Artikel

65 Tahun Jejak Perjalanan Hidupku (The Traces of My Life)

266 views
10 Komentar

***
يُسْرًافَإِنَّ الْعُسْرِ مَعَ
يُسْرًا الْعُسْرِ مَعَ إِنَّ
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (Surah Al-Insyirah ayat 5 dan 6)

Segala masalah akan menjadi lebih kecil jika Anda tidak menghindarinya, tetapi menghadapinya (Laksamana Laut Amerika, Willian Halsey)

成人不自在,自在不成人
Cheng Ren Bu Zi Zai, Zi Zai Bu Cheng Ren
“Orang sukses tidak santai, orang santai tidak sukses” (Pepatah Korea)

***

65
Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirrobiil alamin. Enam pululuh lima tahun sudah. Tidak terasa. Waktu terus berlalu. Seperti angin lalu. Tak pernah berhenti sehari, sejam, semenit, dan sedetik sekalipun. Allah Swt. yang Maha Mengatur kehidupan semua mahluk, termasuk mahluk manusia seperti diriku ini.

Setiap orang memiliki sejarah perjalanan hidup sendiri-sendiri. Kita sendiri jualah yang sesungguhnya telah mengukirnya. Bukan orang lain, meski ibu kita sendiri yang melahirkan. Juga bukan ayah sendiri. Apalagi orang lain. Mereka semua hanyalah faktor ekstern yang “mempengaruhi”. Faktor intern adalah diri kita sendiri. Oleh karena itu kita sendirilah sesungguhnya yang telah mengukir jejak-jejak perjalanan hidup ini. Jejak perjalanan hidupku selama enam puluh lima tahun ini. Dari tanggal 20 Mei 1949 sampai dengan detik ini tanggal 20 Mei 2014. Alhamdulillah……. sampailah sudah di penghujung tanggal 20 Mei 2014 ini, selelah melalui jejak-jejak perjalanan panjang yang membahagiakan dan melelahkan. Demikianlah liku-liku perjalanan yang akan saya tulis secara singkat dalam tulisan sederhana ini. Inilah kemampuanku, apa adanya. Saya bermaksud untuk berbagai kebahagiaan dan sedikit seni yang menyertainya.

Saya mengetahui bahwa tanggal 20 Mei 1949 adalah tanggal kelahiran saya, sumbernya hanya satu, yakni dokumen tertulis dalam Rapor SR, yang ditulis oleh Bapak R. Iskandar, Kepala Sekolah SR Negeri Tawing I, Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur. Ayah dan Ibu saya adalah petani kecil dari Desa Tawing, Kecamatan Munjungan, Kabuaten Trenggalek, Provinsi Jawa Timur hanya tahu dalam ingatannya bahwa saya lahir pada Hari Ahad Wage. Beliau tidak akan lupa memperingati hari kelahiran itu dengan sekedar bubur ulang tahun. Saya adalah anak pertama dari Ayah saya bernama Abdul Basir dan Ibu saya bernama Siti Mailah. Saudara saya sepuluh orang, yang secara berurutan dapat saya sebutkan sebagai berikut: Samuji, Maryani, Sumarli dan Sumardi, Suyitno, Isminah, Mursini dan Mursilah, dan Musripah. Itulah saudara-saudara saya sekandung, keluarga besar Amat Salim, kakekku tercinta. Nama yang saya sebut “dan” karena mereka adalah kembar.

Dalam perjalanan hidup ini, sejak kecil saya telah diambil oleh Kakek saya bernama Amat Salim dan Nenek saya bernama Sukijah. Kedua beliaulah yang telah membesarkan saya sejak usia entah berapa sampai dewasa. Konon, saya telah menghabiskan berapa kasur, karena saya telah banyak ngompol. Kata Kakek (Mbah) dengan Nenek (Mbok Mbah) kepada saya. Saya memanggil Pak Mbah dan Mbok Mbah kepada keduanya karena saya merasakan sebagai bapak dan Ibu sendiri. Semula, saya hanya mengetahui kedua beilaulah yang saya anggap sebagai Bapak dan Ibu kandung saya. Tentu saja setelah menginjak dewasa, saya baru tahu bahwa Bapak dan Ibu kandung saya adalah Bapak Abdul Basir dan Ibu Siti Mailah. Inilah foto kakek dan nenek tercinta dan bapak dan ibu saya terkasih.

basir

Dapat Bersekolah Sampai ke Perguruan Tinggi.

Saya bayangkan, kalau tidak ikut Kakek dan Nenek, mungkin saya tidak akan dapat bersekolah sampai ke perguruan tinggi. Mengapa? Bapak dan ibuku putranya sepuluh. Saya nomor satu. Allah Swt. maha mengatur. Saya diambil kekek yang sangat peduli kepada pendidikan. Saya diambilnya, disekolahkan sampai ke perguruan tinggi. Pada masa itu, baru saya sendirilah seorang anak di desa itu yang dapat bersekolah sampai ke perguruan tinggi. Semua itu telah menjadi berkah tersendiri dalam perjalanan kehidupan saya. Kakek saya seorang punggawa desa yang ternama, Kamituwo, atau kepala dukuh Krajan Tawing yang memiliki bengkok, sehingga beliau dapat membiayai sekolah saya. Apkah pembaca tahu apa itu bengkok? Jangan salah baca bengkok. Bengkok adalah sebidang tanah sawah yang diberikan oleh pemerintah desa. Saya masih ingat pesan Nenek saya. “Teruskan sekolahmu, meski sampai habis hartaku”. Sykur alhamdulillah, Kakek dan Nenekku pada saat itu telah memahami betapa peran pendidikan dalam kehidupan. Tanpa pendidikan, saya tidak mungkin akan menjadi saya yang telah pernah berkeliling dunia dan malang melintang pergi ke beberapa daerah di seluruh negeri, dari Sabang sampai dengan Meraoke, dari Maluku Utara sampai dengan ke Pulau Aru di Provinsi NTT. Berkat dorongan dari Kakek dan Nenek saya, saya berani mendaftarkan diri untuk bersekolah di SD Tawing I. Kepala Sekolahnya adalah Bapak R. Iskandar, tokoh masyarakat yang disegani, dengan rumah yang halamannya cukup luas, bersih, dan penuh dengan pepohonan yang rindang. Ketika mendaftarkan diri masuk SD, saya ditanya “siapa namamu?”. Saya menjawab “Lan”. Karena beliau tahu nama Pak Lik atau Om saya “Pardi”, maka beliau menuliskan “Parlan” dalam rapor SD saya. Nama itu digunakan di SR Tawing I sampai lulus. Ketika masuk SMP Trikora Munjungan pada tahun 1962. Nama saya saya ubah sendiri menjadi Suparlan sampai saat ini. Ketika itu saya tertarik menggunakan nama Suparlan, seperti nama Sukarno, tokoh idola pada saat itu.

Perjalanan pendidikan saya di sekolah formal berjalan lancar. Dimulai dari SD Tawing I, dengan guru idola saya Pak Paniran, saya bersekolah sampai lulus IKIP Malang. Pembaca tahu, IKIP Malang adalah sebagai sepuluh IKIP yang besar di Indonesia. Pak Paniran yang mengajarkan bagaimana menyanyi dengan solmisasi, 1 2 3 4 5 6 7 1 dengan segala variasinya 1 3 2 4 3 5 4 6 5 7 6 1 dan seterusnya. Beliaulah yang mengajarkan lagu-lagu wajib, yang beliau ajarkan pada akhir pelajaran. Lagu Halo-Halo Bandung adalah lagu wajib yang memberikan semangat dalam kehidupan saya. Beliau pulalah yang memberikan pelajaran ekstrakurikuler melalui kebun sekolah. Kegiatan kebun sekolah itulah yang telah menanamkan kecintaan saya terhadap alam dan tanaman. Di kebun sekolah itu, siswa kelas IV dan V dilatih menanam kacang tanah, dengan sistem yang berbeda dengan kebiasaan masyarakat di desa itu, yakni satu lubang dengan satu butir kacang tanah, dan dengan cara belarik-larik. Kata Pak Paniran, biar mudah menyiangi rumput yang akan mengganggu tanaman.

Singkat kata, saya bersekolah di SMP Trikora Munjungan, dengan jumlah siswa 22 orang, lulus semua, dan menjadi lulusan terbaik kedua. Para guru SMP saat itu banyak guru yang mendorong agar saya dapat masuk ke SPG (Sekolah Pendidikan Guru) Negeri di kota Trenggalek dan akhirnya lulus pada tahun 1968. Sebagai lulusan SPG, maka satu-satunya pilihan perguruan tinggi yang akan dimasuki adalah IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan) pada tahun 1969. Ada beberapa teman dari desa lain yang bersama-sama masuk IKIP Malang, seperti Suparman dari Desa Bendoroto, tetapi saya adalah satu-satunya anak dari Desa Tawing yang pertama masuk ke perguruan tinggi. Saya masuk jurusan Geografi, dan lulus pertama karena harus menyusun skripsi. Saya sudah lupa judul skripsi saya ketika itu, yang teringat adalah saya dapat menyusun skripsi dengan mudah dan kemdian mengikuti ujian komprehensif dengan lancar. Baru teman-teman yang lain dapat menguti jejak saja lulus dari IKIP Malang pada tahun 1972. Alhamdulillah. Berkat semangat dari Kakek dan Nenekku, serta do’a dari Ayah dan Ibuku yang sangat sabar saya lulus.
Belajar Menjadi Guru

Setelah lulus IKIP pada tahun 1972, saya kemudian mencari pengalaman untuk mengajar. Saya memperoleh kesempatan untuk mengajar di STM Pertanian yang baru didirikan oleh Pak Wiyono, seorang tokoh masyarakat di Singosari, tidak jauh dari Candi Singosari. Selain itu memperoleh kesempatan pula mengajar di SMP Muhammadiyah Singosari. Makin banyak pengalaman, saya merasa semakin percaya untuk menghadapi masa depan. Bahkan, kemudian saya diterima untuk menjadi guru di SMA Taman Harapan di Kota Malang, yakni sekolah yang kebanyakan siswanya keturunan Cina. Tidak ada keraguan sama sekali untuk dapat mengajar di sekolah yang beragam lingkungannya, termasuk yang para siswanya keturunan Cina. Saya malah menjadi lebih bersemangat untuk menghadapi masalah. Justru inilah pengalaman yang harus saya peroleh.

Akhirnya, berkat bantuan Bapak R. Hidayat, yang pada saat itu kebetulan bekerja Kanwil Depdikbud Provinsi Jawa Timur, saya akhirnya memperoleh pengangkatan menjadi guru di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri Pamekasan. Juga tidak ada keraguan sedikit pun, meski harus menjadi guru di daerah yang menggunakan Bahasa Madura. Pada bulan Desember 1974, saya diangkat menjadi PNS sebagai guru SPG Negeri Pamekasan dengan menyandang gelar BA (Bachelor of Art), karena di IKIP Malang ketika itu belum ada program S1. Kepala SPG Negeri Pamekasan bernama Bapak Sjafrawi, orang Madura asli. Pada saat itu ada beberapa orang guru baru, seperti Pak Tawil, Pak Husaifi, dan lain-lain. Tanpa ada keraguan sedikit pun saya melangkah menjadi guru SPG Negeri Pakemasan dengan Pangkat/Golongan II/B, karena lulusan BA. Sementara guru yang lain lulusan S1, mereka langsung menjadi PNS dengan Pangkat/Golongan III/A dengan gelar kesarjanaan Drs. (doktorandus). Saya sama sekali tidak merasa iri dan rendah diri sedikit pun, karena itulah ketentuan yang telah mengaturnya.
Bertemu Calon Ibunya Anak-Anakku

Jodoh memang tidak lari kemana. Pada tahun 1975, ketika saya menjadi guru baru di SPGN Pamekasan, ada seorang siswa pindahan dari SPGN Mojokerto. Suatu ketika saya bertemu dengannya di pintu gerbang sekolah. Saya naik sepeda ontel INICEF dan turun di pintu gerbang masuk sekolah. Dia jalan kaki, setelah dari rumahnya naik becak ke sekolah. “Anak baru ya”, tanyaku setelah berjumpa dengannya. Dia menjawabnya dengan senyumnya. Tanpa bertanya lebih lama saya pun masuk sekolah, setelah meletakkan sepeda di tempatnya. Sampai ke ruang guru, datanglah siswa baru itu dengan membawa buku yang diserahkan kepada saya. Setelah saya terima, saya baru tahu bahwa itu adalah ulah dari teman guru yang berusaha untuk mempertemukan saya dengan siswa baru itu. Singkat kata, itulah pertemuan pertama saya dengan calon Ibunya anak-anakku kelak, karena setelah tahun 1976 lulus SPG, pada tahun 1977 saya nikah dengannya, berkat spesial izin dari Bapak dan Ibunya. Saya nikah di Pamekasan dengan pesta sederhana dan dihadiri oleh sanak keluarga dari kedua belah pihak.
Pada tahun 1978 anak saya pertama, Arif Hidayat, lahir di Pamekasan. Saya namakan Hidayat untuk mengingatkan bantuan Bapak R. Hidayat yang telah membantu pengangkatan saya menjadi guru SPGN Pamekasan. Anak saya kedua pun lahir pada tahun 1980. Saya beri nama Dian Septiana, karena saya berharap menjadi dian penerang dalam kehidupan keluarga saya. Nama Septiana saya berikan karena dia lahir pada bulan September. Anak ketiga saya, laki-laki, namanya Trias Setiawan. Saya ingin nama anak ketiga ini dapat menghidupkan semangat kesetiaan semua anggota keluarga dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah. Alhamdulillah, ketiga anak saya dapat mencapai jenjang pendidikan S1 semua. Arif Hidayat lulus dari Universiti Utara Malaysia dalam bidang komputer, Dian Sptiana lulus jurusan Hubungan Internasional dari Universitas Jayabaya, dan Trias Setiawan lulus dalam bidang manajemen informatika dari Universitas Guna Darma Jakarta Selatan.

Hadiah Juara I Lomba Karya Tulis Korpri Tingkat Nasional

Kehidupan saya ketika menjadi guru SPGN Pamekasan hanya sederhana. Tinggal di satu ruang asrama Siswa SPGN Pamekasan, Jalan Panglima Sudirman Pamekasan. Ruang asrama itu saya buatkan bedak-bedak yang ditempel dengan kertas koran kemudian dilabur dengan kapur, untuk tempat kamar tidur adik-adik dan saudara-saudara yang ikut numpang di asrama. Setiap tahun ajaran baru, selalu ada beberapa anak dan saudara ada yang bersekolah di SPGN Pamekasan atau di SPG Muhammadiyah Pamekasan. Semuanya tinggal bersama saya. Itulah sebabnya semua anak-anak saya ada yang mengurusnya, memandikan dan sebagainya. Itulah sebabnya, semua adik saya menjadi murid SPGN Pamekasan, dan itulah yang dapat saya lakukan untuk keluarga.
Ketika menjalani kehidupan sebagai PSN guru SPGN Pamekasan, secara kebetulan saya membaca koran tentang pengumumman tentang Lomba Karya Tulis Korpri Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Korpri. Saya tertarik untuk mengikuti lomba itu. LIPI menjadi Tim Penilai Lomba Karya Tulis tersebut.
Untuk mempersiapkan tulisan yang akan saya ikutkan dalam Lomba Karya Tulis tersebut, beberapa malam saya harus menghabiskan waktu untuk mengetik karya tulis dengan menggunakan mesin ketik Brother dengan sebelas jari. Sebelas? Ya, dengan dua jari saja, karena teknik mengetik sepuluh jari ketika belum dipelajari. Beberapa malam saya diingatkan oleh istri saya, mengapa saya masih mengetik sampai dengan larut malam. Saya hanya bisa menjawab “sebentar lagi”, karena tulsian itu memang harus dapat diselesaikan, dalam batas waktu sesuai dengan tanggal cap pos besok hari. Akhirnya dengan mengetik beberapa malam, akhirnya selesailah karya tulis tersebut dan siap untuk dikirimkan melalui pos.

Setelah saya menunggu beberapa lama, akhirnya balasan surat melalui pos pun tiba. Surat itu merupakan undangan untuk menghadiri acara pemberian hadiah dalam lomba karya tulis Korpri di Jakarta. Alhamdulillah, saya pun berangkat ke Jakarta dengan naik kereta api Mutiara Selatan. Inilah saat pertama kali menginjakkan kaki di bumi Jakarta. Sesampai di Jakarta, Dik Anto, putra Om dari pihak istri telah siap menjemput saya. Saya langsung diantar ke Kantor Pengurus Pusat Korpri Jakarta. Di kantor itu saya baru diberitahu bahwa saya menjadi juara pertama, dan malam harinya akan mengikuti acara pemberian hadiah Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), yang pada saat itu gaji saya sebagai guru SPGN jauh lebih kecil dibandingkan dengan hadiah itu. Bersama saya di Kantor Korpri tersebut adalah seorang dosen Universitas Nusa Cendana, yang menduduki peringkat ke sepuluh.

Sore itu saya diantar ke Hotel Wisata Internasional Jakarta, dekat dengan Hotel Indonesia. Hotel Wisata International terletak di dekat SOGO, yang konon dikenal sebagai tempat belanja paling mahal pada saat itu. Menginap di hotel semewah itu, terus terang pada saya selalu merasa grogi karena ulah pintu yang buka dan tutup secara otomatis. Bahkan saya kemudian merasa sok alim, karena melihat handuk putih di lantai kamar mandi. Saya letakkan handuk itu di atas rak tempat handuk untuk mandi. Maklum sama-sama bersihnya. Eee …. ternyata besok paginya, handuk itu kembali ke lantai lagi. Tidak tahunya handuk itu memang berfungsi sebagai keset, yang berbeda dengan handuk untuk mandi. Nah, itulah pengalaman yang menggelikan yang telah saya alami sebagai orang desa yang pertama kali pergi ke kota.

Titik Awal

Titik awal perubahan dalam kehidupan sessungguhnya berawal di sini, yakni sejak menjadi juara Lomba Karya Tulis Korpri Tingkat Nasional tersebut. Peristiwa ini menjadi motivasi yang besar bagi diri saya, yakni keyakinan bahwa saya bisa menulis, dan akan terus menulis sepanjang hayat. Menlis adalah bagian dari kehidupan saya. Itulah titik awal saya merasa memiliki kemampuan menulis, yakni sejak Bapak Amir Mahmud, Menteri Dalam Negeri, sebagai pembina Korpri Pusat, telah menyerahkan penghargaan kepada diri saja seorang guru SPGN Pamekasan. Oleh karena itu, tahun 1982 adalah titik awal yang telah mendorong roda kemajuan dalam kehidupan saya.

Meneruskan Program S1 di Universitas Darul Ulum Jombang

Hadiah lomba karya tulis Korpri tersebut langsung saya gunakan untuk meneruskan kuliah program S1 di Universitas Darul Ulum Jombang. Itulah kesempatan yang bisa saya manfaatkan. Tanpa harus meninggalkan pekerjaan, saya dapat kuliah pada hari Sabtu dan Minggu untuk ‘nduduk” kuliah di universitas swasta yang saat itu banyak diminati. Saya berangkat kuliah pada hari Sabtu dari Pamekasan ke Jombang, dan pulang dari Jombang ke Pamekasan pada hari Minggu. Semalam tinggal di Hotel HI (Hotel Islam) alias Masjid Kampus Universitas Darul Ulum. Mulai kuliah pada tahun 1983 dan lulus pada tahun 1985 dengan IP 3,14 dengan menyandang gelar Drs. (doktorandus). Dengan gelar tersebut, kepangkatan pun naik lebih cepat, dari II/B langsung ke III/A. Lebih dari itu, permintaan untuk mengikuti penataran pun menjadi bertambah sering daripada sebelumnya. Selama kuliah di Universitas Darul Ulum Jombang, saya pun masih mengikuti kursus tertulis Bahasa Inggris di Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) Tertulis Bahasa Inggris di Bandung. Saya mengikuti kursus tertulis selama setahun, dan memperoleh sertifikat dengan nilai B. Tentu saja, karena kursus tertulis, maka saya sedikit bisa menulis dalam Bahasa Inggris (written language), tetapi tidak bisa fasih berbahasa Inggris secara lisan (oral language).

Program Master di University of Houston, Texas, Amerika Serikat

Tidak berhenti sampai di situ. Hadiah Lomba Karya Tulis Korpri tidak hanya dapat dimanfaatkan untuk meneruskan kuliah di Jombang, ternyata memiliki efek ikutan (nurturant effect) yang lebih panjang lagi. Saya menjadi sering memperoleh undangan dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan — pada saat itu Provinsi Jawa Timur — untuk mengikuti penataran guru. Akhirnya, saya memperoleh undangan untuk mengikuti penataran guru SPG di Balai Penataran Guru (BPG) Surabaya. Inilah saat yang menentukan saya bisa bertemu dengan penatar dari University of Georgia, namanya Prof. Dr. Marion Jenning Rice. Beliau menjadi konsultan P3TK di Jakarta. Beliau tidak bisa berbahasa Indonesia dengan lancar, sehingga beliau memerlukan penerjemah. Nah, inilah saat yang tepat untuk belajar Bahasa Inggris, pikirku dalam hati. Setiap kali selesai sesi pelatihan dari Prof. Dr. MJ. Rice, saya selalu menemui beliau untuk bercakap-cakap dengan beliau agar bisa berbicara dalam Bahasa Inggris. Perilaku saya ini sangat memberikan dampak positif terhadap persepsi beliau terhadap saya. Tidak berapa lama saya ditunjuk untuk mendampingi beliau dalam berbagai acara. Pertama, saya diminta mendampingi beliau pada saat ada kegiatan cultural session, sekedar mendampingi beliau, kalau beliau memerlukan bantuan. Kedua, ee …. malah saya diminta untuk menjadi penerjemah (translator) pembantu. Jika penerjemah dari Kanwil tidak bisa bertugas, maka saya menggantikannya. Grogi juga ketika saya harus mendamping beliau saat menyampaikan penataran kepada peserta penataran. Ketika beliau berceloteh menggunakan Bahasa Inggris dan kemudian saya harus menerjemahkan dan menjelaskan dalam Bahasa Indonesia. Untung saya telah mengikuti pelatihan sebelumnya, sehingga apa yang saya sampaikan sebenarnya merupakan improvisasi tentang apa yang beliau sampaikan tidak seluruhnya sebagai penerjemahan dari apa yang beliau sampaikan.

Singkat kata, saya memperoleh kepercayaan yang luar biasa dari Mr. Rice. Ujung-ujungnya, beliau mengusulkan saya untuk menjadi salah satu peserta tugas belajar ke Amerika Serikat, tepatnya di University of Houston, Texas. Saya menjadi salah satu dari 30 orang guru SPG yang dikirim untuk tugas belajar di universitas itu. Satu berkah luar biasa yang tidak pernah saya bayangkan, jika seorang anak dari Desa Tawing, Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek, kemudian dapat mengikuti kuliah di Amerika Serikat, yang lupa berbahasa Indonesia, apalagi berbahasa Jawa. Ketika beliau mengajak saya ke rumahnya di Atlanta, Amerika Serikat, saya merasa sudah menjadi keluarga beliau. Ketika itu liburan semester. Saya diajak Mr. Rice ke rumah beliau di Negara Bagian Atlanta. Sedang saya tinggal di Houston, Negara Bagian Texas. Itu tempat pertandingan Rodeo, atau balap kuda, saya samakan dengan Kerapan Sapi, atau balapan sapi di Madura. Jadi jarak Houston, Texas, dengan Atlanta cukup jauh, seperti dari Indonesia Barat ke Indonesia Timur begitulah kira-kira. Saya diajak naik mobil Mr. Rice, dan beliaulah yang menyetirnya sendiri. Selama seminggu, saya diajak berkeliling Amerika Serikat, ke Gedung Putih, Mew York, Washington, sampai ke berbatasan dengan Kanada. Ketika itu Mr. Rice sudah berumur 80-an tahun, sudah menjadi emiretus professor di Georgia University.

Saya menjadi tamu terhormat Prof. Dr. MJ. Rice, selain menjadi mahasiswa tugas belajar selama dua tahun di University of Huston. Pertama tinggal di student dormitory, yang memperoleh layanan sepenuhnya dari universitas. Tahun berikutnya tinggal di asrama dengan layanan personal bersama dengan teman-teman guru SPGN dari berbagai daerah di Indonesia. Ada yang dari jurusan Sains, ada yang dari olah raga, matematika, dan saya adalah dari jurusan IPS atau social studies. Sayang, mereka semua sudah entah di mana. Tidak ada reuni dan tidak ada haha hihi lagi. Tapi, ada seorang yang pernah ke rumah, yakni mantan guru SPGN Bangkalan. Sekarang menjadi guru besar di UT. Dua tahun bukanlah masa yang sebentar. Rasa kangen keluarga pun muncul. Saya memang menyukai puisi. Kekuatan saya memang dalam otak kanan. Saya dapat meluahkan kangen saya kepada keluarga dan bangsa kami. Menjelang pulang ke tanah air, saya sempat menulis puisi berikut ini:

ON A DAY

By Suparlan

On a day, in the month of February,When Howie came to Indonesia on a nice day,
We had a lot of to say,
But we didn’t know how to speak fluently.

On a day, like this nice day,
When Howie brought us to the Houston University,
Then, we lived in a nice, big, high dormitory,
We started our hard study.

And on a day, in the month of May,
When we moved to Beal Village,
The apartment where we stayed,
We lived day by day until the days passed away.

On a day, in Farish Hall, at the University,
When we were trained by all members of the faculty,
We worked hard with our brothers, sisters who gave us knowledge intelligently,
All we have worked hard to study in the Houston University.

All the days that passed away,
All that happened day by day,
All that made us bright and happy,
And all that made us homesick and miss our families..

Oh ……, if to day becomes yesterday,
And if tomorrow replaces to day,
And when we go back to our country,
Then all these will be a sweet, sweet memory,
That we’ll never forget in our life history.

To day ………, in a simple farewell party,
We want nothing but good-byes, thankfulness, and good wishes,
Let us together wish and pray,
May God rejoin us together on a day,
And may God help us together us all our days.

Houston, April 21, 1988.

Dengan puisi itulah saya dari tiga puluh mahasiswa tugas belajar, guru-guru SPGN dari seluruh Indonesia, akhirnya dapat lulus dan diwisuda di University of Houston. Kami kembali ke tanah air membawa gelar M.Ed. (Master of Education), yang sebenarnya menjadi beban berat yang harus kami tunaikan untuk kemajuan pendidikan di tanah air. Sampai di tanah air, kami diwisuda pula di Aula Kantor Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Sekembali ke daerah masing-masing sesuai dengan asal SPGN-nya, saya memperoleh panggilan dari Bapak Drs. Sjaifudin DA, yang menanyakan kepada saya apakah mau dipindahkan dari SPG Negeri Pamekasan ke Bagian Perencanaan, Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Tanpa berpikir panjang lagi, saya menyanggupi tawaran beliau. Singkat cerita, sejak 1990 saya sekeluarga pindah ke Jakarta. Saya menempati rumah cicilan di Perumahan Taman Depok Permai Blok D Nomor 6 tepat pada tanggal10 November 1990. Tanggal kepindahan ke Jakarta ini sangat saya hafal, karena bertepatan dengan Hari Pahlawan. Serperti hari kelahiran saya, tanggal 20 Mei 1949, kelahiran istri saya tanggal 22 Desember 1956 adalah bertepatan dengan Hari Ibu, maka kepindahan saya sekeluarga adalah tepat pada Hari Pahlawan. Inilah awal kehidupan saya sekeluarga di Jakarta, orang udik yang berasal dari Desa Tawing, Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek, dapat pindah dengan sangat mudah ke Jakarta berkat bantuan Bapak Sjafiudin DA.

Menjadi Pejabat

Karir ini sejak awal menjadi PNS menag harus diperjuangkan. Tidak demikian halnya saya. Saya asik dengan pekerjaan sebagai Kepala Subbag Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana dan Program di Bagian Perencanaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah selama beberapa tahun lamanya. I really to be a hard worker. Saya senang dengan pekerjaan menulis seperti membuat naskah pidato, membuat paper, menyusun laporan, dan sejenisnya, karena latar belakang saya menjadi juara karya tulis Korpri.

Selain itu, tugas dinas ke daerah sungguh membuat saya lupa dengan karir sebagai pejabat. Hampir seluruh kabupaten/kota di Indonesia telah saya kunjungi, sampai ke daerah terpencil seperti Pulau Aru. Sampai ke pulau itu, saya pun telah menulis artikel yang saya beri judul Aru (Aku Rela Untukmu). Ke daerah Irian dan Papua pun saya sudah sampai. Ke ujung Barat Indonesia pun saya sudah jelajahi. Semua itu menjadi pengalaman yang sangat berharga dalam mengukir jejak-jejak sejarah di negeri yang kaya raya ini. Kegiatan monitoring dan evaluasi adakan kegiatan inti saya sebagai Kasubbag. Alhamdulillah, setelah lima tahun lebih menjadi Kepala Sekolah di Malaysia, saya kemudian dipindahkan dan diangkat menjadi Kepala Bagian Pelayanan Teknis (Eselon III), Pusat Penataran dan Pengembangan Guru (PPPG) sekarang P4TK Matematika Yogyakarta. Saya harus mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Baedhowi, karena masih memberikan kesempatan untuk bertugas di lembaga penataran terkenal dalam bidang Matematika. Meski saya bukan dari jurusan Matematika, saya masih diberikan kesempatan untuk memimpin unit Pelayanan Teknis untuk melaksanakan penataran guru dari seluruh Indonesia dalam mata pelajaran matematika. Saya mulai bertugas di PPPG Matematika Yogyakarta pada tahun 2002 dan berlangsung sampai dengan tahun 2004, dan ternyata tidak terasa saya mencapai usia pensiun 56 tahun. Saya sedikit tergagap ketika menerima surat pemberitahuan bahwa saya telah mencapai usia pensiun, padahal pada saat itu saya masih senang-senangnya menulis.
Jauh sebelum bertugas sebagai Kepala Sekolah Indonesia Kuala Lumpur dan menjadi Kepala Bidang Pelayanan Teknis di PPPG Matematika Yogyakarta, selama menjabat sebagai Kepala Subbagian Monitoring Pelaksanaan Rencana dan Program (MPRP) di Bagian Perencanaan, Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, saya mempunyai kesan mendalam ketika mengadakan pameran pendidikan yang dihadiri oleh Presiden BJ. Habibie yang saat itu mengunjungi pameran pendidikan. Saya sempat memberikan penjelasan sangat singkat tentang materi pameran tersebut.

Menjadi Kepala Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIK)

Ketika asik menjadi Kasubbag dalam beberapa tahun itulah Bapak Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah menawarkan tugas baru menjadi Kepala Sekolah Indonesia Kuala Lumpur. Saya sangat senang karena saya sudah sering pergi ke luar negeri sendirian, seperti ke Swedia, ke Norwegia, Australia, dan Jepang. Saat inilah saya akan memberikan kesempatan kepada istri dan anak-anakku bersama tinggal di luar negeri. Saat itu ada pilihan tugas di Jedah, Singapura, atau Kuala Lumpur. Entah kenapa saya memilih Kuala Lumpur. Baru saat pergi ke Mekah dan ikut city tour ke Jedah, saya baru sadar mengapa dahulu saya tidak memilih Jedah, agar saya dapat beribadah haji berkali-kali dan bisa berbahasa Arab.

Dengan menjadi Kepala Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, saya memiliki pelamanan praktik ependidikan. Meski saya pernah menjadi Kepala Sekolah di SMA Muhammadiyah Pamekasan, pengalaman menjadi Kepala Sekolah Indonesia Kuala Lumpur mempunyai kesan tersendiri. Pertama, saya menjadi kepala sekolah untuk tiga jenjang pendidikan sekaligus, yakni SD, SMP, dan SMA. Saat itulah, berkat bantuan anak saya yang belajar dalam bidang komputer di Universiti Utara Malaysia, SIK telah memiliki website sendiri, memiliki logo sekolah sendiri, dengan motto CARAKA MUDA, artinya Utusan generasi berusia muda, yang saya duplikasi dari motto KBRI Kuala Lumpur atau Kementerian Luar Negeri CARAKA BHUANA artinya utusan dunia.

Selama bertugas di Kuala Lumpur, keluarga saya tinggal di Kampung Pandan. Di kawasan ini, setiap pagi saya dapat mengamati perilaku siswa Sekolah Rendah (SR) yang belajar antri ketika menunggu BAS SEKOLAH. Sebelum bus sekolah itu tiba untuk menjemputnya, anak-anak itu telah meletakkan tas sekolah yang berat-berat itu di bawah pohon di trotoar jalan. Mereka mengaturnya dengan rapi berjejer-jejer. Ketika bus sekolahnya datang, dengan tertib mereka masuk bus dengan tertib satu demi satu, berdasarkan urutan tas mereka. Itulah pelajaran berharga yang saya petik dari budaya sekolah di Malaysia. Kemajuan suatu negara, seperti Malaysia, antara lain karena dibangun dengan budaya sekolah yang positif, bukan budaya sekolah negatif (toxic school culture), seperti tawuran, menyontek, dan budaya negatif lainnya.
Ketika bertugas di KBRI Kuala Lumpur sebagai Kepala Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, istri saya tidak ikut mengajar di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIK). Ia lebih suka kumpul-kumpul dengan Dharma Wanita di KBRI. Ketika ada kunjungan Bapak Presiden BJ Habibie ke KBRI. Sebagai istri home staff non diplomatik, ia ikut menerima kedatangan tamu-tamu terhormat dari negeri tercinta. Pada saat itu Presiden BJ. Habibie mengunjungi KBRI Kuala Lumpur Malaysia.

Bertugas ke Beberapa Negara

Saya sering menerima tugas untuk bertugas ke luar negeri. Misalnya, mendampingi guru-guru teladan ke negeri Jepang, melalui program Keidanren Teacher’s Leadership. Selama seminggu di negeri Bunga Sakura, saya dan para guru teladan dari Indonesia diajak mengunjungi Sekolah Republik Indonesia (SRI) di Tokio, dan sekolah-sekolah Jepang. Saya didampingi oleh pengantar setia Keiko Kizawa. Sayang saya tidak bisa bahasa Jepang, kecual “gengki deska” yang artinya “apa khabar, “hoayo gozaimas” artinya “selamat pagi”, dan “konichiwa” artinya “selamat malam”, dan kosa kata lain yang sekarang sudah lupa pula, karena tidak pernah saya pakai. Selain itu terpaksa hasus berbahasa Inggris dengan mereka. Alhamdulillah dengan pengalaman di Amerika, semua berjalan lancar.

Selama di Jepang, tentu saja saya sempat mengunjungi tempat-tempat penting di Jepang, seperti Nagasaki dan Hiroshima. Di tempat ini saya membayangkan Kaisar Hirohito yang mengunjungi bekas-bekas bom sekutu yang meluluhlantakkan dua kota tersebut dengan bertanya “masih ada berapa guru yang tersisa”. Bukan berapa tentara yang masih ada yang ditanyakan, tetapi guru. Hal ini menunjukkan tentang pentingnya pendidikan untuk membangun masa depan Jepang. Hanya dengan guru yang baiklah, kualitas pendidikan yang baik akan dapat dicapai. Tokoh pendidikan India Digunarti Bhaskara Rao menyatakan bahwa “Good Education requires good teachers”. Pendidikan yang baik memerlukan guru yang baik.

Selain ke Jepang, saya juga pernah bertugas ke beberapa negara Eropah, antara lain ke Yugoslavia dan Finlandia, yakni satu negara yang pendidikannya terbaik di dunia. Dengan belajar dari keadaan pendidikan di negara-negara tersebut, saya meyakini bahwa pendidikan yang baik itu dapat dilihat dari proses pembelajarannya yang baik. Itulah sebabnya, para ahli pendidikan menyatakan bahwa ruang kelas itu menjadi black box (kotak hitam) proses pembelajaran.
Jika pesawat terbang mengalami kecelakaan, maka yang dicari atau ditemukan adalah kotak hitamnya (black box), karena dalam kotak itu dapat diketahu sebab musabab kecelakaan pesawat tersebut. Demikian pula dengan jika terdapat masalah dalam proses penyelenggaraan pendidikan, kita tidak usah jauh-jauh mencarinya. Black box-nya adalah ruang kelas.
Menjadi Konsultan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dengan Tugas-Tugas Sosial Kemasyarakatan

Dari masyarakat kembali ke masyarakat. Demikianlah liku-liku perjalan hidup ini. Saya pernah menjadi Ketua RT ketika telah mencapai masa pensiun, dan berhasil membangun jalan di depan kompleks bukan karena bantuan dari siapa, tetapi berkat peran serta masyarakat. Berkat kekompakan semua pengurus RT dan warga masyarakat, khususnya Bendaha RT, Pak Yanto, jalan di kompleks RT O5 telah berhasil ditinggikan sebesar 10 – 11cm. Sengaja dicor dengan ketebalan 10 em dan 11 cm, agar air tidak tergenang di jalan, dan dapat cepat kering dan mengalir ke paritnya.
Orang bilang, pensiun bukanlah sebagai akhir dari pengabdian. Setelah pensiun pada tahun 2004, dalamu usia 56 tahun, saya merasakan hal demikian. Oleh karena itu, ketika teman-teman memberikan peluang untuk membantu kegiatan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sebagai konsultan individu, maka dengan senang hati saya menerimanya. Selepas pensiun pada tahun 2004, pada tahun berikutnya saya langsung membantu kegiatan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah berdiri pada tahun 2002, berdasarkan Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 pada tanggal 2 April 2002. Dengan demikian, saya terlibat dengan kegiatan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah memang sejak awal berdirinya kedua lembaga ini. Oleh karena itu, ketika Dewan Pendidikan Nasional belum berhasil terbentuk sampai tahun 2014 ini, saya merasa berhutang budi kepada lembaga ini, merasa bersalah mengapa Dewan Pendidikan Nasional belum juga dapat dibentuk? Amanat itu sudah lama dititahkan oleh rakyat, yaki pada tahun 2003. Sampai dengan tahun 2014, Dewan Pendidikan Nasional belum juga dibentuk. Padahal, Dewan Pendidikan di seluruh Kabupaten/Kota dan Provinsi di Indonesia sangat mengharapkan kehadiran Dewan Pendidikan Nasional. Saya selalu mengatakan dalam acara workshop Dewan Pendidikan dan workshop Komite Sekolah bahwa Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan representasi masyarakat dalam bidang pendidikan. Dengan kata lain, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah merupakan wadah peran serta masyarakat dalam membantu upaya peningkatan mutu pelayanan pendidikan. Jika akhirnya nanti Dewan Pendidikan Nasional tidak juga dapat dibentuk karena berbagai pertimbangan, maka artinya Pemerintah, terutapa Pemerintah Pusat telah menodai amat rakyat, terutama pada Pasal 56 ayat (1), (2), (3), dan (4). Seorang pegawai Dinas Pendidikan di Kabupaten Karimum, Provinsi Kepulauan Riau, dengan prihatin mengatakan bahwa Pemerintah tidak konsisten. Pemerintah meminta agar dalam rangka pelaksanaan MBS setiap sekolah, baik negeri maupun swasta harus membentuk Komite Sekolah. Ternyata Pemerintah sendiri tidak segera membentuk Dewan Pendidikan Nasional. Konsistensi antara apa yang diucapkan dengan apa yang seharusnya dilakukan. Dalam usia 65 tahun ini, saya merasakan kegalauan yang mendalam, karena belum terbentuknya Dewan Pendidikan Nasional.

Pernyataan saya dalam kegalauan saya tentang Dewan Pendidikan Nasional ini saya sampaikan dimana-mana, termasuk ketika Dinas Pendidikan Kabupaten Karimun telah mengundang saya untuk menyampaikan paparan tentang Membangun Peran Serta Masyarakat. Para pengabdi dalam bidang pendidikan, seperti di daerah Kabupaten Karimun itu sangat membutuhkan informasi tentang kebijakan pendidikan. Mereka sangat haus pengetahuan dan motivasi, misalnya tentang Penerapan Kurikulum 2013. Pernyataan Bapak Dirjen Pendidikan Dasar sangat benar. Setiap kali bertugas ke daerah, informasi tentang Penerapan Kurikulum 2013 sangat diharapkan. Oleh karena itu, semua petugas, mulai dari stafnya, apalagi pejabatnya, perlu memiliki bekal tentang kebijakan pendidikan tersebut.
Kita selalu memperoleh pelayanan yang sangat luar biasa ketika bertugas ke daerah. Kenapa pelayanan yang luar biasa ini tidak kita imbangi dengan memberikan informasi sebanyak mungkin kepada mereka? Inilah saat-saat yang amat menyenangkan, ketika makan ikan bumbu asam pedas di Karimun.

Sebagai Konsultan Individu Dewan Pendidikan dan Komite sekolah, sudah barang tentu saya selalu terlibat dalam kegiatan Dewan Pendidikan, seperti pemberian bantuan sosial, workshop bantuan sosial Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Sebagai konsultan, saya masuk kantor sebagaimana pegawai biasa. Setiap pagi saya sudah timba di kantor. Suatu ketika, dengan tidak sengaja Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sedang melakukan sidak di Bagian Perencanaan. Secara kebetulan beliau melihat-lihat pekerjaan saya. Beliau sempat melihat-lihat produk kinerja saya. Beliau kelihatan tertarik dengan produk kegiatan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Pencak Silat Pamor dari Madura

Salah satu andalan khasanah kekayaan budaya dari Madura adalah Seni Pencak Silat khas yang berasal dari tanah Madura. Secara kebetulan pernah selama 15 tahun saya menjadi guru SPG Negeri Pamekasan. Istri dan anak-anak saya pun mempunyai darah Madura, karena Ibunya dari Madura. Bahasa Madura pun telah menjadi Bahasa Ketiga, setelah Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, dan kemudian Bahasa Madura. Makanan khas Madura juga telah menjadi makanan kesukaan kami sekeluarga. “Sate lala’ merupakan kesenangan kami. “Lorju” adala sejenis kerang yang digoreng juga menjadi kegemaran kami sekeluarga.
Itulah sebabnya, pendiri, tokoh, dan sekaligus pelatih Seni Pencak Silat meminta saya menjadi Sekretaris Persatuan Pencak Silat PAMOR (Pencak Silat Angkatan Muda Rasio), yang secara kebetulan juga Ketuanya Bapak Dirjen Pendidikan Menengah dan kini dipindah menjadi Dirjen Pendidikan Dasar. Foto berikut merupakan foto kenang-kenangan pada saat kegiatan ulang tahun Persatuan Pencak Silat PAMOR yang diadakan di LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan) Jakarta. Dalam acara ini ditampilkan kemahiran anak asuh Persatuan Pencak Silat PAMOR yang sering menjadi utusan Pencak Silat dari DKI Jakarta dalam acara lomba di tingkat nasional, dan sering menjuarai berbagai momen di tingkat daerah maupun nasional.

Dari Guru Menjadi Dosen di Universitas Tama Jagakarsa Jakarta Selatan

Setelah pensiun dari PNS Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kemudian saya menjadi dosen tetap di Universitas Tama Jagakarsa, Jakarta Selatan pada tahun 2008 dengan pangkat akademis Asisten Ahli. Terima kasih Pak Tama Sembiring. Pangkat ini pun menjadi pangkat terakhir karena memasuki usia 65 tahun ini.
Tetapi, sebelum menginjak usia 65 tahun tersebut, saya sedang dalam proses pengusulan pangkat ke lektor. Sayangnya usulan kepangkatan yang terakhir tersebut ternyata mandeg di meja petugas. Padahal saya telah menyiapkan tiga sampai empat buku untuk pendukung usulan tersebut. Namun sekali lagi, bukunya pun hanya numpuk di meja petugas. Saya ingin melaporkan kepada Kopertis III, tapi saya pikir tidak ada gunanya. Lapor kepada siapa pun juga tidak membantu, karena sistem kenaikan pangkat akademis tersebut adalah sistem lama yang memang sudah harus diganti dengan sistem yang selaras dengan era teknologi informasi.
Supaya ada kejelasan bagi semua pihak yang terkait, dalam buku ini akan saya kemukakan status terakhir saya menjadi dosen tetap di Universitas Tama Jagakarsa Jakarta Selatan sebagai berikut:
1. Nama lengkap : Drs. Suparlan, M. Ed.
2. Tempat, tanggal lahir : Trenggalek, 20 Mei 1949
3. Status kepegawaian : Dosen Tetap Yayasan
4. Terhitung mulai tanggal : 20 Februari 2008
5. Pangkat akademis : Asisten Ahli
6. Terhitung mulai tanggal : 1 April 2010
7. Angka kredit : 150
8. Pangkat inpassing : Penata Muda Tk. I, gol ruang III/b.

Sebelum tanggal 20 Mei 2014, ketika saya mencapai usia 65, proses kenaikan pangkat akademis saya sebenarnya masih dapat diurus. Tenggat waktu empat tahun seharusnya saya dapat memenuhi angka kredit untuk mencapai satu pangkat yang lebih tinggi. Untuk itu saya sudah berusaha untuk memenuhinya, terutama beberapa buku yang saya hasilkan, yaitu:
1. Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran (Curriculum and Learning Material Development), ISBN: 978-979-010-391-7, Penerbit Bumi Aksara, 2011, Jakarta
2. Praktik-Praktik Terbaik Pelaksanaan Pendidikan Karakter, ISBN: 978-979-26-0143-5, Penerbit Hikayat Publishing, 2012, Yogyakarta.
3. Di samping beberapa artikel ilmiah dalam jurnal. Bahkan saya menjadi salah seorang penggagas jurnal Pena Utama yang diterbitkan oleh FKIP.

Pada tahun akademis 2014 ini, urusan kenaikan pangkat akademis dilaksanakan oleh Dikti dengan sistem daring (online). Dengan sistem komputerisasi ini, praktik pengurusan kepangkatan dengan cara lama ditinggalkan. Kini para dosen tetap sibuk memasukkan data kepegawaiannya, dan saya menyayangkan, mengapa sistem itu tidak berlaku sejak dulu. Mudah-mudahan, pengalaman sedikit pahit dengan sistem lama ini tidak lagi terjadi pada teman-teman dosen tetap yang lain. Karena kenaikan pangkat merupakan hak bagi para dosen yang telah memberikan pengabdian secara tulus kepada universitas. Kalau tidak ada dosen, siapa yang akan mengajar?
Menulis Sepanjang Hayat

Meskipun kini tidak jadi PNS, dan kelak entah kapan lagi tidak menjadi dosen, menulis adalah tetap menjadi bagian dari kehidupan. Oleh karena itu, saya bertekad untuk terus menulis sampai kapan pun, bila Allah Swt. mengizinkan. Sekali lagi, menulis adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan saya.
Selepas subuh, saya selalu membuka laptop, dan kemudian menulis apa saja untuk diunggah di laman pribadi saya. Laman ini dibuatkan oleh anak saya Arif Hidayat. Saya hanya diberitahu bagaimana mengunggah tulisan. Melakui tulisan-tulisan tersebut, saya asik dan senang sekali membaca komentar dari pembaca saya. Saya ingin membuat orang lain senang, Meski para pembaca sebenarnya tidak mengenal saya secara langsung, mereka sebenarnya dapat membaca hati penulisnya. Jika para pembaca tulisan ini ingin berkomunikasi lebih lanjut dengan penulisnya, saya menjadi sangat senang. Saya senang menjadi inspirator bagi pembaca.
Buku saya yang pertama terbit pada tahun 2004. Ketika itu saya telah sibuk di PPPG Matematia Yogyakarta sebagai Kepala Bidang Pelayanan Teknis. Ketika itu, seorang penerbit yang mengejar-ngejar saya untuk menerbitkan tulisan saya. Katanya, apa pun tulisan saya, penerbit itu akan menerbitkannya. Ketika itu saya sedang membaca buku Multiple Intelligence atau Kecerdasan Majemuk karya Howard Gardner. Buku inilah yang menjadi inspirasi saya melalui pertanyaan yang minta dijawab, yakni mengapa Pembukaan UUD 1945 merumuskan 4 (empat) tujuan negara, yakni:
“…. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. ….”.
Mengapa “mencerdaskan kehidupan bangsa”? Mengapa bukan “pandai”, bukan “cerdik”, juga bukan “pintar”. Apa makna kecerdasan yang sebenarnya? Ternyata, rumusan para pendidi NKRI ini dijelaskan oleh Howard Gardner dalam bukunya Multiple Intelligence tersebut. Kecerdasan itu tidak sama dengan kepandaian, atau kepintaran. Cerdas itu bukan hanya kemampuan otak kiri (intelektual), juga bukan hanya kemampuan otak kanan (emosional) dan bukan pula hati (spiritual), tetapi semuanya. Ada delapan tipe kecerdasan menurut Howard Gardner. Itulah yang saya tulis dalam buku pertama saya. Judulnya “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, Dari Konsepsi Sampai Dengan Implementasi”. Buku itu sering saya baca-baca lagi, dan itulah tulisan saya yang insyaallah “terbaik” saya. Sudah barang tentu, cerita singkat ini tidak akan dapat menjelaskan semua isi buku itu. Inilah buku pertama, yang diterbitkan oleh Penerbit Hikayat Publishing Yogyakarta pada tahun 2004, yang kemudian melahirkan beberapa buku berikutnya, 2) Menjadi Guru Efektif, 3) Guru Sebagai Profesi, 4) PAKEM, 5) Tanya Jawab Pengembangan Kurikulum dan Materi Pembelajaran, 6) Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), 7) Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), 8) Praktik-Praktik Terbaik Pelaksanaan Pendidikan Karakter, dan naskah-naskah buku lainnya yang masih di tangan penerbit. Bukan hanya Penerbit Hikayat Yogyakarta saja, tetapi memular ke penerbit lain, seperti Penerbit Bumi Aksara Jakarta. Naskah buku yang mudah-mudahan segera terbit adalah Pendidikan Multikultural, Membangun Budaya Sekolah, Korelat Sekolah Efektif, dan entah apalagi. Memang semuanya tentang pendidikan. Tulisan-tulisan singkat atau artikel, semuanya telah diunggah di laman pribadi saya http://www.suparlan.com. Barangkali jumlahnya mendekati ratusan artikel. Dengan senang hati saya berharap pembaca tulisan ini berkenan membuka laman itu. Saya selalu menyatakan dengan senang hati saya membuka diri untuk segala saran dan masukan. Saya teringat kata-kata mutiara yang bunyinya begini. Jika ada orang yang memuji-muji dan mengagung-agungkan tentang kehebatan dirimu, maka sesungguhna semua itu adalah pantas dibuang di tempat sampah. Sebaliknya, jika ada orang yang melakukan kritik, memberikan saran dan masukan, maka semua itu pantas untuk disimpan di gentong emas untuk penyempurnaan kehidupan.

Masalah Dalam Kehidupan

Masalah? Mana mungkin hidup tanpa masalah? We will always find any problems our life. Sama dengan penyakit dan obatnya dalam kehidupan. Termasuk ujian dan cobaan dalam kehidupan. Jadi masalah itu ibarat seni. Kalau tidak ada masalah, hidup akan menjadi sepi. Mau hidup sepi? Tidaklah. Tapi ya …., jangan terlalu beratlah kalau dapat masalah. Ada dua macam masalah. Dia sebagai cobaan atau ujian dan sebagai hukuman. Kalau dapat cobaan atau ujian, beruntunglah. Kita bakalan mau dapat kenaikan taraf hidup. Kalau dapat hukuman, maka kembalilah ke jalan yang benar, supaya hukuman itu tidak menjadi laknat dari Allah Swt. Demikian kata ustadz. Saya suka mendengarkan ceramah di Masjid Al-Mujahidin dekat rumah. Malah saya merasa perlu menjadi “pemulung ayat dan sunnah” untuk ditulis.
Soal masalah dalam kehidupan, saya tidak akan membeberkan masalah pribadi dalam tulisan ini. Lha wong saya ingin berbagi kebahagiaan kok melalui tulisan ini, bukan berbagi kesedihan. Saya ingin berbagi pengalaman manis, bukan pengalaman pahit. Saya tidak mau membuat pembaca menjadi terisak-isak karena membaca masalah pribadi, seperti ketika saya nonton film Habibie dan Ainun. Saya merasakan bahwa masalah dalam hidup ini tidaklah sebesar yang dihadapi Habibie ketika ditinggal Ibu Ainun. Pak Habibie masih yakin, di lorong pejalanan hidup di ujung sana masih ada secercah sinar terang. Seperti tulisan RA Kartini kepada Nyonya Abendanon “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Allah Swt meyakinkan kepada umatnya bahwa “Bersama dengan kesulitas terdapat kemudahan”. Yakinlah itu. “There is no problem without solution”.

Proyek Kebahagiaan

Salah satu kegiatan yang membahagiakan adalah menjadi MC (Momong Cucu). Inilah salah satu ladang amal kebaghagiaan yang kini menjadi proyek kebahagiaan bagi saya. Di samping itu, menelepon kepada teman-teman lama, ikut bersenam ria dalam kehiatan senam STI (Senam Tera Indonesia), berkebun di taman di rumah anak-anak, mengikuti dan diskusi dalam kegiatan pengajian, membaca buku yang dikirimkan oleh kawan penulis, dan sebagainya. Kegiatan menyenangkan seperti itu menjadi ladang kebahagiaan bagi siapa saja, termasuk diri saya. Itulah isi buku yang baru saya baca The Project of Happiness atau Project Kebahagiaan, bukan proyek kemaksiatan.

Alhamdulillah

Tiada awal tanpa akhir. Tiada permulaan tanpa ujung. Inilah ujung dari tulisan saya yang apa pun hasilnya telah mencoba menjelaskan secara singkat tentang perjalanan hidup saya selama 65 tahun. Tanggal 20 Mei 1949 adalah hari kelahiran saya, dan tanggal 20 Mei 2014 adalah usia saya yang ke 65 tahun. Saya berdo’a mudah-mudahan Allah Swt. memberikan usia yang panjang, tetapi usia panjang yang bermanfaat kepada orang lain melalui tulisan yang telah saya goreskan selama perjalanan hidup saya ini. Kita dapat menjadi pejuang, atau pecundang dalam kehidupan. Itu adalah pilihan. Kita sendirilah yang akan memilih yang mana. Mengukir sejarah kehidupan menjadi pejuang ataukah pecundang. Wallahu alam bishawab. Semoga Allah Swt. mengabulkan do’a hamba yang hina dina ini, anak orang desa yang telah berjuang untuk membahagiakan keluarganya. Hasilnya? Hanya Allah yang Maha Kuasa Atas Segalanya. Amin, yarobbal alamin.

Depok, 20 Mei 2014.

Related Articles

Tak ditemukan hasil apapun.

10 Komentar. Leave new

  • Selamat siang, eyang suparlan. Kisah yang sangat inspiratif buat saya. Saya juga melanjut studi master pendidikan atas ridho Tuhan. Beasiswa Taiwan membawa saya menempuh ilmu disana selama 1,9 tahun.
    Awalnya saya mengetik keyword “lowongan dosen jakarta” lalu saya menemukan Tama Jagakasra University. Saya coba mencari history universitas tersebut namun yang menarik perhatian saya adalah tulisan eyang.
    Semoga semakin banyak tenaga ahli pendidik yang memiliki motivasi belajar tinggi seperti eyang. Kiranya saya juga mampu seperti eyang.

    Balas
  • Sering dengar nama bapak suparlan sejak smp. Walau tetangga baru tahu wajahnya njenengan… Ternyata punya tetangga yang hebat. Makanya jarang sekali pulang.. Baru tahu kesibukan ya setelah baca biografinya… Salam kenal pak suparlan

    Balas
  • Hananik Prasetyo
    Minggu, 4 Okt 2015 01:34:14

    Saya… orang Trenggalek (walaupun hanya bermukim selama 6 taun) yang saat ini dengan keluarga (berdua dengan suami), tinggal di Kota Malang, karena anak-anak sudah mempunyai penghidupan sendiri. Saya saluut… dengan sebagian biografi Bapak…. Bila ingin berkumpul dengan orang Trenggalek di Jakarta Bapak bisa mencari IKAT (Ikatan Keluarga Trenggalek) di Jakarta.

    Balas
  • Assalamu’alaikum. Senang membaca artikel tentang lesson study dan kisah hidup bapak. Saya aktif berkecimpung di dunia pendidikan khususnya PAUD. Menjadi ibu dari 3 anak(2 anak masih balita), dosen PG PAUD dan Kepsek PAUD. Sy sering merasa kasihan meninggalkan anak2 ketika saya harus pergi bekerja. Di lain pihak sy juga ingin maju dlm karir sy dan dapat berguna utk orang banyak. Mohon saran Bapak, apa yg hrs saya lakukan. Terimakasih. Wassalam.

    Balas
    • PAUD sekarang lumayan berkembang pesat. Pertama, tentu pendidikan anak-anak yang paling penting. Kedua tentu untuk keluarga. Ada buku berjudul Success Protocol karya Ippho Santosa. Mega bestseller. Anda akan terinspirasi untuk memajukan semua bidang yang telah saya sebutkan tadi (anak dan keluarga). Pendidikan adalah kehidupan itu sendiri. Oleh karena itu memajukan kehidupan adalah yang terpenting. Salam, Suparlan. Tinggal di mana ya?

      Balas
  • selamat siang..

    saya sedang mencari2 referensi trenggalek, malah nyasar ke sini dan jadilah baca 🙂 saya dibesarkan di ds bendo, trenggalek. sekarang tinggal di bandung.

    tahun lahir bapak mengingatkan saya pada ibu. bedanya ibu saya tak cukup beruntung. hanya lulusan sd. tapi ia pejuang, berusaha keras menyekolahkan anak2 meski banting tulang. sekarang ibu sudah tenang, berada di sisi sang khalik. semoga bapak senantiasa diberikan kesehatan yang baik.

    salam

    Balas
    • Alhamdulillah. Nice to see you via website. Eee, harus menyebut apa ya? Ibu, mbak, atau .. Di Bandung? Mana? Prof. Dr. Dasim Budimansyah, guru besar di UPI adalah sahabat saya di Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Kita sama-sama orang Jabar. Saya lahir di Desa Tawing, Kecamatan Munjungan, dan kini tinggal di Kota Depok. Sehat selalu. Salam.

      Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Fill out this field
Fill out this field
Mohon masukan alamat email yang sah.

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Popular Posts

Other Posts

Artikel

Filsafat Talang dan Filsafat Teko

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.…
Buku

Pendidikan Multikultural

Alhamdulillahirrabbil ‘alamin, pada tanggal 27 November 2012 ini, penulisan buku Pendidikan Multikultural telah selesai naskahnya. Buku ini menjelaskan…