sarapan pagi diutamakan
Pentingkan susu, sayuran, dan ikan
Menggosok gigi sehabis makan
Reff.
>> Buanglah sampah tak sembarangan
>> Air dan listrik hemat gunakan
>> Menonton teve tak kebanyakan
>> Tidur siang pun dibiasakan
Ulanglah membaca pelajaran
Bantu orang tua sekemampuan
Siswa teladan jadi panutan
Sehari-hari doa panjatkan
Jatinangor, 12 September 2007
*) Simak lagu: soundcloud.com
Itulah penulis dengan gayanya yang khas. Apa pun yang teralami Pak Parlan selalu menjadi inspirasi untuk menulis. Saya senang nonton sepakbola, meski hanya lewat teve “tentu sebagai hiburan” — apalagi kalau yang bertanding Persib Bandung, favorit saya. Konon Persib Bandung melebihi Real Madrid ataupun MU keterkenalnya di mata penggemar bola lewat jejaring sosial. Setuju? Media, hari ini (8/10) mengabarkan kalau ‘bobotoh’ — istilah spesial pendukung Persib Bandung — rela antre sejak pukul 02.00 dini hari demi mendapatkan/membeli tiket pertandingan leg kedua melawan Mitra Kukar (10/10) untuk memperebutkan satu tempat di babak final Piala Presiden 2015. Saya ingin memperoleh pencerahan dari Pak Parlan tentang kisruhnya hubungan PSSI La Nyala M Matalliti dengan Kemenpora Imam Nachrowi yang belum ada ujungnya. Katanya, Kemenpora (walau kalah dua kali di PTUN) didukung penuh BOPI dan Tim Transisi membekukan PSSI dalam rangka memperbaiki tata kelola PSSI. Namun, telah lebih lima bulan tata kelola itu belum tampak. Yang ada suspend dari FIFA dan AFC. Bagaimana Pak Parlan? (Kalau tidak salah doeloe ada bintang PSSI namanya Parlan (intermezo). Benar?)